Pembelajaran differensiasi pun menghendaki juga kreativitas dari seorang guru itu muncul untuk memfasilitasi setiap keunikan dari peserta didik. Namun, kembali lagi jika guru tersebut memiliki literasi yang rendah maka akan selalu muncul hambatan maupun miskonsepsi dari kebijakan tersebut. Oleh karena itu mari kita mulai berliterasi dengan minimal membaca 1 halaman buku perhari. Sebagaimana butterfly effect bahwa perubahan kecil yang kita lakukan akan membawa dampak yang besar.
Penulis sungguh mendukung pemerintah jika kesejahteraan guru harus menjadi prioritas ditengah naiknya segala bahan makanan maupun barang. Namun yang perlu kita prioritaskan sebagai guru sebagaimana ucapan Prof Bapak Abdul Mu'ti mengatakan bahwa naiknya kesejahteraan harus berkorelasi dengan kualitas pembelajaran. Jangan sampai naiknya kesejahteraan malah meninggikan kredit maupun gaya hidup hedon.
Penulis selalu mengatakan bahwa segala metode pembelajaran atau hal-hal yang baru itu perlu kita lakukan, jangan hanya sebatas sampai pintu pelatihan setelah itu kembali ke setelan awal. Karena namanya guru itu adalah ia yang selalu belajar,disamping tugasnya pun mengajar. Jika ada guru yang tidak mau belajar, menurut influencer pendidikan Alfian Bahri mending tidak usah menjadi guru. Apapun kurikulumnya jangan lupa membaca secara holistik terkait kebijakannya dan diterapkan secara bertahap di ruang kelas.
Pada kesempatan kali ini juga disinggung mengenai P5 dan kombel oleh fasilitator lainnya. Penjelasannya sungguh hidup karena fasilitator tersebut bukan hanya berbicara namun melakukan disatuan pendidikan. Sehingga keluhan hambatan dari peserta dapat terjawabkan menjadi solusi.
Penulis pun mendapatkan pelajaran lainnya seperti pentingnya kolaborasi. Pada kali ini setiap fasilitator memiliki jenjang yang berbeda dengan latar belakang bermacam-macam, pikiran dan kebiasaan yang berbeda. Namun karena acara ini, menyatukan potensi berbeda-beda kami menjadi satu-kesatuan demi suksesnya kegiatan pengimbasan. Hal ini lah yang harus dibudayakan baik antar guru maupun dinasnya. Dinas harus mencontoh bapak Ignatius Jonan yang turun kelapangan mencari akar masalah mengapa orang ketika naik kereta banyak yang berduyun-duyun ke atapnya? Ternyata testimoni beliau ketika menjadi menteri ,merasakan sendiri panasnya didalam kereta, maka wajar saja banyak yang duduk diatas walaupun resiko kematian cukup tinggi. Sehingga beliau membuat kebijakan yang sungguh luarbiasa, memasang semua kereta api hingga sekarang dengan AC, akhirnya tidak ada  yang naik atap kereta api lagi.
Begitu pula dinas pendidikan, harus turun kelapangan , temui guru, rasakan atmosfer keluhannya sehingga dalam membuat program tepat sasaran bukan hanya untuk menghabiskan anggaran harapan kita. Temani guru, bimbing guru, jadi teladan yang baik untuk guru seperti menunjung tinggi asas profesionalitas, transparansi, maupun kejujuran dan lainnya. Layani guru dengan sangat baik, jangan sampai hanya sampai di slogan saja bahwa guru adalah pahlawan tanpa jasa, guru adalah profesi mulia, dan semacamnya.
Menurut pengamatan penulis,pada dasarnya peserta haus akan ilmu yang diberikan terutama yang bersifat esensi bukan hanya bersifat teknis. Oleh karena itu penulis setuju lagi dengan ucapan bapak Prof Abdul Mu'ti yang mengatakan langkah awal kebijakan itu harus bermuara pada mindset seorang guru itu. Penulis mencoba menafsiri, terlebih orang atau organisasi yang mengurusi guru harus berpusat pada guru terlebih dahulu bukan untuk kesenangan dan kepentingan kelompoknya. Tentunya orientasi berpusat pada guru harus memiliki diantaranya ketulusan dan pelayanan prima. Jadikan setiap yang terkait dengan guru itu sebagai sumber bahagia, sumber kegembiraan.
Jika guru sudah gembira maka peserta didik pun akan merasakan hal yang serupa. Banyak hal sebenarnya yang ingin penuliskan disini, namun karena keterbatasan waktu penulis akhiri sampai disini saja. Intinya kami berterimakasih kepada seluruh peserta yang sangat antusias mengikuti kegiatan ini dan ini membuat penulis terharu. Kami juga berterimakasih juga kepada dinas pendidikan Kabupaten Tapin yang sudah memberikan perhatian berupa konsumsi peserta, banner, dan beberapa dana untuk kebersihan, reward, dan dokumentasi. Semoga kerjasama ini kedepannya lebih baik dan lebih ditingkatkan lagi untuk kemajuan pendidikan Kabupaten Tapin lebih bermutu.
Semangat selalu untuk peserta karena setelah pelatihan ini mereka akan mengimbaskan ke sekolahnya masing-masing. Semoga tidak ada hambatan, ingat selalu makna butterfly effect. Jangan pernah malu untuk berbuat apalagi demi perbaikan dunia pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H