SMA negeri 1 Rantau kemarin melaksanakan rangkaian kegiatan Hari Ulang Tahun ke 59 berupa operasi semut. Tak disangka hari tersebut bertepatan juga dengan Hari Lingkungan Hidup Nasional. Â Mengarahkan sekitar 650 peserta didik dan 60 guru beserta staff tata adminitrasi sekolah semua terjun ke lingkungan masyarakat dengan dibagi beberapa titik yakni bundaran dulang, masjid Baiturahmah pasar, sekitar tugu sirang pitu, dan rangda malingkung. Pelaksanaan kegiatan tersebut di buka oleh Asisten 1 Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin, Bapak H. Zainal Abidin, S.Sos, MM.
Semangat dari melaksanakan hal ini salahsatunya adalah agar peserta didik dapat berkontribusi nyata kepada masyarakat dengan gerakan bersama. Hal ini juga menjalankan salah satu program 7 kebiasaan anak hebat yang dicanangkan oleh Bapak Kementrian Dasar dan Menengah, Bapak Abdul Mu'ti di berbagai kesempatan yakni bermasyarakat. Adapun 7 kebiasaan tersebut meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan sehat dan bergizi, bermasyarakat, dan tidur cepat.
Mengutip dari pernyataan Bapak asisten 1 bahwa permasalahan sampah ini adalah permasalahan dunia. Gerakan sekecil apapun yang kita lakukan akan dapat berdampak untuk lingkungan kita termasuk iklim. Berjuta-juta ton setiap harinya sampah di produksi. Namun apakah kelak bisa dimanfaatkan hal tersebut oleh anak didik kita yang suatu saat menjadi masyarakat aktif ? Sangat bisa, penulis beberapa kali melihat daerah yang memanfaatkan limbah sampah menjadi hal yang bermanfaat seperti pembuatan batako dari sampah, bahkan kemarin penulis melihat di Instagram Bapak Jokowi Dodo bahwa ada daerah yang berhasil memanfaatkan sampah menjadi solar untuk kebutuhan pertanian, hal ini perlu kita contoh.Â
Lembaga pendidikan  harus menjadi laboratorium solusi permasalahan yang terdapat di masyarakat. Sebagaimana ucapan tokoh pendidikan dunia, Paulo Freire bahwa jangan jadikan kelas sebagai sekat pembatas antara anak didik dengan masyarakat. Pembelajaran harus menjadi aktivitas nyata kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran bukan hanya sebagai transfer pengetahuan yang biasa disebut pembelajaran "bergaya bank" namun terinternalisasi di diri peserta didik untuk mampu mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.
Satuan pendidikan harus menjadi pioner membudayakan peduli sampah kepada peserta didiknya yang bukan hanya seremonial saja ketika hendak penilaian adiwiyata atau adipura. Penulis pernah membaca sebuah buku yang mengatakan bahwa manusia bersifat peniru. Oleh karena itu agar peserta didik dapat peduli dengan sampah, maka harus dimulai dari orang dewasa terutama orangtua dan guru. Dalam hal pendidikan stake holdernya (Dinas Pendidikan) harus juga memulai memiliki mental peduli sampah.
Mungkin kita bisa meniru tetangga sebelah yakni Singapura yang sangat konsen dengan pembiasaan peduli sampah ini. Stake holder perlu mengambil ilmu sistem yang dibuat disana sehingga dari umur anak-anak sudah terbiasa peduli sampah. Bahkan putung rokok yang terbuang di pinggir jalan saja dikenakan denda yang lumayan mahal.Â
Gerakan peduli sampah ini harus mulai menjadi perhatian bersama, karena pelaksanaannya sehari dengan beberapa titik lokasi operasi semut, sampah sudah menggunung. Mari bersama-sama mempunyai mental peduli minimal membuang sampah pada tempatnya, jika bukan kita yang menjaga alam maka siapa lagi ? Sholeh individu itu suatu yang penting namun sholeh sosial juga tak kalah pentingnya. Sebagaimana slogan ketika haul guru sekumpul kemarin yang didatangi jamaah seluruh Indonesia dan Dunia sekitar 4,1 juta orang bahwa datang bersih, pulang bersih.
SMA Negeri 1 Rantau sengaja mengawali rangkaian kegiatan ulang tahun kali ini dengan operasi semut dengan harapan membiaskan peduli terhadap hal keseharian khususnya membuang sampah pada tempatnya. Semoga kedepan dapat menciptakan mental dan budaya buang sampah di masyarakat khususnya lingkungan sekolah kita. Tanpa gerakan bersama antara masyarakat, lembaga pendidikan, dan pemerintah mustahil kita dapat mencapai tujuan tersebut.