Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengurai Miskonsepsi dan Inspirasi mengenai Pembelajaran Differensiasi

31 Oktober 2024   06:32 Diperbarui: 31 Oktober 2024   06:43 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin adalah kali ketiga penulis menjadi narasumber mengenai serba-serbi kurikulum merdeka. Penulis diminta untuk membahas mengenai pembelajaran berdifferensiasi. 

Namun sewaktu di awal, penulis menekankan bahwa hal ini bukan niat untuk menggurui namun sebagai sarana saling belajar bersama. Penulis menjadi narasumber di SMA Negeri 1 Rantau yang sekaligus menjadi tempat pengabdian dan mencari rezeki.

Mengapa IHT (In House Training) mengenai pembelajaran berdifferensiasi ini diadakan ? Mengaca kepada hasil rapot pendidikan SMA Negeri 1 Rantau tahun 2022 maupun 2023 pada aspek metode pembelajaran perlu dibenahi. Penulis sangat setuju dengan adanya rapot pendidikan ini sebagai bentuk evaluasi bersama. 

Ada isu gembar gembor Ujian Nasional saat ini banyak yang setuju memberlakukannya lagi. Penulis juga setuju mengenai Ujian Nasional diadakan lagi dengan syarat bahwa bukan sebagai penentu kelulusan namun sebagai alat evaluasi pendidikan yang terukur skala nasional. Hal ini selaras dengan penyataan dari salah satu pakar pendidikan di Indonesia Ki Darmaningtyas. Beliau pun menambahkan bahwa sebagai alat evaluasi pendidikan sangat bagus, apalagi yang diuji bukan sample namun seluruh populasi peserta didik yang ditentukan jenjangnya seperti di kelas 4 atau 5 SD,  kelas 2 SMP sederajat, atau 2 SMA/SMK sederajat.

Pada kali ini sebagaimana pernyataan Bapak Menteri Dasar dan Menengah 2024 Prof Abdul Mu'ti yang penulis kulik dari setiap podcast beliau pada tahun sebelumnya bahwa fokus beliau yang utama adalah mengubah mindset para guru. 

Sangat mustahil melakukan perubahan yang efektif jika mindset guru itu sendiri tidak berubah kepada lebih baik. Oleh karena itu pada saat penulis menonton catatan demokrasi di salah satu TV swasta yang menghadirkan beliau, ia berkata bahwa tidak terburu buru dalam mengambil kebijakan dan keputusan dengan memperhatikan segala aspirasi dari masyarakat. Minggu depan pun beliau memanggil seluruh kepala dinas pendidikan untuk menyamakan persepsi.

Lalu timbul pertanyaan, dengan bergantinya menteri apakah pembelajaran differensiasi akan ditiadakan? Menurut hemat penulis , pembelajaran differensiasi ini tidak akan dihilangkan dengan apapun kebijakan kurikulum tersebut, mengapa ? Karena menurut Ibu Romlah, salah satu instruktur di BPMP (Balai Penjaminan Mutu Pendidikan) Provinsi Kalimantan Selatan pembelajaran differensiasi merupakan pendekatan yang berpusat pada peserta didik, bukankah itu yang diperjuangkan dari kurikulum KTSP, KBK, maupun K13?

Penulis membuka dengan sebuah video pendek yang penulis dapatkan di suatu buku, video tersebut berjudul " The Everlasting Teacher". Banyak guru yang antusias melihat video tersebut bahkan ketika video tersebut berakhir banyak air mata yang berserakan diruangan IHT. 

Penulis pun memberikan kesempatan kepada salah satu guru untuk memberikan tanggapan bahwa hal yang menjadi kunci utama dalam mendidik adalah menjadi guru inspiratif. Bagaimana agar dapat menjadi guru inspiratif? Salah satu caranya adalah dengan memahami latar belakang peserta didik.

Setelah itu penulis menampilkan suatu penyataan mengenai pembelajaran differensiasi yang harus dijawab seluruh guru, jika benar maka tepuk tangan, jika salah maka hentakan kaki. Ketika penulis menampilkan pernyataan bahwa "pembagian peserta didik kedalam gaya belajar visual, audiotori, dan kinestetik perlu dilakukan sebagai salah satu bentuk pembelajaran terdifferensiasi". Sontak hampir seluruh guru bertepuk tangan. Setelah itu penulis menampilkan slide berikutnya yang merupakan penjelasan berisi bahwa "tidak, pembelajaran differensiasi tidak perlu dilakukan melalui pembagian gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik". Seluruh guru pun tertawa karena selama ini ternyata mengalami miskonsepsi.

Penulis pun menggunakan K-W-L Chart untuk mengidentifikasi pemahaman awal guru mengenai differensiasi. Setelah K-W-L Chart penulis lontarkan, ada beberapa guru yang ingin mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan serta trik jitu agar pembelajaran differensiasi itu efektif? Bagaimana teknis dalam mencantumkan differensiasi di RPP atau modul ajar?

Berangkat dari 2 pernyataan besar tersebut penulis memulai dengan menampilkan video yang penulis ambil dari PMM (Platform Merdeka Mengajar) mengenai differensiasi. Pendapat penulis PMM ini sangat berguna untuk menambah wawasan guru yang ingin meningkatkan kompetensinya. 

Namun penulis kurang setuju jika PMM ini dijadikan sebagai pengelolaan kinerja jika di setiap daerah pun membuat aplikasi yang serupa. Sehingga pekerjaan guru hanya berkutat kepada hal yang administratif. 

Saran penulis kedepannya jika ingin ada pengeloaan kinerja maka salah satunya harus dihapus. Testimoni penulis mengenai PMM pengelolaan kinerja sebenarnya sangat simple dalam mengisinya, hanya tinggal klik saja. Hal ini menandakan sebenarnya ada upaya dari pemerintah pusat untuk menyederhanakan pelaporan.

Setelah video tersebut diputar, guru mulai mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai pentingnya menghadirkan pembelajaran yang bermakna dan mengenai kebutuhan peserta didik serta pemahaman awal peserta didik. 

Lalu salah satu guru pun bertanya, apakah dalam mengetahui pemahaman awal peserta didik ini untuk 1 mapel saja atau seluruh mapel? Penulis menjawab setiap mata pelajaran berhak untuk dilakukan assesmen awal atau biasa disebut dengan assemen diagnostik.

 Lalu dari hasil pemetaan tersebut guru dapat memilih differensiasi baik konten, proses, atau produk. Strategi yang penulis lakukan biasanya adalah menggunakan backward design. 

Apakah backward design ? Backward design adalah pendekatan perencanaan pelajaran yang dimulai dengan menentukan hasil akhir yang diingikan terlebih dahulu sebelum merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian. Adapun skemanya adalah sebagai berikut;

1.Tujuan Pembelajaran yang ditetapkan 

2.Assesmen Awal

3.Identifikasi hasil yang diingikan

Hal yang mudah untuk pada skema ini adalah dengan pertanyaan kepada diri guru "Aku ingin murid tahu/bisa/ mampu/paham apa setelah proyek ini selesai?

4.Menentukan bukti dan assemen

Pertanyaan untuk mengeksekusi skema ini adalah " Apa yang harus murid lakukan/ciptakan untuk menunjukkan bahwa ia sudah mencapai hasil akhir yang diinginkan ?

5. Merencanakan tahapan kegiatan pembelajaran 

Pertanyaan untuk skema ini adalah " Bagaimana caraku mengarahkan dan memandu murid merancang mengerjakan dan menilai proyeknya? 

Penulis pun menutup kegiatan kali ini dengan menyatakan setiap pendekatan, metode, strategi, dan lainnya mungkin bisa efektif digunakan di kelas A namun di kelas B tidak efektif, itulah gunanya guru selalu berefleksi dan belajar. Differesiansi ini pun pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, kekurangannya yang umum kita dengar adalah terkait waktu, biaya, dan kondisi. 

Namun itu semua bukan alasan untuk tidak menghadirkan pembelajaran yang bermakna dikelas. Tugas guru adalah untuk selalu gembira dalam mengajar dengan berupaya mengenal potensi setiap peserta didik.

Pribadi
Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun