Konflik KPK-Polri hingga hari ini terus bergulir tanpa berujung. Upaya kriminalisasi terhadap komisioner KPK terjadi secara terencana, masif, dan bertubi-tubi. Semua "pemain" bergerak sesuai skenario yang telah disiapkan sang sutradara.
Yang menjadi pertanyaan kita. Siapakah sebenarnya sosok sang sutradara itu? Siapakah Mr X, otak yang mengatur semua rencana yang sebenarnya kalau kita cermati tidak terjadi secara ujug-ujug (baca: spontan).
Justru yang menarik untuk dianalisis, dalam konflik KPK-Polri dan upaya mengkriminalisasi KPK, kenapa sang sutradara menggunakan sebagian besar "para wayangnya"nya adalah elite PDI Perjuangan.
Saat mengkriminalkan dan menjebloskan Wakil Ketua KPK Bambang Wijoyanto ke jeruji tahanan, yang tampil adalah Sugianto Sabran. Kader PDIP yang gagal menjadi bupati Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng, karena kemenangannya dianulir MK.
Tampilnya Sugianto Sabran dalam pentas mengkriminalisasikan komisioner KPK justru memunculkan cibiran publik. Sebagian besar publik justru berpandangan negatif terhadap kasus pengaduan Sugianto yang mempolisikan BW hanya karena kasus saksi memberikan keterangan palsu. Padahal hakim MK tidak mendapatkan kejanggalan atas pengakuan dan sumpah para saksi.
Publik justru bertanya-tanya kenapa Sugianto, tidak ada hujan tidak ada angin, tiba-tiba melaporkan BW dalam kasus yang kejadiannya sudah 5 tahun silam dan selama ini sudah clear. Maka akan timbul persepsi dari publik bahwa Sugianto sedang menjadi bidak "permainan" pihak yang tidak suka dengan KPK.
Belum tuntas kasus BW yang dikriminalisasi melalui "tangan" Sugianto, lagi-lagi kader PDIP dijadikan bumper untuk menghantam KPK. Kali ini elitenya Hasto Kristiyanto.
Tanpa alasan yang jelas, Plt Sekjen PDI Perjuangan ini mendadak menyerang Ketua KPK Abraham Samad. Hasto membuat pengakuan tentang adanya pertemuan elite partainya dengan Abraham Samad terkait "barter" pencalonan cawapres.
Bukannya menaikkan citra partai, gara-gara pengakuan Hasto, kredibilitas PDIP sebagai "partai bersih" justru malah dikotori dan dihancurkan oleh kadernya sendiri, Hasto Kristiyanto.
Tanpa rasa bersalah, petinggi PDIP Hasto dengan enteng membuka borok dan keburukan partainya. Publik kini justru sadar dan jadi tahu jika PDIP selama ini menggunakan cara-cara kotor. Dari melibatkan polri aktif hingga menarik petinggi KPK dalam ranah politik.
Yang jadi pertanyaan kita, kenapa Hasto bersedia memainkan "peran" ini. Kenapa Hasto tidak menghitung untung dan ruginya. Dengan pengakuannya, serangannya ke KPK justru jadi bumerang. Lawan politik PDIP kini justru banyak mempertanyakan permainan kotor PDIP dalam pilpres kemarin.
Siapakah sang sutradara yang sangat berkuasa "menekan" para elite PDIP untuk berbuat konyol. Membuka aib partainya dan mengkriminalkan KPK. Sebuah pekerjaan yang makin menjadikan publik tidak simpatik lagi dengan PDIP.
Serangan demi serangan untuk menghancurkan kredibilitas dan character assassination (pembunuhan karakter) para komisioner KPK gencar dilancarkan melalui "tangan"-"tangan" para elite PDIP. Terakhir serangan dilancarkan Ketua Badan Advokasi dan Hukum PDIP, Arteria Dahlan yang menuduh Abraham Samad pernah bertemu dengan purnawirawan TNI terkait pencalonannya sebagai wapres Jokowi, di kediaman AM Hendropriyono. Pertemuan ini dinilai Dahlan melanggar etika karena posisinya Abraham Samad sebagai ketua KPK. Bahkan Arteria Dahlan mengancam akan mengadukan AS ke polisi.
Semua sandiwara politik yang dipertontonkan "para pemain" ini justru kian memperburuk citra PDIP. Sejak dari acara Sugianto mempolisikan BW hingga Hasto Kristiyanto membuka aib pertemuan AS dengan petinggi PDIP hingga Arteria Dahlan membongkar pertemuan di rumah elite PDIP AM Hendropriyono. Semua itu justru membuka borok dan keburukan permainan politik PDIP dalam kampanye Pilpres kemarin.
Jika politisi Senayan jeli melihat kasus pertemuan AS dan petinggi PDIP itu, bisa menjadi skandal politik terbesar di negeri ini. Bahkan bisa menjadi senjata bagi politisi di Senayan untuk menginterpelasi Presiden Jokowi karena dalam kampanye Pilpresnya tidak fair dengan adanya pengakuan Hasto.
Dan tampilnya para politisi PDIP dalam kasus "menghancurkan" KPK akan memunculkan persepsi bahwa mereka dikendalikan Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri. Tapi dalam tulisan ini saya tidak percaya jika semua skenario dengan menggunakan "para pemain" elite PDIP itu merupakan grand desain dari Ibu Megawati.
Dalam sejarah perjalanan PDIP, Ibu Mega adalah politisi yang teguh dan sering menjadi korban konspirasi dan rekayasa politik jahat. Saya tidak percaya jika Megawati punya rencana dan skenario sejahat ini. Melalui kadernya PDIP menghantam dan menyerang KPK dengan berbagai cara dan tidak elok.
Saya justru percaya bahwa semua skenario itu dikendalikan oleh Mr X yang hingga kini saya tidak menemukan jawaban siapakah Mr X tersebut. Karena jika dinalar, rekayasa hukum yang sedang ditimpakan ke KPK itu justru memunculkan resistensi tinggi terhadap PDIP.
Kini partai Banteng Bermoncong putih ini makin ditinggalkan pendukungnya akibat persepsi sebagai partai yang dituduh selama ini merekayasa kasus kriminalisasi KPK dan konflik KPK-Polri. Persepsi itu muncul karena hampir sebagian besar kasus konflik KPK-Polri menggunakan tangan para elite PDIP untuk menyerang KPK.
Yang diuntungkan justru sang sutradara yang jati dirinya tidak tampil di publik. Dia lebih suka menjadi "pengarah" strategi dan bermain di ranah gerakan bawah tanah serta operasi klandestein. Sang sutradara ini pasti punya agenda tersendiri untuk memainkan konflik KPK-Polri. Tapi lagi-lagi PDIP justru yang dirugikan karena kini persepsi publik mengarah bahwa akar masalah konflik KPK-Polri berasal dari partai pengusung Presiden Jokowi ini dan ketua umumnya.
Semua tudingan kini mengarah kepada Ibu Megawati Soekarnoputri yang dipersepsikan membela mati-matian calon Kapolri tunggal Komjen Pol Budi Gunawan. Dan saya tidak percaya terhadap persepsi ini. Saya yakin Ibu Mega tidak sejahat itu untuk merencanakan desain mengkriminalisasikan komisioner KPK secara masif. Hanya saja, pihak-pihak tertentu yang mengelilingi Teuku Umar saat ini sangat banyak. Dan siapa yang bermain. Mudah-mudahan terjawab di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H