Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru Inspiratif Era Kurikulum Merdeka (2024) |Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Pengimbasan di Tapin: Mengurai Semangat dan Tantangan Guru di Tengah Miskonsepsi

12 November 2024   20:10 Diperbarui: 12 November 2024   20:18 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis bersama kawan fasilitator daerah utusan BPMP (Balai Penjaminan Mutu Pendidikan) Provinsi Kalimantan Selatan hari ini telah usai melaksanakan pengimbasan kepada 120 sekolah di Kabupaten Tapin. Sekolah tersebut bermacam-macam jenjang seperti TK,SD, SMP, SLB, SMA,SMK,dan PKBM. Kegiatan tersebut terlaksana dari hari Senin, 11 November hingga 12 November 2024 di Aula SMA Negeri 1 Rantau. Kegiatan ini juga difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tapin yang langsung dibuka oleh Ibu Kepala Dinas Ibu Ernawati,S.Pd, MM.

Pribadi
Pribadi

Pribadi
Pribadi

Banyak hal yang penulis dapatkan pada pelatihan ini walaupun posisinya sebagai narasumber. Diantaranya adalah semangat dari peserta pelatihan dalam mengikuti kegiatan ini walaupun ada yang posisi sekolah sekaligus rumahnya sangat jauh dari kota Rantau seperti Kaladan, Margasari, Bagak, Batu Hapu, dan sebagainya. Gambaran wilayah yang kami imbaskan sangat bervariasi baik dari pegunungan, sungai, maupun daratan kota. 

Pribadi
Pribadi


Semangat lainnya adalah tepat waktu peserta yang sangat jauh tersebut. Hal ini menandakan bahwa komitmen peserta tak perlu diragukan lagi. Hingga ada penulis melihat terlintas video di aplikasi tik tok mengatakan bahwa profesi yang paling tulus adalah guru. Semoga ketulusan tersebut dalam mendidik siswa memang kita miliki sebagai guru. 

Ujung tombak dari segala kebijakan pasti bermuara kepada guru. Oleh karena itu banyak peserta yang meminta bahwa kegiatan seperti ini harus sering dilakukan dan penulis sependapat. Mengapa ? Agar tidak menjadi banyak miskonsepsi terkait regulasi kebijakan. Banyak penulis temui di kegiatan kali ini miskonsepsi yang sangat jauh dari keinginan dari pemangku kebijakan pusat seperti kurikulum merdeka ribet administrasi, polemik kewajiban setiap siswa harus selalu naik kelas, managemen kelas terhadap anak yang sangat aktif, dan kebingungan mengaplikasikan pembelajaran differensiasi serta wacana kurikulum merdeka ditiadakan. Pada kegiatan kali ini semua miskonsepsi tersebut terbantahkan.

Ternyata para peserta memiliki persepsi miskonsepsi tersebut karena banyaknya tayangan dari media sosial yang membanjiri layar kacanya sehingga menjadi keyakinan. Ditambah lagi kurang pahamnya sebagian oknum dinas pendidikan atau kepala sekolah mengenai kurikulum merdeka yang seakan-akan memaksa seperti tidak boleh tidak menaikan anak, administrasi harus seperti dulu, padahal hal itu dibantah sendiri oleh BPMP yakni ibu Rini Fitriani pada saat pelatihan di hotel QIN Banjarbaru. Oleh karena itu ini merupakan tantangan kementrian dan BPMP untuk mengimbangi opini miring terkait kurikulum merdeka di dunia media sosial.

Penulis pun selalu melakukan assemen awal terkait literasi para guru berupa pertanyaan ringan seperti " Apakah bapak atau ibu guru disini sudah membaca 20 buku dalam sebulan?". Ternyata tidak ada satu pun guru membaca buku terkait profesi diatas 20 buku dalam sebulan. Paling banyak 1 hingga 3 buku. Padahal kita mengetahui kurikulum merdeka ini sebenarnya dirancang bagi guru yang mempunyai literasi yang aktif sehingga dapat merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan sifat kontekstual. Bagaimana guru dapat menerapkan hal itu jika hanya copy paste namun tidak memahami maknanya? Oleh karena itu ini menjadi refleksi bersama untuk menjadikan pendidikan bermutu untuk semua seperti tagline Menteri Dasar dan Menengah Prof Bapak Abdul Mu'ti.

Pembelajaran differensiasi pun menghendaki juga kreativitas dari seorang guru itu muncul untuk memfasilitasi setiap keunikan dari peserta didik. Namun, kembali lagi jika guru tersebut memiliki literasi yang rendah maka akan selalu muncul hambatan maupun miskonsepsi dari kebijakan tersebut. Oleh karena itu mari kita mulai berliterasi dengan minimal membaca 1 halaman buku perhari. Sebagaimana butterfly effect bahwa perubahan kecil yang kita lakukan akan membawa dampak yang besar.

Penulis sungguh mendukung pemerintah jika kesejahteraan guru harus menjadi prioritas ditengah naiknya segala bahan makanan maupun barang. Namun yang perlu kita prioritaskan sebagai guru sebagaimana ucapan Prof Bapak Abdul Mu'ti mengatakan bahwa naiknya kesejahteraan harus berkorelasi dengan kualitas pembelajaran. Jangan sampai naiknya kesejahteraan malah meninggikan kredit maupun gaya hidup hedon.

Penulis selalu mengatakan bahwa segala metode pembelajaran atau hal-hal yang baru itu perlu kita lakukan, jangan hanya sebatas sampai pintu pelatihan setelah itu kembali ke setelan awal. Karena namanya guru itu adalah ia yang selalu belajar,disamping tugasnya pun mengajar. Jika ada guru yang tidak mau belajar, menurut influencer pendidikan Alfian Bahri mending tidak usah menjadi guru. Apapun kurikulumnya jangan lupa membaca secara holistik terkait kebijakannya dan diterapkan secara bertahap di ruang kelas.

Pada kesempatan kali ini juga disinggung mengenai P5 dan kombel oleh fasilitator lainnya. Penjelasannya sungguh hidup karena fasilitator tersebut bukan hanya berbicara namun melakukan disatuan pendidikan. Sehingga keluhan hambatan dari peserta dapat terjawabkan menjadi solusi.

Penulis pun mendapatkan pelajaran lainnya seperti pentingnya kolaborasi. Pada kali ini setiap fasilitator memiliki jenjang yang berbeda dengan latar belakang bermacam-macam, pikiran dan kebiasaan yang berbeda. Namun karena acara ini, menyatukan potensi berbeda-beda kami menjadi satu-kesatuan demi suksesnya kegiatan pengimbasan. Hal ini lah yang harus dibudayakan baik antar guru maupun dinasnya. Dinas harus mencontoh bapak Ignatius Jonan yang turun kelapangan mencari akar masalah mengapa orang ketika naik kereta banyak yang berduyun-duyun ke atapnya? Ternyata testimoni beliau ketika menjadi menteri ,merasakan sendiri panasnya didalam kereta, maka wajar saja banyak yang duduk diatas walaupun resiko kematian cukup tinggi. Sehingga beliau membuat kebijakan yang sungguh luarbiasa, memasang semua kereta api hingga sekarang dengan AC, akhirnya tidak ada  yang naik atap kereta api lagi.

Begitu pula dinas pendidikan, harus turun kelapangan , temui guru, rasakan atmosfer keluhannya sehingga dalam membuat program tepat sasaran bukan hanya untuk menghabiskan anggaran harapan kita. Temani guru, bimbing guru, jadi teladan yang baik untuk guru seperti menunjung tinggi asas profesionalitas, transparansi, maupun kejujuran dan lainnya. Layani guru dengan sangat baik, jangan sampai hanya sampai di slogan saja bahwa guru adalah pahlawan tanpa jasa, guru adalah profesi mulia, dan semacamnya.

Pribadi
Pribadi
Pribadi
Pribadi

Menurut pengamatan penulis,pada dasarnya peserta haus akan ilmu yang diberikan terutama yang bersifat esensi bukan hanya bersifat teknis. Oleh karena itu penulis setuju lagi dengan ucapan bapak Prof Abdul Mu'ti yang mengatakan langkah awal kebijakan itu harus bermuara pada mindset seorang guru itu. Penulis mencoba menafsiri, terlebih orang atau organisasi yang mengurusi guru harus berpusat pada guru terlebih dahulu bukan untuk kesenangan dan kepentingan kelompoknya. Tentunya orientasi berpusat pada guru harus memiliki diantaranya ketulusan dan pelayanan prima. Jadikan setiap yang terkait dengan guru itu sebagai sumber bahagia, sumber kegembiraan.

Jika guru sudah gembira maka peserta didik pun akan merasakan hal yang serupa. Banyak hal sebenarnya yang ingin penuliskan disini, namun karena keterbatasan waktu penulis akhiri sampai disini saja. Intinya kami berterimakasih kepada seluruh peserta yang sangat antusias mengikuti kegiatan ini dan ini membuat penulis terharu. Kami juga berterimakasih juga kepada dinas pendidikan Kabupaten Tapin yang sudah memberikan perhatian berupa konsumsi peserta, banner, dan beberapa dana untuk kebersihan, reward, dan dokumentasi. Semoga kerjasama ini kedepannya lebih baik dan lebih ditingkatkan lagi untuk kemajuan pendidikan Kabupaten Tapin lebih bermutu.

Semangat selalu untuk peserta karena setelah pelatihan ini mereka akan mengimbaskan ke sekolahnya masing-masing. Semoga tidak ada hambatan, ingat selalu makna butterfly effect. Jangan pernah malu untuk berbuat apalagi demi perbaikan dunia pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun