2024 sudah berlalu, semua rangkaian cerita menjadi pengalaman. Kini memasuki 2025, cerita apa yang akan kita lalui ?Â
Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks. Sejak zaman Plato, Socrates, Aristoteles hingga sekarang, manusia selalu mencari tahu mengenai makna kehidupan? Hingga terbentuk aliran semacam  empirisme dan rasionalisme yang mempengaruhi cara berpikir berbagai aspek kehidupan terlebih dunia pendidikan. Hingga terbit pernyataan seorang filosof yang bernama Hegel bahwa hanya yang masuk akallah akan berumur panjang.Â
Selama kita masih hidup di bumi dialektika akan selalu terjadi. Salah satu fungsi dari dialektika adalah menemukan formula yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di dunia. Beberapa hari yang lalu penulis mengikuti webinar bersama Sabrang mengenai pendidikan yang kompatibel dengan zaman. Sabrang adalah seorang vocalis band Letto yang lagunya sungguh familiar bagi generasi 90 an bahkan hingga sekarang. Sabrang merupakan salah satu anak dari tokoh di Indonesia yakni Emha Ainun Najib.Â
Beliau mengatakan di awal diskusi bahwa setiap negara pasti berbeda-beda corak konsep pendidikannya. Sehingga kita sungguh keliru jika hanya mengadopsi tanpa menyesuaikan dengan kebiasaan lingukungan di suatu negara. Oleh karena itu berpikir kritis dan adaptasi menjadi tawaran dalam merawat pendidikan yang tumbuh di zaman serba cepat sekarang ini.
Menjadi seorang guru kiranya merupakan tantangan pada zaman ini. Mengapa tidak ? Bermunculannya kecerdasan buatan dan sangat mudah di akses. Bahkan hitungan detik pun semua yang kita tanyakan akan langsung terjawab. Namun penulis sependapat dengan Ibu Stella Christie yang mengatakan bahwa jangan percaya 100 % dengan AI karena ada beberapa kondisi termasuk mengarang yang hanya menyesuaikan keinginan kita tanpa ada dasar ilmiah atau kajiannya. Oleh karena itu membaca holistik menjadi hal yang tidak tergantikan sampai kapanpun.
Walaupun penulis setuju juga dengan beberapa pendapat Prof. Richardus Eko Indrajit mengenai AI bahwa teknologi diciptakan untuk mengatasi kesulitan manusia yang sungguh mempunyai keterbatasan. Jadi alangkah lebih bijaknya jika kita menggunakan kecerdasan ini posisinya hanya sebagai alat bukan sebagai sebuah kebenaran.
Hal utama yang harus dimiliki seorang guru kepada peserta didik adalah rasa percaya. Rasa percaya akan mendatangkan cinta sebagaimana sekarang ini manusia berduyun-duyun ke Kalimantan Selatan untuk melakukan haul tuan guru besar bernama Syaikh Zaini bin Abdul Ghani atau biasa disebut Guru Sekumpul. Berbagai kalangan berdatangan untuk bisa menghadiri kegiatan tersebut. Diperkirakan jutaan pasang manusia akan mengikuti kegiatan tersebut yang puncaknya adalah malam senin ( 5 Januari 2025).Â
Guru Sekumpul adalah orang yang mencintai ilmu. Sehingga di dalam manaqib (biografi) beliau, banyak memiliki guru hingga berjumlah puluhan. Hal ini bisa menjadi pelajaran kita bahwa walaupun kita sudah menjadi guru, harus tetap belajar. Jangan berhenti di zona nyaman hanya karena sudah tercapai sertifikasi, namun mindset yang harus dibangun adalah bagaimana dari sertifikasi tersebut bisa menjadikan kita seperti Tuan Guru sekumpul atau Tuan Guru lainnya. Sebagaimana ucapan Prof. Richardus Eko Indrajit bahwa berikanlah hal yang memang kita tidak mampu kepada mesin (AI), namun lakukanlah hal yang bisa kita gunakan sebagai manusia, apa itu ? Pendidikan karakter.
Berbicara pendidikan karakter yang efektif tidak ada pilihan lain yakni sebagai model atau teladan. Guru merupakan pilihan hidup bukan pilihan akhir. Jika memilih menjadi guru hanya sebagai pilihan akhir maka sepanjang tahunnya memandang aktivitas pengembangan kompetensi sebagai beban. Sabrang mengatakan bahwa Guru bukan hanya mendidik 1 anak namun merawat peradaban termasuk mendidik dirinya sendiri. Tugas seorang guru adalah memberikan opsi kepada anak didik untuk tumbuh.Â
Sabrang percaya bahwa setiap manusia yang dilahirkan ke bumi ini sudah memiliki modal dan kecendrungan bermanfaat sesuai dengan keunikan masing-masing. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW ketika ditanya beberapa sahabat mengenai amalan utama yang terbaik pasti redaksinya berbeda-beda. Jika bertemu dengan orang yang pemarah, maka beliau mengatakan amalan yang utama adalah jangan marah. Jika bertemu dengan orang yang pelit, maka beliau mengatakan amalan yang utama adalah bersedekah. Jika bertemu dengan orang yang malas belajar, maka amalan utamanya adalah mencari ilmu dan lainnya. Seyogyanya guru pun begitu, mengetahui latar belakang setiap anak didiknya sesuai dengan yang dibutuhkan (bermakna).
Mengawali tahun penulis mencoba untuk merayakan diri sendiri atas apresiasi dari stake holder berupa piagam penghargaan atas produktivitas menulis (buku) karya literasi Guru Pendidikan Agama Islam tahun 2024 yang ditanda tangani Kepala Kemenag Kabupaten Tapin, Bapak Najwan Noor dan Kepala Kemenag Provinsi Kalimantan Selatan , Bapak Dr. Drs. H. Muhammad Tambrin, M.MPd. Terimakasih banyak atas perhatian perjuangan kecil kami untuk menumbuhkan jiwa literasi terutama kepada Bapak Mahyudi Noor dan Ibu Fahrina Hayati yang tidak jemu-jemunya memfasilitasi kami sebagai guru.
Ini sesuai yang diimpikan oleh Sabrang dan kita semua bahwa jika ingin pendidikan baik maka junjunglah tiga hal berikut ini bersama dengan penyelenggara pemerintahannya yakni Kejujuran, Meritokrasi, dan Pragmatis. Kejujuran, Kita harus mau mengakui segala kelebihan kita maupun kekurangan. Jangan kecewa ketika kita diperlihatkan kekurangan, justru itu sebagai pupuk untuk menjadikan diri lebih baik dengan meningkatkan kekurangan tersebut. Jangan malu untuk selalu muhasabah atau instropeksi diri. Jika kita gengsi kita tidak akan dapat beradaptasi.
Meritrokrasi, berupaya untuk memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menduduki jabatan atau posisi tertentu berdasarkan prestasi dan kompetensi bukan kekayaan atau kelas sosial. Serta pragmatis,meletakkan sesuatu pada tempatnya walaupun hal itu bukan dari keluarga kita atau kolega. Meritokrasi dan pragmatis memiliki irisan yang sangat signifikan jika ingin menciptakan peradaban yang beradab.
Setiap penghargaan yang kita terima idealnya harus menjadikan kita istiqomah. Istiqomah dalam hal selalu mengembangkan diri dan berdampak kepada peserta didik. Semoga penghargaan yang penulis terima dapat menjadi sumber keteladanan akan pentingnya literasi ditengah gempuran tsunami informasi dan AI (kecerdasan buatan). Jangan menunggu perlombaan atau penghargaan terlebih dahulu untuk bergerak bermanfaat. Bergerak dan bermanfaat terlebih dahulu lalu penghargaan menjadi bonusnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H