Â
Terkadang perasaan masa bodo adalah pilihan terakhir kita menghadapi suatu masalah. Suatu peristiwa.
Mari tengok kembali tragedi "Bom Sarinah" beberapa waktu lalu. Jarak kantor dan lokasi kejadian tidak begitu jauh, malah bunyi ledakanpun sampai terdengar dengan jelas oleh saya.
Ketika ledakan pertama berbunyi, saya dan semua teman sekantor secara tidak langsung setuju,bahwa sebentar lagi Jakarta akan diguyur hujan.
Ledakan kedua terdengar, beberapa dari teman seruangan tidak mengalihkan pandangannya dari layar laptop yang berisikan tabel excel dan angka-angka yang saya tidak tahu darimana datangnya.
Ledakan ke-tiga baru semuanya sadar ada yang tidak beres. Bagaimana mungkin suara gemuruh bak petir terjadi padahal matahari bersinar dengan gagahnya di balik kaca perkantoran Sudirman, Jakarta.
Sejak ledakan pertama, saya memang langsung memantau Twitter, karena memang dengan platform sosial media yang satu ini, berita tersebar bak mobil ferrari. Hanya ada berita asap putih di depan Sarinah.
Pada akhirnya, satu gedung kantor dikunci yang berakhir pada makan siang dengan popmie secara berjamaah.
Saya setuju, masa bodo yang ini memang dimaklumi, karena memang tidak tau. Lantas? Mereka yang sudah tau tepat di lokasi? Kemudian dengan masa bodo nya menghampiri lokasi, kemudian mengambil gambar? Itu bukan masa bodo, itu ingin tahu, Kepo. Tapi sekaligus masa bodo dengan sekitar.
Ketika kembali ke atasan, saya dianjurkan untuk masa bodo terhadap opini teman setim. Ya, saya akhirnya maju dan hasilnya sang atasan mengapresiasi saya karena melakukan pelaporan itu.
See? Terkadang masa bodo dengan opini banyak orang bisa membuat kita maju satu langkah dengan apa yang kita inginkan.
Masa bodo dengan catatan apa yang ingin kita lakukan selalu ada dasar dan sudah kita lakukan planning yang tepat. Bob Marley tidak akan seterkenal hari ini jika dulu ia terlalu banyak mengkonsumsi opini orang lain, sama halnya dengan Steve Jobs, David Bowie, bahkan Syahrini.
Saat kita menginginkan sesuatu, masa bodo harus ada di dalam list attitude yang harus kita miliki. Masa bodo di sini, adalah fokus pada tujuan, bukan asal masa bodo seperti yang dilakukan oleh TV One (Pada malam kejadian Insiden Sarinah, KPI melayangkan surat teguran kepada TV One dan beberapa statsiun TV karena memberitakan sesuatu yang tidak benar dan dianggap memperkeruh suasana) yang menginginka agar beritanya greget! tanpa cek dan ricek terlebih dahulu.
Bukan. Bukan itu.
Masa bodo yang menurut saya harus dimiliki adalah masa bodo yang memiliki tujuan, masa bodo yang memiliki empati. Masa bodo dengan sekitar namun pada saat yang sama juga ikut memperhatikan sekitar, berempati pada apa yang sedang terjadi di sekitar kita.
Kalau tidak ada masa bodo dalam kamus kehidupan kita, sampai kapan kita mau menyuntikkan opini orang lain ke kepala kita tanpa menghiraukan opini sendiri?? Belum tentu saat menjalankan opini orang lain, yang mempunyai opini ternyata juga masa bodo dengan dirimu, dan memberikan opini yang masa bodo?
Kamu tidak mau baca tulisan ini sampai selesai? Ya masa bodo.
Cheers!! Jakarta, 20-01-2016 | 21:31
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H