Mohon tunggu...
Edrida Pulungan
Edrida Pulungan Mohon Tunggu... Analis Kebijakan - penulis, penikmat travelling dan public speaker

Penulis lifestyle, film, sastra, ekonomi kreatif Perempuan ,Pemuda, Lingkungan dan Hubungan Luar Negeri Pendiri Lentera Pustaka Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film Negeri Tanpa Telinga Potret Dinamika Politik Transaksional

8 Agustus 2014   02:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:07 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Negeri Tanpa Telinga merupakan film yang menyorot soal politik, korupsi, kekuasaan dan skandal seks ini merupakan film arahan Lola Amaria ini didukung oleh beberapa aktor senior Ray Sahetapy, Lukman Sardi, Gary Iskak, T. Rifnu Wikana, Tanta Ginting dan pendatang baru Jenny Zhang. Gambar 1 : Para Pemain Film Negeri Tanpa Telinga pada acara       premier doc.pribadi

Gambar 2 : Poster Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier doc.pribadi Dalam film ini mengisahkan tentang Naga (T.Rifnu Wikana) yakni sosok tukang pijit yang terbiasa memberikan jasanya kesemua kalangan baik orang biasa hingga orang-orang penting sebagai tokoh politik. Hingga dia juga mengenal Piton (Ray Sahetapi) yang berambisi jadi presiden dengan mengorupsi dana impor negara untuk membiayai partai politiknya, Dia juga berselingkuh dengan Tikis Queenta (Kelly Tandono) seorang perempuan pelobi ulung yang bisa masuk ke semua lini parlemen dan orang-orang partai yang juga bagian dari anggota partainya.
Gambar 3 : Penyangan Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier di Jakarta Teater doc.pribadi
Gambar 4 : Konfrensi pers antara seluruh tim pendukung Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier doc.pribadi
Gambar 5 : Pertanyaan dari jurnalis info sinema terkait Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier doc.pribadi Hingga terjadi polemik diantara keduanya dan Tikis membeberkan semua rahasianya ke media yang diceritakannya pada seorang host TV9 (TV Nine) bernama Chika Cemani (Jenny Zhang) yang melakukan investigasi lewat berbagai sumber. Dan Tikis akhirnya mendapatkan ancaman setekahnya dan masuk penjara bersama rekan politisi lainnya. Naga akhirnya tidak tahan mendengar berita-berita dari tokoh-tokoh besar yang dikenalnya. Telinga Naga lah yang sebenarnya menangkap semua percakapan dan perbincangan orang-orang itu. sebagai tukang pijat, ia mendengar semua pembicaraan orang-orang penting itu, bagaimana mereka melakukan transaksi busuk, mendengar keluh kesah Piton yang selalu tidak dianggap pun oleh istrinya sendiri. Percakapan itulah yang membuat Naga muak. Orang kecil yang sangat mencintai istrinta, tetapi ia terjebak dalam suasana yang sangat tidak ia inginkan. hingga membocorkannya pada jurnalis dan akhirnya dia dianggap berbahaya oleh sebagian pihak dan menganiayanya. Sementara sebuah rencana konspirasi besar dilakukan oleh Partai Amal Syurga. Sang ketua partai Ustad Etawa (Lukman Sardi) bekerja sama dengan importir daging domba, berusaha memanipulasi uang negara untuk keuntungan partainya. Rencana tersebut disusun rapi dengan berbagai dalih. Dan aktivitas partai yang selalu memakai symbol-simbol religi tersebut ternyata berbanding terbalik dengan segala tindak tanduk para petinggi partainya. Film yang awalnya berdurasi3, 5 jam ini akhirnya di edit menjadi 1 jam lebih saja dengan editor film Aline. Menurut Lola ide ini berasal dari berbagai tayangan media dan surat khabar yang selalu menceritakan soal korupsi, skandal seks dan politik transaksional sehingga inilah ide dasar pembuatan film ini, Sedangkan untuk penulisan naskah oleh Indra Trenggono yang merupakan sastrawan yang sering menulis berbagai media surat khabar. Menurutnya kata Telinga” dalam judul film ini memberikan pengertian tentang telinga bathin yang bermakna konotatif. Dimana ketika para politisi terjebak dalam permainan kekuasaandan kehilangan telinga bathin serta kesadarannya sehingga melukai rakyat. Film selalu memiliki tujuan tersendiri sebagai text kebudayaandalam ranah sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan fenomena lainnyanamun bisa menyuguhkan jejak peradaban yang akan bisa dilihat lima belas atau dua puluh tahun lagi dimasa depan. Namun film ini tidak bisa ditonton untuk anak di bawah umur. semoga film ini membuka mata dan telinga kita tentang menemukan solusi untuk negeri yang, asih terbelit dalam pusaran korupsi dan penyimpangan lainnya. Selamat buat Lola Amaria, sosok yang saya kenal saat mendapatkan wawancara visa beasiswa Fulbright di kedutaan Amerika akhirnya sekembali dari Amerika menghasilkan dua film yakni Sanubari Jakarta dan Negeri Tanpa telinga. Semoga bisa ikut jejaknya untuk membuahkan karya. Film ini digarap di bulan februari dan akan tayang di bulan Agustus.
Gambar 6 : Penulis berphoto dengan lola Amaria sutradara dan produser Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier doc.pribadi
Gambar 7 : Penulis berphoto dengan Lukman Sardi (ustadz Etawa) dalam Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier doc.pribadi Gambar 8 : Penulis berphoto dengan Ray Sahetapi (Piton) dalam Film Negeri Tanpa Telinga pada acara premier doc.pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun