Belakangan ini ada sejumlah instansi dan lembaga pemerintahan memasang pengumuman "Media Yang Tidak Terdaftar di Dewan Pers Dilarang Ikut Kegiatan". Sebuah kebijakan diskriminatif, aneh dan tidak masuk akal. Sejak kapan Dewan Pers menjadi lembaga penerbit perijinan perusahaan media? Sejak kapan Dewan Pers mengurusi dapur media?
Menjadi aneh karena tidak ada dasar hukumnya Dewan Pers mempublish bahwa "Media ini Terdaftar"di mereka dan bisa diterima instansi pemerintah. Yang tidak terdaftar maka tidak bisa diterima lembaga pemerintah, meskipun media tersebut menyebarkan berita yang informatif dan menyejukkan. Asal tidak terdaftar di Dewan Pers maka dia bukan media.
Lantas apakah Facebook bukan media? disana ada informasi dan dibaca ribuan orang. Apakah Youtube dan Instagram bukan media massa atau media informasi padahal disana banyak tersebar berita dan informasi kepada masyarakat. Apakah BBC News, CNN, Bloomberg, Reuters, News Channel Asia bukan media yang terdaftar di Dewan Pers? Padahal dengan mudah kita akses dan baca dan bahkan dibaca ribuan orang Indonesia. Cukup lucu sekali.
Didalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tidak mengatur satu pun pasal mengenai Dewan Pers sebagai lembaga penentu ijin sebuah perusahaan media dengan dalih istilah atau kata-kata baru "Terdaftar". Kalaupun Dewan Pers mengeluarkan Surat atau Peraturan Dewan Pers sifatnya tidak boleh mengikat kecuali UU mengatur dalam pasalnya membolehkan Dewan Pers mengatur media.
Ini yang harus dipahami agar hukum kita tidak ditafsirkan secara luas dan semau gue oleh pihak atau kelompok tertentu untuk kepentingan tertentu dengan membuat "aturan baru' sesuka hatinya.
Dalam UU Pers, posisi Dewan Pers adalah wadah yang menaungi organisasi pers seperti PWI, AJI, dan IJTI. Artinya lembaga ini berwenang mengatur dan melindungi kepentingan kode etik organisasi yang dinaunginya. Menjadikan marwah pers dan profesi jurnalis terhormat di mata masyarakat dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas sang jurnalis.
Sedangkan ranah perijinan perusahaan media adanya di pemerintahan. Media Penyiaran seperti Televisi diatur dalam UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Media Online, media digital dan media sosial diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016.
Pemerintah bisa punya kewenangan menerbitkan ijin perusahaan media tapi dengan syarat, UU atau Peraturan Pemerintah mengamanahkan atau mengaturnya. Bukan berdasarkan atas kepentingan sekelompok tertentu, dan harus disosialisasikan.
Menyatakan "media terdaftar" atau menjustifikasi keabsahan keberadaan media bukan ranahnya Dewan Pers. Karena media memiliki definisi yang luas. Dan tiap karakter media telah diatur dalam UU yang mengaturnya, mulai dari media televisi dan radio, media online atau digital bahkan media cetak. Sementara menurut UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, posisi Dewan Pers sebagai wadah tunggal induk dari organisasi pers maka ia punya kewajiban dan tugas melindungi profesi pers dari pelanggaran kode etik jurnalis.
Sehingga langkah yang dilakukan Dewan Pers belakangan dengan dalih "Mendaftar" media massa, sebagai langkah yang keliru. Pendataan media dan perijinan media dilakukan pemerintah atau negara. Seperti misalkan bisnis media penyiaran, ijin atau Surat Ijin Usaha Penyiarannya dikeluarkan Menkominfo bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ijin SIUP ini dikeluarkan sah karena diatur dalam UU Penyiaran.
Nah sekarang Dewan Pers juga ingin melakukan pendataan yang konotasinya mirip "Perijinan" karena mempunyai dampak sosial dan dampak hukum. Apakah kebijakan ini dibenarkan?