Tanah tersebut, lanjut dr Adji, sudah sejak tahun 1959 milik ayahnya atas nama almarhum Abdurahman Aluwi yang dibelinya dari Sainin bin R.A pada tanggal 12 Mei 1959.
Namun tiba-tiba dikuasai Bank Indonesia secara sepihak. Bank Indonesia tiba-tiba memiliki sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Ketika Adji mengecek ke BPN berapa nomor girik yang digunakan BI untuk dasar penerbitan sertifikat tanah tersebut, ternyata BI tidak bisa menunjukkan nomor girik.
Sedangkan ia memiliki bukti nomor girik tersebut bahkan sudah dia cek ke kantor kelurahan dan kecamatan dimana girik tersebut diterbitkan.
"Di buku girik desa tercatat tanah itu atas nama Abdurahman Aluwi yang membelinya dari Sainin bin.RA dan ayah kami belum pernah menjual atau memindahtangankan ke orang lain, ada bukti otentik nomor girik kami dimanipulasi oknum, tapi nomor itu tetap tersimpan dan tercatat di buku besar desa," ujarnya.
Tanah yang diklaim milik dr Adji Suprajitno itu berlokasi di blok Djelawe Persil 17c, D III. dr Adji memiliki bukti surat girik nomor 248 yang dikeluarkan Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Selain itu Adji memiliki bukti akte warisan atas tanah yang dimiliki kakeknya.
Namun anehnya, lanjut Adji, tiba-tiba tanah di lokasi tersebut sudah dterbitkan sertifikat atas nama Bank Indonesia dan didirikan bangunan Lembaga Pendidikan Perbankan Indonesia (LPPI).
Persoalan inilah yang digugat secara perdata oleh Adji. Mantan Direktur RS Pertamina ini menuntut Bank Indonesia mengembalikan tanah yang bukan menjadi hak nya.
Adji meminta dalam gugatannya agar pihak Bank Indonesia yang selama ini menempati tanah warisan keluarganya turun temurun mengganti rugi sebesar Rp 527 miliar lebih.
Ia berharap pengadilan memutuskan yang seadil-adilnya atas masalah yang dihadapinya. Â (**)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H