Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kenapa Jakarta Macet? Ini Lho...

12 November 2014   16:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:59 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Semua terintegrasi. Didekat gedung perkantoran tersebut disiapkan hunian kelas menengah atas untuk level manajer. Dan ada pula penyediaan hunian untuk staf karyawan biasa dengan gaji standar. Sehingga mereka tidak perlu jauh jaraknya antara rumah dan kantor.

Jadi warga yang punya pekerjaan di Jakarta tidak usah tinggal lagi di kawasan penyangga. Begitu sebaliknya, swasta dan pemerintah juga membangun gedung perkantoran dan menggerakkan aktivitas ekonomi di Bodetabek. Jadi warga yang ingin bekerja di kantor Bodetabek cukup tinggal dan punya rumah di sekitar situ. Kita kurangi aktivitas perjalanan dari Bodetabek ke Jakarta.

Jika seorang warga bekerja di gedung perkantoran di daerah Jalan Setiabudi, Kuningan, Jakarta selatan misalkan. Maka dia wajib tinggal di apartemen dalam jarak 100 meter dari gedung perkantoran tersebut. KTP dia wajib warga di kawasan jalan Setiabudi.  Sehingga dia tidak lagi menempuh dari Bodetabek ke Jakarta dengan "perjuangan" berat bermacet-macet ria.

Nah, kluster kantor yang menyatu dengan tempat hunian juga mesti dilengkapi ruang terbuka hijau. Tujuannya, taman kota ini bisa digunakan para karyawan untuk bersosialisasi saat istirahat kerja. Atau mereka berkumpul bersama keluarganya anak istri di taman saat hari libur atau pulang kerja.

Tata ruang seperti ini ditata dalam konsep kluster-kluster dan merata bukan hanya di Jakarta karena lahannya pasti sudah langka. Tapi dikembangkan di daerah penyangga atau wilayah yang masih luas lahannya seperti di Jonggol.

Saya kadang sulit memahami ketika seorang developer jor-joran membangun kota mandiri di beberapa kawasan. Sebut saja daerah Serpong Tangerang Selatan. Banyak bermunculan produk properti dari mulai rumah tapak, apartemen sampe mal.

Namun di daerah tersebut tidak ada aktivitas ekonomi perkantoran besar. Akibatnya banyak warganya yang bekerja di Jakarta. Jika pagi sampai sore kota tersebut sepi karena ditinggal penghuninya bekerja di Jakarta.

Kenapa tidak kita satukan saja, kita sinergikan lingkungannya. Gedung perkantoran dan kantor pusat perusahaan besar jangan hanya didirikan berjejal ngumpul di Jakarta saja, tapi menyebar ke wilayah penyangga. Dan kawasan tersebut standarnya wajib dilengkapi dukungan tempat hunian bagi pekerjanya agar mereka tidak lagi berangkat ke kantor naik kendaraan tapi cukup jalan kaki.

Mudah-mudahan konsep ini akan mengurangi dan mengurai kemacetan lalu lintas di Jakarta. Yakni dengan pola menyebar aktivitas ekonomi yang saat ini tertumpu di Jakarta. Sehingga aktivitas ekonomi dan kantor bisa merata ke Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor. Bahkan jika perlu disebar hingga Purwakarta dan Indramayu agar lebih banyak lahan pekerjaan disana.

Para kompasianer diantara anda mungkin pesimis dan menganggap gagasan ini sulit dilakukan dan terlalu simpel. Namun saya punya keyakinan besar jika sumbu perekonomian tidak bertumpu di Jakarta tapi disebar ke daerah lain, saya optimis warga tidak berduyun-duyun ber urbanisasi, mencari makan di Jakarta.

Warga akan tersebar di berbagai wilayah sehingga macet bukan lagi pemandangan buruk sehari-hari di kota metropolitan ini... Semoga... Nah untuk solusi banjir tunggu ya tulisan saya selanjutnya... Bersambung..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun