Wacana Mendagri Tjahjo Kumolo memberi toleransi mengosongkan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk, dijadikan isu bergulir lawan politik untuk memberi opini negatif pada pemerintahan Jokowi.
Gagasan tersebut kemudian diplesetkan menjadi opini seolah menterinya Jokowi, Tjahjo Kumolo anti agama.
Bagi masyarakat awam, polemik seperti ini akan dimakan mentah-mentah. Langsung dipercaya dan menjadi stigma negatif.
Padahal jika kita cermat dan jeli membaca, pernyataan mantan Sekjen PDIP ini, tidak ada yang mengarah pada sikap negara anti agama.
Tjahjo hanya ingin menjadi menteri yang tidak diskriminatif terhadap warga yang punya hak memiliki e-KTP. Bagaimana tidak. Selama puluhan tahun, sebagian saudara kita penganut aliran kepercayaan, tidak jelas pencantuman status agamanya.
Karenanya, Kabinet Kerja ingin memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh warga bangsa. Tidak terkecuali warga negara yang tidak menganut enam agama yang diakui pemerintah tapi menganut aliran keyakinan.
****
Saya yakin politisi, pengamat, atau tokoh agama yang selama ini mengecam dan memprotes pernyataan ini tidak paham makna kebhinekaan dalam lambang Garuda Pancasila.
Mereka yang menuding Tjahjo tidak paham hidup dalam alam kemajemukan Indonesia dan tidak memahami budaya masyarakat bawah di pelosok.
Andai saja politisi dan tokoh agama ini wawasannya lebih dibuka. Jangan pernah berpandangan sempit. Indonesia itu hanya Jakarta, Jawa dan luar Jawa. Tapi para tokoh agama dan politisi ini perlu bermasyarakat. Blusukan dan bergaul.
Jika itu dilakukan saya yakin, mereka akan mengerti bahwa sebagian besar saudara kita masih menganut aliran kepercayaan, diluar enam agama versi negara.