BACA deh, koran Kompas edisi hari ini, Minggu, 22 Januari 2012. Judul artikelnya, ‘Burung Terbang, Uang Pun Melayang’, di halaman 17. Sudah? Oh, belum?! Ok, cerita singkatnya begini. Seorang pria mau berangkat ke kantor, bersepeda motor. Di tengah jalan terlibat insiden kecelakaan. Korbannya pedagang burung, bersepeda kayuh. Kejadiannya di Surabaya. Pedagang burung minta ganti rugi. Sangkar rusak, burung beterbangan. Disepakati ganti rugi Rp 1 juta, dicicil empat kali. Jaminannya kartu tanda penduduk alias KTP. Kompas menulis, insiden kecelakaan dipicu oleh gagalnya konsentrasi pemotor lantaran ngantuk. Tak diuraikan apa penyebab ngantuk. Pasti kurang tidur, ya iyalah. Masa sih kurang minum. Hemmm… Di Jakarta, pada 2010, faktor mengantuk berkontribusi sekitar 1,94% terhadap faktor manusia sebagai pemicu kecelakaan lalu lintas jalan. Sedangkan faktor manusia berkontribusi sekitar 90,92% sebagai pemicu kecelakaan. Kisah di atas baru satu contoh dari banyak kasus. Bahkan, ada kasus lebih fatal, berujung maut.
Saking fatalnya berkendara di tengah rasa kantuk, negara membuat aturan soal itu. Lihat saja dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Lazimnya aturan, ada sanksinya loh. Bisa memilih, mau pidana kurungan maksimal tiga bulan, atau denda maksinal Rp 750 ribu.
Saya juga pernah diserang kantuk saat berkendara. Untuk mensiasatinya dipilihlah mengunyah permen karet atau mengulum permen biasa. Masih gak mempan juga, membasuh wajah dengan air bersih. Tapi, terasa gak manjur juga, berhenti, istirahat tidur sesaat, sekitar 15 menit. Lumayan, segar kembali. Sejak itu, tobat berkendara saat kantuk berat mendera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H