Mohon tunggu...
Edward Theodorus
Edward Theodorus Mohon Tunggu... Dosen - Dosen psikologi di Universitas Sanata Dharma

Warga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Michael Bay Seharusnya Dijauhkan dari Waralaba Transformers

26 Juni 2014   21:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:45 3155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_345022" align="aligncenter" width="590" caption="Sumber: http://www.iberita.com"][/caption]

Perasaan dan kesan saya setelah menonton film “Transformers: Age of Extinction” tidak sesederhana suka atau tidak suka, puas atau kecewa. Saya menyukai desain robot-robot dan mobilnya. Indah dan keren. Optimus Prime terlihat gagah dan elegan. Lockdown terlihat sangar dan berdarah dingin. Menonton film ini sedikit mengobati kerinduan saya akan penampilan Optimus Prime.

Namun, saya juga merasa jengkel dan dongkol. Permasalahan film ini terletak pada penceritaan dan penokohan. Karena film ini baru beredar, saya tidak akan membeberkan jalan ceritanya. Cukuplah dengan mengatakan bahwa ‘logika’ cerita banyak bolongnya dan kurang menegangkan. Penokohan kurang bagus karena seperti yang dikatakan maddog, “Kurang ada gregetnya”. Menurut saya, film ini kurang bisa memfasilitasi rasa kagum dan simpati saya pada tokoh-tokoh protagonis, juga rasa benci dan antipati saya pada tokoh-tokoh antagonis. Misalnya saya suka pada tokoh Optimus Prime, namun penokohannya di film ini kurang memperlihatkan keberanian, kecerdasan, kepemimpinannya. Saya geram pada tokoh lockdown, namun ceritanya tidak begitu memuncakkan kegeraman saya. Ini seperti memakan manisan yang kurang manis, asinan yang kurang asin, sambal yang kurang pedas, atau sayur pahit yang kurang pahit. Karakternya kurang teraktualisasi.

Desain atau penampilan dalam sebuah film adalah alat atau sarana untuk bercerita. Film yang penampilan visualnya bagus tetapi ceritanya kurang berbobot itu mirip gadis yang berpenampilan cantik menawan namun kurang cerdas dan bertalenta. Kita hanya tertarik pada apa yang terlihat di permukaan. Begitu juga film ini. Kita akan tertarik pada penampakan robot-robot dan mobil-mobilnya, juga pada manusia-manusianya yang cantik dan ganteng. Namun jalan ceritanya tidak akan membuat kita terpesona. Tampaknya film ini tidak mampu memenuhi slogan waralaba transformers, “More than meet the eyes” (lebih daripada apa yang dilihat mata).

Jadi, apa yang membuat cerita dan penokohan itu bagus? Pakar dan pebisnis perfilman serta para penggemar film memiliki kriterianya sendiri. Di sini saya akan mengemukakan kriteria dari kacamata saya. Menurut saya, cerita yang bagus itu ‘bermain-main’ dengan emosi dan nalar penonton. Cerita itu mampu memancing rasa sedih, tegang, marah, terganggu, senang, dll. Di akhir film kemungkinan besar kita akan merasa terkesima dan lega. Kita akan berpikir bahwa cerita itu masuk akal, dalam artian hubungan sebab-akibat dari satu adegan dengan adegan lainnya dapat kita maklumi. Penokohan yang bagus menurut saya adalah cara penggambaran yang memperkuat rasa ‘sayang’ kita pada tokoh tersebut. Pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Penokohan yang bagus dalam cerita akan membuat kita semakin mengenali sang tokoh dan semakin ingin dekat dengannya, tak rela bila dia disakiti. Ketika tokoh yang kita sayangi terancam nyawanya atau kesejahteraannya, kita menjadi khawatir dan takut akan nasibnya. Kita akan bertanya-tanya apa yang akan terjadi padanya di akhir film nanti. Penokohan yang bagus juga akan membuat kita semakin geram pada tokoh antagonis, tak sabar menunggu kehancuran atau kekalahan sang penjahat. Cerita dan penokohan yang bagus akan mengena di hati kita, menyentuh tombol yang pas di dalam diri kita (press the right button).

Saran saya, perbaikilah cerita dan penokohan waralaba film transformers. Saya ingin menonton film transformers yang sesuai dengan kriteria saya di atas. Ini bisa dilakukan mungkin dengan menjauhkan Michael Bay dari waralaba transformers. Carilah para “Cristopher Nolan” yang bisa menceritakan kisah transformers dengan lebih baik. Banyak yang menggemari tokoh Batman, namun sepertinya hampir semua orang menyetujui bahwa cerita dan penokohan Batman versi Nolan adalah yang terbaik dan memuaskan hingga kini. Saya, dan saya yakin banyak penggemar transformers lain juga, tetap menanti versi film transformers yang jauh lebih memuaskan. In the meantime, saya tetap menyukai hal-hal yang bersifat permukaan dari film “Transformers: Age of Extinction” ini. Film ini seperti gadis cantik yang kurang berkarakter: disukai sebatas penampilan. Saya masih menantikan gadis cantik yang berkarakter: disukai hingga melekat di hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun