Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Kapan Ya Pertamina Direvolusi

4 Agustus 2015   17:02 Diperbarui: 4 Agustus 2015   17:02 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk memahaminya memang dibutuhkan transparansi yang luas dari pemerintah maupun Pertamina mengenai pengadaan Premium impor asal luar dan penyalurannya. Selain itu pembenahan manajemen Pertamina menjadi BUMN yang jauh lebih efisiensi menjadi PR besar Menteri BUMN jika sang menteri ingin mendapatkan citra yang baik dari publik.

Berbagai inefisiensi di tubuh Pertamina memang harus menjadi perhatian publik. Apalagi tahun silam sempat muncul hal yang mengagetkan publik ketika Pertamina menggaji direksi anak perusahaannya Petral sangat tinggi, hampir setengah miliar sebulan. Temuan ini berhasil dibongkar Tim Reformasi Tata Kelola Migas saat berkunjung ke Singapura. Pada akhirnya 13 Mei 2015 lalu Petral dibubarkan sehingga Pertamina menghemat Rp 250 miliar per hari.

Bisnis Pertamina yang menguasai Migas dalam negeri memang membuat banyak pihak tergiur untuk ikut bermain. Sehingga banyak perusahaan ingin menjadi partner atau rekanan Pertamina. Dalam rangka memfasilitasi ekspor minyak mentah maupun dalam rangka "membantu" impor BBM premium dan kawan-kawannya. Gaji pegawai di Pertamina konon juga disebut-sebut gaji tertinggi diantara BUMN di Indonesia. Agar Pertamina ke depan bisa menjadi BUMN yang tangguh dan cerdas, berbagai pembenahan internal harus dilakukan terhadap manajemennya.

Yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan Menteri Negara BUMN saat ini apakah biaya operasional yang dikeluarkan Pertamina untuk mengelola Migas dalam negeri sudah pada tahap kewajaran? Pemerintah juga perlu menjelaskan kepada publik berapa nilai keekonomisan BBM yang ditetapkan saat ini sudah transparan dan akuntabel. Kenapa minyak mentah sudah turun di kisaran 50 dolar per barel namun premium dalam negeri masih dijual di angka Rp 7.400 per liter?

Benarkah tata kelola migas yang ada di Pertamina saat ini sudah terbebas dari intervensi. Baik tata kelola ekspor minyak mentah dari hulu ke hilir sebagai pendapatan devisa negara maupun impor BBM bersubsidi sebagai tanggung jawab negara memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Artinya bebas dari intervensi politik, bebas dari permainan komisi dan bebas dari broker atau makelar minyak yang mendapatkan keuntungan besar karena lebih "cerdas" dari Pertamina dalam menebak harga.

Contoh sederhana kenapa Pertamina bisa demikian lugunya membeli minyak 3 bulan silam dengan harga tinggi saat di pasaran minyak internasional tren harga cenderung melemah. Adakah mekanisme meminimalisir kesalahan trader menyikapi spekulasi harga yang terus bergerak dinamis. Atau memang sengaja membeli di harga sekian karena ada yang diuntungkan? Naluri negara agar tidak merugi terus harus tetap jalan....

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun