Penulis sore hari ini akan menulis mengenai kegiatan PB PGRI yang berjudul Menjadi Guru Profesional, Berprestasi, dan Berdedikasi. Sebagian guru berpendapat bahwa menulis adalah kegiatan yang sulit. Diantara kesulitannya adalah merangkai kata demi kata untuk menjadi kalimat. Kali ini penulis akan membuktikan bahwa semua hal dapat ditulis, apalagi terkait profesi guru. Seperti kata Om Jay bahwa barangsiapa yang rabun membaca, ia akan lumpuh menulis. Oleh karena itu langkah utama mudah yang perlu dilakukan untuk guru menjadi penulis adalah banyak membaca.
Kegiatan kali ini diisi oleh narasumber dari Sekjend PB PGRI, Bapak Dudung Abdul Qadir, M.Pd dan Bapak Dr. Wijaya Kusuma, M.Pd selaku sekjend IGTIK. Kebetulan melalui dunia menulis, penulis dapat kenal dengan Dr. Wijaya Kusuma M.Pd atau biasa di panggil dengan Om Jay dan sering berbagi ilmu terkait dunia keguruan khususnya menulis di whatshapp.
Bapak Dudung Abdul Qadir, M.Pd mengawali persentasinya dengan menyebutkan 2 tokoh inspirasi guru yakni Mathama Gandhi dan Ki Hajar Dewantara. Menurut tokoh inspirasi tersebut hakikat menjadi guru profesional adalah siap untuk menjadi contoh atau teladan dan mampu mempengaruhi orang banyak ,dalam hal ini adalah peserta didik. Profesi guru merupakan sebuah pilihan yang harus dijalankan dengan cinta dan kasih sayang. Namun kebanyakan guru sekarang sudah profesional walalupun masih dalam tataran administratif.Ini lah yang perlu ditingkatkan untuk menjadi guru yang profesional secara hakikat.
Menurut Mathama Gandi ciri guru profesional itu ada 3 yakni ;
- Beramah tamah dalam tutur kata dan keyakinan. Hal ini mengharuskan guru mempunyai komunikasi yang baik dan efektif. Mengenai keyakinan ia harus bangga menjalani profesinya dengan sepenuh hati walaupun penuh tantangan. Keyakinan menjadi pembelajar sepanjang hayat harus dimiliki oleh guru profesional.
- Beramah tamah dalam berpikir/bernalar dalam mewujudkan kedamaian. Pada bagian ini huznuzon kepada peserta didik dan orangtua harus dikedepankan. Tentunya guru sekarang tidak boleh melabeli anak tanpa mengetahui latar belakang peserta didik tersebut. Oleh karena ini data informasi akurat harus dimiliki oleh guru untuk menentukan proses pembelajaran yang cocok bagi peserta didik tersebut.
- Beramah tamah dalam memberi. Guru tidak boleh pelit ilmu. Ketika ada sedikit informasi ilmu yang didapatkan maka bagikan saja ke sekelilingnya. Sehingga ia hidup dalam kerangka bermanfaat serta bermakna untuk orang lain.
Guru profesional harus selalu mengingat dan ahli dalam tugas wajibnya seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi. Hal ini harus dilengkapi juga dengan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kolaboratif, inspiratif, kreatif, dan inovatif. Tentu jika guru tidak basah maka mustahil peserta didik akan berkualitas. Diksi basah ini tercetus oleh OmJay, apakah basah itu ? Belajar Sepanjang hayat.
Banyak hal ternyata yang harus ditingkatkan oleh guru. Sehingga kalau dia sering berefleksi maka tidak sempat lagi untuk membuang waktunya dengan sia-sia seperti menggosip dan sebagainya. Mari fokus kepada kekurangan dirinya masing-masing. Dengan mengikuti berbagai pelatihan atau web binar harapannya dapat meningkatkan kekurangan kita. Namun seperti kata OmJay, kita jangan fokus hanya berburu sertifikat tetapi yang lebih mulia adalah burulah ilmunya dan langsung praktekan di satuan pendidikan khususnya di kelas-kelasnya. Mau tidak mau guru harus siap untuk menghadapi segala perubahan yang sangat cepat ini.
Om Jay berkata bahwa metode pengajar yang inovatif itu ada dua yakni ;
- Menggunakan teknologi : Guru harus mulai belajar memanfaatkan berbagai teknologi sebagai "alat bantu" untuk menunjang proses pembelajarannya seperti penggunaan AI (Artifial Intellegence) agar tak tertinggal dengan peserta didiknya.
- Pembelajaran berbasis proyek : Guru harus meningkatkan keterlibatan siswa dalam setiap materi yang diajarkannya dan tentunya memberikan tugas yang relevan dan menantang. Jangan pisahkan dunia keseharian peserta didik dengan materi yang tak relevan yang hanya sebatas sampai tembok kelas saja.
Guru juga harus mempunyai keterampilan membangun hubungan baik dengan siswa maupun orangtua. Dimulai dengan mempunyai rasa empati dan keterampilan komunikasi yang baik. Oleh karena itu jika dirasa guru kurang dalam hal komunikasi maka segeralah cari pelatihan public speaking untuk menunjang pembelajaran. Lalu setelah itu perlunya guru sekarang melakukan pendekatan individual, hal ini sudah penulis bahas di artikel kemarin yang berjudul " Deep Learning Solusi Lama dengan Pendekatan Baru untuk Pendidikan Masa Depan".
Sebagai guru yang berdedikasi dan komitmen bersiap untuk menghabiskan waktu atau usaha ekstra untuk mendukung siswa. Seperti hari ini waktu liburan digunakan untuk belajar, hal ini adalah menandakan dedikasi yang tinggi dan kuat komitmen. Walaupun kita juga harus seimbang dalam mengatur prioritas antara dunia kerja dan dunia rumah. Sisihkanlah sebagian kecil waktu kita untuk meningkatkan kompetensi sebagai guru, jangan sampai tugas kitahanya mengajar namun melupakan arti belajar.
Puncak dari guru profesional adalah menginspirasi siswa. Sedangkan prestasi dirinya merupakan bonus. Penulis jadi teringat tulisan teman, Bapak Zahhir Anwari mengenai prestasi beberapa waktu yang lalu mengenai prestasi sebagai berikut.