Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengasah Kritis di Kelas Berbasis Refleksi dan Praktik

7 Juni 2024   21:43 Diperbarui: 7 Juni 2024   22:05 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis malam ini berbincang-bincang dengan istri terkait aktivitasnya kuliah. Tidak disangka istri penulis membawa pertanyaan dari ruang kuliahnya kerumah berupa pertanyaan dilematis yang populer mengenai keputusan pegawai kereta . Mungkin sebagian pembaca sudah pernah melalui pertanyaan ini baik dari guru, dosen, teman sejawat, atau melalui media sosial. Bagi yang belum pernah mendengar ini penulis akan mendiskripsikannya sebagai berikut ;

"Diceritakan ada sebuah kereta yang akan melintasi jalan rel bercabang dua. Pada saat perjalanan tersebut tiba-tiba kereta mengalami rem yang blong, mengakibatkan pada saat yang sama pegawai kereta harus memutuskan untuk berkoordinasi dengan pegawai yang sedang bersiap menarik tuas dengan akibat ada 1 korban jiwa yang meninggal, sedangkan jika tidak ditarik tuas tersebut maka kereta akan terus berjalan yang mengakibatkan 5 korban jiwa meninggal. Jika kita ada diposisi tersebut kita akan memilih yang mana?" tanya istri penulis.

Penulis pun menjawab "jika disuruh memilih dengan pengetahuan yang dimiliki maka penulis akan memilih mengorbankan 1 korban jiwa yang meninggal tersebut dengan alasan bahwa ketika kita dihadapkan dua pilihan bahaya seperti itu secara ushul fiqih maka ada kaidah yang mengatakan bahwa jika ada pilihan bahaya yang hadir dihadapkan kepada kita, maka pilihlah bahayanya yang lebih kecil akibatnya."

Sontak istri penulis menimpali, " Kalau adek tadi memilih yang 5 korban jiwa mengikuti di internet dengan alasan bahwa lebih baik tidak ada tindakan pada saat seperti itu sehingga dalam aspek hukum kita tidak dihukum dan pasrah terhadap takdir. Sedangkan jika memilih 1 korban jiwa karena ada tindakan maka akan mempertanggungjawabkan bahaya tersebut".

Penulis mencoba mengkoreksi pernyataan istri tersebut, " Nah berarti yang menjawab tersebut tidak belajar terkait bab takdir muallaq dan takdir mubram. Karena selagi kita di dunia diperintahkan untuk melakukan usaha untuk menjalani takdir dari yang tidak baik menjadi lebih baik. Memutuskan sesuatu dengan usaha pikiran dari pegawai kereta tersebut yang memilih 1 korban itu bisa dikatakan sebagai ijtihad. Kita pun mengetahui bahwa dalam Islam setiap ijtihad itu jika benar mendapatkan 2 pahala, jika salah mendapatkan 1 salah. Jadi ada potensi usaha yang dilakukan oleh pegawai kereta tersebut yang bernilai baik terlepas dari pandangan hukum atau moral."

Setelah saling timpal jawaban istri penulis menutup dengan membacakan kesimpulan dari pertanyaan tersebut bahwa menurut salah satu penulisnya pertanyaan tersebut didesain untuk tidak ada jawaban yang salah dan benar melainkan semua potensi jawaban bisa diterima asal masuk akal. Dan akhirnya kami tertawa bersama.

Pertanyaan seperti cerita diatas dapat digunakan guru untuk melatih berpikir kritis peserta didik. Disamping melatih berpikir kritis ,peserta didik juga dapat belajar berani untuk mengemukakan pendapatnya. 

Walaupun secara kebetulan ketika penulis membaca buku berjudul " The Art Of Thingking Cleary (99 Sesat Pikir)" karya dari Rolf Dobelli mengatakan bahwa cerita diatas termasuk perasaan bias kelalaian. 

Perasaan bias kelalaian muncul jika kita bertindak ataupun tidak bertindak namun konsekuensinya kejam atau berbahaya. Pada kasus seperti diatas , kita memang cenderung memilih untuk tidak bertindak karena hasilnya kelihatan lebih menenangkan.

Banyak contoh dilema seperti cerita diatas yang dihadirkan didalam buku tersebut seperti;

  • Seorang dokter disatu kondisi memutuskan antara menyetujui atau tidak menyetujui suatu obat untuk orang yang sakit parah. Namun pil-pil tersebut dapat mengakibatkan efek samping yang fatal seperti dapat membunuh 20 % pasien secara langsung tapi menyelamatkan hidup 80 % yang lain dalam waktu yang singkat. Sebagaian besar akan menunda keputusan mereka. Bagi yang memilih keputusan tersebut mengizinkan obat yang mengambil nyawa satu dari lima orang adalah tindakan yang lebih buruk daripada kegagalan memberikan kesembuhan bagi 80 % pasien.
  • Vaksinasi akan mengurangi risiko tertular penyakit, namun bagi sebagian orangtua merasa tidak memvaksinasi anak-anak mereka adalah tindakan yang sangat dapat diterima.
  • Kita menunggu sampai seseorang mencelakakan diri sendiri daripada mengambil tindakan terlebih dahulu.
  • Investor dan wartawan bisnis bersikap toleran kepada perusahaan yang tidak mengembangkan produk baru daripda terhadap perusahaan yang menciptakan produk buruk, walaupun keduanya sama-sama mengarah kepada kehancuran.
  • Dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun