Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Renungan Hingga Tulisan: Perjalanan Seorang Guru dalam Mengelola Jiwa dan Kreativitas

14 Agustus 2024   09:30 Diperbarui: 14 Agustus 2024   09:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lama tak bersua di dunia kompasiana karena berbagai kesibukan dunia sekolah yang semakin hari semakin membuat penulis merasa tertantang hingga akhirnya memperbanyak renungan. Ternyata mendidik tidak semudah yang terlihat. 

Butuh komitmen dan konsisten yang tinggi dalam menjalankannya. Mendidik bukan hanya terkait kuantitas namun bagaimana menyemai kualitas. 

Mendidik bukan hanya terkait finansial namun kita tak memungkiri akan pentingnya faktor finansial yang mempengaruhi mindset serta gerak langkah kita untuk menjalani profesi ini.

Banyak hal ternyata yang masih menjadi PR bagi penulis dalam hal meningkatkan 4 kompetensi (kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional) dalam mendidik. 

Walaupun sudah melalui PPG (Pendidikan Profesi Guru) namun dilapangan tidak semudah membalikan telapak tangan dalam mengaplikasikan kompetensi yang disebutkan. 

Penulis teringat akan perkataan Bapak Sugiannor ketika MGMP gabungan antar kabupaten seminggu silam bahwa tugas kita adalah berusaha untuk mendidik secara maksimal, urusan memberi hidayah kepada murid adalah Allah. 

Kalimat tersebut bak minuman yang menyegarkan tenggorokan dikala sedang haus, kalimat tersebut menjadi obat ketenangan ditengah ramainya  pergolakan batin dan pikiran. 

Apakah kita mendoakan murid kita ketika setiap langkah kaki keluar dari rumah untuk menuju sekolah ?  Pertanyaan ini sontak membuat diri penulis kaget, karena hampir mayoritas waktu terkadang penulis sibuk dengan memberikan label, stigma, cap stempel negatif kepada murid. 

Padahal penulis pernah membaca buku bahwa pohon yang selalu dikeluarkan kata-kata negatif akan cepat layu hingga akhirnya mati, apalagi murid yang selalu berulang-ulang dalam pikiran kita diberikan stigma negatif bahkan diucapkan kepadanya maka jiwanya akan jauh dari kecendrungan berbuat baik. Mungkin inilah definisi kesabaran setipis tisu. Bukankah Allah sesuai prasangka hambanya. Astagfirullah.

Memiliki hati seluas samudra memang seyogyanya harus dimiliki oleh seorang guru. Ternyata terkadang masalah lahir dari hati kita yang lelah. Sehingga didalam buku berjudul Terapi Psikologis karya dari dr. Adil Shadiq mengatakan bahwa akan pentingnya kita perlu untuk beristirahat yang cukup agar dapat mengontrol diri dengan baik. 

Tentunya memiliki hati seluas samudra itu tak lepas dari proses latihan sepanjang hayat. Disamping latihan yang dibutuhkan adalahmemiliki ilmu dalam mengelola jiwa. Salah satu cara mendapatkan ilmu mengelola jiwa adalah dengan memperbanyak membaca buku self improvement. 

Buku self improvement adalah bacaan yang membahas tentang pengembangan diri, motivasi, dan kesuksesan terutama yang berhubungan dengan sukses sosial termasuk sukses mendidik murid. 

Trial dan error dalam mengaplikasikan teori didalam kehidupan adalah hal yang wajar. Namun yang paling penting dari hal tersebut. kita sudah mencoba bahkan berusaha totalitas untuk menjadi pribadi yang terbaik. Terkadang penulis lebih sibuk menilai, menghakimi, mencari kesalahan orang lain ketimbang sibuk untuk melihat kekurangan diri sendiri untuk ditingkatkan.  

Padahal penulis mengetahui yang namanya manusia pasti tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis pernah mendengar dari Gus Baha bahwa tips dalam hubungan sosial yang sehat sebagaimana Q.S Ali Imran :134 bahwa harus mempunyai keterampilan menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.

Sibukkan dengan kekurangan diri maka kita akan tenang dan bahagia. Menulis adalah salah satu cara untuk mengingatkan kita akan kekurangan diri. Kebanyakan yang penulis temui banyak guru yang kesulitan untuk transfer tutur kedalam tulisan hingga membuahkan karya tulisan dalam hidupnya. 

Padahal kegiatan menulis adalah kegiatan yang tak asing bagi dunia sekolah, mengapa kita mengajar hingga 10 tahun, 20 tahun, bahkan 30 tahun pengabdian sebagian tidak ada satupun karya tulisan ? 

Bukankah para guru inspirasi bangsa kita seperti Soekarno, Hatta, Hamka, Syahrir, Agus Salim, dan lain-lainmnya  ditengah kesibukan tidak melupakan menulis? Karena keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru sejati adalah rakus membaca dan haus menulis bukan sekedar mengajar menyuruh murid untuk menyalin dari buku paket dan hanya menjawab soal-soal LKS tanpa penguatan.

Penulis kemarin kedatangan 2 buah buku dari Prof. Dr. Ngainun Naim yang salah satunya berjudul Proses Kreatif Penulisan Akademik. Penulis sungguh kagum dengan tulisan beliau karena sangat renyah hingga tidak terasa sudah hampir habis membaca bukunya. Penulis sungguh ingin belajar cara menulis ala beliau. Diantara saran yang disampaikan dalam buku tersebut adalah gunakan metode free writing dan ngemil.

  • Free writing adalah latihan menulis bebas tanpa terlebih dahulu memperhatikan kesalahan atau kaidah. Elbowdan dan Goldberg mengatakan " Menulis bebas ini sederhana, semacam disiplin kecil untuk tiap hari menulis tanpa henti selama 10 menit. Bukan untuk menghasilkan tulisan bagus tetapi sekedar menulis tanpa prosedur sensor dan editing. Satu-satunya aturan adalah jangan berhenti menulis." Seperti artikel kali ini penulis menggunakan metode free writing, ternyata sungguh menyenangkan dan tidak menengangkan. Hal yang dituliskan mengikuti pikiran yang mengalir.
  • Ngemil adalah menulis sedikit demi sedikit hingga akhirnya tanpa terasa sebuah tulisan selesai dikerjakan sebagaimana ketika memakan keripik yang dilakukan sedikit demi sedikit hingga akhirnya tak terasa habis. Penulis pun melakukan hal ini dalam keseharian dengan biasanya mencatat di noted handphone atau di whatshapp grup yang anggotanya seorang saja. Hal-hal unik, kegelisahan, dan kata-kata inspirasi yang dilalui pada detik itu dicatat didalamnya.  Sehingga ketika ada waktu senggang, hanya mencopas atau mengembangkannya di word. Penulis termasuk yang menggunakan hal ini dalam menulis hingga sekarang tak terasa mempunyai 4 buku solo dan 3 buku antologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun