Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru Inspiratif Era Kurikulum Merdeka (2024) |Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengasah Kritis di Kelas Berbasis Refleksi dan Praktik

7 Juni 2024   21:43 Diperbarui: 7 Juni 2024   22:05 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun apakah di Indonesia peserta didiknya dapat dilatih untuk berpikir kritis ? Di kelas istri penulis saja tadi ketika disodorkan pertanyaan cerita diatas masih banyak yang pasif dan membuka google ketimbang percaya kepada dirinya sendiri. 

Di lain sisi penulis pernah membaca suatu artikel yang mengatakan bahwa sebagian besar orang Indonesia tidak menyukai fakta. Lagi pula fakta adalah bagian dari berpikir kritis. tinbul pernyataan, apakah lingkungan di Indonesia ramah terhadap berpikir kritis?

Terkait hal ini penulis sedang membaca buku yang berjudul " Mapan di Umur Tiga Puluhan" karya dari Kim Eun Joo bahwa beliau menuliskan tentang lima belas keterampilan kerja yang paling dibutuhkan oleh perusahaan di dunia pada 2025 dalam "Laporan Pekerjaan Masa Depan 2020" yang setelah diklasifikasikan  ternyata kemampuan memecahkan masalah adalah yang terpenting. Bukankah memecahkan masalah terkait dengan keterampilan berpikir kritis ?

Dilapangan penulis melihat khususnya di sekolah penulis terkait berpikir kritis ini masih jauh dari panggang. Terlihat ketika penulis mencoba di beberapa kelas dengan pernyataan pemantik sederhana terkait peristiwa yang sedang berlangsung dengan bab yang dipelajari, tangan sebagian peserta didik masih reflek untuk memegang handphone dan mencarinya di google atau chat gpt.

Oleh karena itu salah satu langkah penulis lakukan yang cukup efektif untuk menghadirkan latihan berpikir kritis ini di kalangan peserta didik jenjang SMA adalah memberi jeda kepada peserta didik menjawab pertanyaan pemantik tersebut di buku tulisnya masing-masing. Tentunya ada waktu yang diberikan biasanya penulis beri waktu 3 menit. 

Sebelum mereka menulis jawaban dari pertanyaan pemantik tersebut penulis meyakinkan kepada peserta didik agar percaya diri saja dan sesuaikan dengan pengetahuan yang ada, terkait salah pendapat itu adalah hal yang wajar karena gunanya sekolah adalah untuk membenarkan pikiran yang salah tersebut, jadi jangan sampai takut salah, itu adalah hal yang biasa. 

Teruntuk guru juga menurut pengalaman penulis dalam membuat pertanyaan pemantik itu mudah mudah sulit. Mudahnya hanya menampilkan satu pertanyaan yang terbuka dengan rumus (Apakah, Bagaimana, dan Mengapa). Sulitnya adalah menyesuaikan pertanyaan tersebut dengan pengalaman, pengetahuan awal dari peserta didik tersebut. 

Penulis pernah membaca buku terkait latihan berpikir kritis ini bahwa semakin dekat persoalan tersebut dengan kehidupan sehari-hari peserta didik maka akan semakin bisa dia menjawab pertanyaan tersebut. Penulis pun menambahkan, semakin pertanyaan kita itu se-frekuensi dengan dunia peserta didik tersebut maka semakin ia bisa menyelesaikan pertanyaan pemantik tersebut.

Penulis pun hingga saat ini masih terus belajar mengenai keterampilan ini. Tentunya salah satu cara agar berpikir kritis ini dapat dibudayakan adalah diawali dengan budaya membaca di lingkungan sekolah tersebut. Tentunya guru harus menjadi teladan nomor wahid dalam hal membaca ini dengan bukan sekedar membaca saja namun dapat menyaring informasi yang telah didapatkan. 

Setelah membaca menjadi budaya, maka mulailah jadikan menulis sebagai kebutuhan. Menulis bukan sekedar copy paste yang penting selesai namun lebih dari itu seberapa terlatihnya kita untuk sampai tahap menganalisis dan lebih bagusnya lagi jika kita dapat mempunyai keterampilan memecahkan permasalahan dengan efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun