Mohon tunggu...
Edmundus Dewa
Edmundus Dewa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kesengsem Lasem

1 Desember 2017   23:43 Diperbarui: 1 Desember 2017   23:49 4718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2017 ini, acara seminar Comicos dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Politik mengangkat tema "Developing Knowledge Community". Saya ikuti seminar tersebut, dan melihat banyak sekali dosen dari berbagai universitas yang menjadi pembicaranya. Mereka berbicara mengenai isu sosial yang ada di masyarakat dan menjelaskan solusi kampanye yang mereka buat. 

Ibu Munta Hiroh salah satunya, yang nama panggilannya ialah Ibu Mumun, bekerja di LIFI, sebagai humas LIFI. Beliau melakukan riset tentang pengembangan pengetahuan suatu komunitas berbasis pariwisata. Riset  ibu Mumun bertopik mengenai Menggagas Pengembangan Wisata di Kawasan Lasem Jawa Tengah.

Pengembangan pariwisata budaya berbasis partisipasi komunikasi kawasan Lasem. Menggunakan metode studi kasus. Lasem merupakan kota kecil kabupaten Rembang yang berlokasi di kabupaten paling timur dari Jawa Tengah, berbatasan langsung dengan Jawa Timur. Dilihat secara geografis dan Historis Lasem memiliki letak yang strategis.Lasem dinaungi jaman pos Daendles, dari masa penjajahan belanda, serta secara geografis terletak sangat dekat dengan laut Jawa. 

Posisi stratgis Lasem ini banyak disinggahi oleh banyak etnis terlebih etnis tionghoa. oleh Lasem menjadi salah satu penghasil jung, penggalangan kapal jaman majapahit. Masyarakat bahkan audience yang hadir di acara Commicos sendiri masih asing dengan Lasem, terlebih dengan budaya dan wisatanya. Ternyata Lasem sendiri memiliki budaya dan wisata yang potensial.

Adanya multikultural yang tumbuh di Lasem yang terinternalisasi menjadi pola -- pola kehidupan masyarakat disana dan akhirnya terakulturasi, menjadi potensi bagi Lasem sendiri dari segi pembangunan budaya. Bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat Lasem antara masyarakat Tiong hoa dengan yang muslim dan juga dengan masyarakat agama lainnya dapat berbaur dengan biasa. 

Hal yang menarik adalah di Lasem sendiri banyak bangunan-bangun yang masyarakatnya bangun bersama dengan melakukan penggabungan gaya pembangunan budaya Tiong hoa, lalu terdapat kaligrafi, dan sedikit tulisan cina. Lasem memiliki potensi besar, dari masyarakatnya sendiri yang sangat toleran, pluralis meski multikultural. Potensi ini jika digali dengan komunitas sendiri yang juga berpotensi dengan kebiasaan mereka, akhirnya dapat mengembangkan Lasem nantinya menjadi destinasi wisata budaya yang tidak kalah untuk dikunjungi.

Permasalahan Lasem adalah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, masyarakat etnis Tiong hoa hanya tersisa generasi tuanya saja. Sedangkan generasi muda memilih untuk beranjak ke kota lain dengan berbagai alasan, seperti mencari sumber penghasilan atau pekerjaan yang lebih baik. Problem ini bisa dilihat dari berbagai aspek bahwa Lasem memiliki potensi sebagai destinasi wisata budaya, namun saat ini masyarakat disana mayoritas berisi golongan manula. 

Bukan menjadi penghambat golongan manula ini, melainkan bisa bakal menjadi permasalahan di masa depan. Siapa yang akan meneruskan atau melestarikan Lasem nantinya. Berakar dari permasalahan tersebut, tahun 2015 muncul gerakan sosial bernama Kesengsem Lasem.

Kesengsem Lasem memiliki rasa peduli terhadap potensi dari Lasem sendiri akan potensi wisata budaya. Menurut Kesemsem Lasem, melestarikan cagar budaya itu penting. Kemudian gerakan sosial ini menjadi motor penggerak bagi komunitas masyarakat Lasem sendiri. Berisi teman-teman yang menyukai hal yang sama tentang budaya dan wisata, kemudian terbentuklah komunitas Kesengsem Lasem itu sendiri. Bersama merangkul, dan mengembangkan potensi wisata budaya Lasem. 

Lasem sendiri adalah pariwisata berbasis komunitas sendiri. Pertama secara ekologis Pariwisata berbasis komunitas berskala kecil dan memanfaatkan apa yang sudah dimiliki, dikemas tanpa mengurangi nilai yang sudah ada. Kedua komunitas yang terlibat, akan mengembangkan objek dan atraksi wisatanya secara kecil, jadi misal terdapat masyarakat yang ingin menyulap rumahnya sebagai museum atau hotel kemudian ia decor dan rancang sedemikian rupa agar terlihat seperti museum, namun skalanya hanya dalam rumah saja. 

Ketiga komunitas sendiri akan terlibat secara langsung dengan kegiatan pariwisata disitu, masyarakat turun tangan langsung sebagai pedagang, orang yang menyewakan rumahnya sebagai hotel, menjaga tempat ziarah di Lasem karena memang Lasem banyak tempat destinasi ziarah juga seperti makam Sunan Bonang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun