Hari ini dimulai kopdar KBMN (Kelas Belajar Menulis Nusantara) ke-3 di Bandung. Hingar bingarnya sudah tercium mulai beberapa bulan sebelum kegiatan terlaksana. Penulis sendiri tahun lalu mengikuti KBMN ke-2 di Yogyakarta yang sangat seru. Penulis untuk tahun ini tidak mengikuti kegiatan kopdar karena berbagai agenda sekolah yang tidak bisa ditinggalkan, namun penulis menyempatkan untuk mengikuti melalui zoom meeting.
Founder KBMN, Kakek Jay juga hari ini berhalangan hadir pada kegiatan tersebut karena mendampingi siswa sekolah yang melakukan studi banding di daerah Jawa Timur. Oleh karena itu Omjay mengikuti kegiatan ini melalui zoom juga dengan memberi sambutan yang penuh bara motivasi untuk penulis pemula.Â
Beliau sampaikan bahwa "teruslah menulis hingga tulisan menemui takdir pembacanya". Om Jay sungguh bersyukur komunitas ini sudah berjalan hingga sekarang gelombang 31 dan banyak melahirkan para penulis hebat.Â
Penulis dari kemarin dikabari oleh Pak Saepul dari Jakarta yang menjadi peserta KBMN gelombang 28, seangkatan dengan penulis. Beliau hadir diacara kopdar ini.Â
Beliau mengirim beberapa foto tanda sudah hadir di kegiatan kopdar ini. Hari ini pun mente(Mentor) penulis juga mengirim foto tanda hadir disana bersama peserta KBMN 28 lainnya yakni Ibu Eka asal Kalimantan Tengah. Juga hadir ternyata peserta KBMN 28 lainnya yakni Bapak Afif Afandi asal Jakarta. Sungguh inilah salah satu buah dari menulis yakni membuat jalinan silahturahmi yang erat.
Selanjutnya sambutan wakil sekjend PB PGRI Bapak Catur Nurrochman Oktavian yang mengatakan bahwa tantangan menulis sekarang adalah dengan menjadi guru yang kreatif .Â
Namun jika guru tersebut hanya mengandalkan kecanggihan chat gpt dengan copas seluruhnya maka apa jadinya murid disekolah, hadirlah istilah plagiarisme. Bagi seorang guru, plagiat itu adalah hal utama yang harus dihindari. Jika guru tersebut melakukan itu maka dia menjadi guru spanyol. Apa guru spanyol ? Guru "Separuh Nyolong"Â maka dia menjadi guru yang tidak kreatif dan inspiratif bagi siswanya.
Selanjutnya adalah workshop menulis pertama yang dibawakan oleh Prof.Dr.Ngainun Naim, M.H.I Â mengatakan langkah pertama untuk menulis adalah dengan paksaan. Memaksa diri sendiri untuk menulis agar menjadi tulisan. Bagi orang yang sudah memiliki tradisi menulis maka dalam suasana apapun ia akan mudah untuk menuangkan tulisannya.
Apakah semua orang bisa menulis ? Asal bisa membaca pasti bisa menulis. Langkah kedua , jangan berpikir kualitas menulis terlebih dahulu, kualitas menulis itu sesungguhnya bagi yang sudah mapan dalam hal keterampilan. Oleh karena itu tulislah sebanyak mungkin hal-hal yang berada disekitar kita.Â
Menulis adalah dunia praktik. Oleh karena itu niat yang kuat harus dimiliki agar tidak menjadi penulis cita-cita. Apa itu penulis cita-cita? Orang yang berkeinginan untuk menulis namun hanya sebatas cita-cita tanpa ada action untuk menulis. Menulis itu bukan soal gelar kita tinggi namun adalah soal mindset.Â
Berapa banyak lulusan SD seperti KH Bisri Mustofa, KH Hamka yang mempunyai puluhan karya buku namun berapa banyak profesor yang hanya menuliskan 1 atau 2 karya buku saja dalam hidupnya. Oleh karena itu semakin sering menulis maka kita semakin terlatih dalam hal kemampuan dan semakin meningkatkan kualitas tulisan kita.
Menulis tidak lepas dari kaitannya membaca. Jika kita terbiasa membaca, maka informasi demi informasi akan mudah terkoneksi secara otomatis dalam tulisan kita. Membaca itu ada dua ; membaca untuk menulis dan membaca untuk menikmati. Membaca untuk menulis biasanya Prof ngainun mencari kata kuncinya atau indeksnya didalam buku tersebut.Â
Sedangkan membaca untuk menikmati adalah ketika ada waktu senggang dengan beberapa lembar. Untuk dapat menulis maka harus disiplin dengan target. Misalnya adalah ketika hari ini menargetkan untuk menulis 4 paragraf maka harus dituntaskan dan konsisten setiap hari apapun situasinya.
Tantangan kita semua terutama dosen adalah ketika menugaskan membuat makalah, namun prof ngainun justru curiga jika makalah itu bagus. Oleh karena itu prof biasanya melakukan ujian lisan pada akhir semester atau meriview buku yang ditentukan dengan mengandalkan interpretasi siswa tersebut.Â
Tentunya bagi zaman sekarang menulis dan membaca itu adalah hal yang tidak menarik bagi siswa ketimbang scrool media sosial. Menurut penelitian bahwa gagalnya kegiatan literasi di sekolah adalah tidak adanya teladan dari guru untuk membaca dan menulis.Â
Mengutip dari pernyataan Rhenald Kasali bahwa tugas seorang guru adalah memberikan inspirasi kepada siswa, untuk urusan hasil itu adalah milik Allah.Â
Jadi jika guru hanya menyampaikan materi saja tanpa memberikan inspirasi maka ia disebut sebagai "Guru Kurikulum". Oleh karena itu teruslah berusaha untuk memberikan ruang fasilitas seperti adanya mading (majalah dinding), membuat majalah sekolah,dan lainnya serta menjadi guru inspiratif untuk siswa kita disekolah.Â
Prof.Dr. Ngainun Naim, M.HI bercerita bahwa beliau menjadi seperti ini karena guru waktu di SMP selalu membawa buku bacaan ketika di kelas dan selalu melihatkan hasil tulisan guru tersebut dari berbagai media kepada siswanya. Ternyata hal tersebutlah yang membuat beliau termotivasi untuk menjadi penulis seperti sekarang ini. Oleh karena itu mulailah membaca, mulailah menulis, mulailah menjadi guru inspiratif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H