Oleh karena itu gagasan Tjahjo Kumolo mengosongkan kolom agama pada KTP, menurut saya, sangat masuk akal. Daripada diisi ngawur karena tidak ada dalam daftar enam agama dan malah rancu sebaiknya dikosongkan saja.
Pada akhirnya. Apakah salah jika Tjahjo punya pemikiran memberikan ruang bagi para penganut keyakinan ini mengosongkan identitas agamanya. Karena apa yang dianut mereka tidak ada dalam daftar enam agama tersebut?
Bagi Indonesia sebagai negara Pancasila yang Berke Tuhanan Yang Maha Esa, hak beragama itu menjadi ruang pribadi. Harus dibedakan dengan ajaran agama yang bisa masuk ruang publik. Negara tidak bisa memaksakan masyarakatnya untuk memilih sesuai keinginan pemerintah. Negara menjamin kebebasan warganya memeluk agama dan keyakinan masing-masing.
Di akhir tulisan, saya hanya ingin mengutip penggalan lagu Syi'ir Tanpo Waton al-magfurlah, KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur).
Akeh kang apal Qur'an hadise seneng ngafirke marang liyane kafire dewe dak digatekke yang isih kotor ati lan akale...
(Banyak orang mengaku ulama, hafal Qur'an dan hadist tapi suka mengkafirkan orang lain. Kafirnya sendiri tidak pernah dipedulikan karena hati dan pikirannya masih kotor)...
Jakarta, 10 Nopember 2014
Inilah Daftar Aliran Kepercayaan (Diluar Enam Agama yang diakui Pemerintah)
Yogyakarta:
Angesti Sampurnaning Kautaman, Anggayuh Panglereming Napsu (APN), Hak Sejati, Hangudi Bawana Tata Lahir dan Batin, Imbal Wacono, Kasampurnan Jati, Kelompok Setu Pahing, Mardi Santosaning Budi (MSB), Minggu Kliwon, Ngesi Roso Sejati, Ngesti Roso, Paguyuban Jawi Lugu, Paguyuban Kawruh Hardo Puruso.
Paguyuban Kebudayaan Jawi (PKD), Paguyuban Keluarga Besar Keris Mataram, Paguyuban Kerabat Anurogo Sri Sadono, Paguyuban Rebo Wage, Paguyuban Sangkara Muda.
Paguyuban Tata Tentrem (Patrem Indonesia), Paguyuban Traju Mas, Perguruan Dasa, Persatuan Eklasing Budi Murko, Sumarah Purbo, Tuntunan Kerohanian Sapto Darmo, Yayasan Sosrokartono.