Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Sebagai Arsitek Peradaban: Penanaman Karakter dan Kolaborasi

5 Juni 2024   10:57 Diperbarui: 5 Juni 2024   11:01 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru merupakan salah satu profesi yang paling banyak melakukan interaksi  baik kepada rekan kerja, atasan, orangtua, murid, paman kebersihan taman, pak satpam, dan lain-lain. Oleh karena itu penulis akui banyak buku yang dibeli mengenai self improvement. Mengapa penulis banyak membeli buku tersebut ? Tiada lain untuk meningkatkan managemen kontrol hati kepada orang lain. Penulis pernah mendengar kalam ulama semakin kita banyak bicara maka semakin banyak juga kita kesalahan tersebut. Untuk meminimalisir kesalahan tersebut adalah dengan banyak membaca.

Juni adalah bulan yang dinantikan oleh peserta didik dan guru. Bulan yang dikenal sebagai bulan pembagian hasil rapot selama proses pembelajaran, disamping itu sebagai ajang liburan cukup panjang.Walaupun seringkali permasalahan untuk kebijakan libur guru selalu terulang untuk dipertanyakan implementasinya. Ada kebijakan untuk guru tetap hadir disekolah karena dianggap sebagai pegawai yang harus mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Managemen Pegawai Negeri Sipil. Ada juga yang tetap meliburkan guru bersama muridnya karena peraturan daerahnya. Sehingga nanti pun kita akan melihat perbedaan kebijakan tersebut di seluruh sekolah Indonesia.

Kemarin sekolah penulis dikunjungi oleh BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Provinsi Kalimantan Selatan. Salah satu topik yang disampaikan adalah terkait liburan guru. Pihak BKD mengatakan sebenarnya mereka tidak mengurusi libur guru namun yang diurusi hanyalah terkait cuti. Mereka pun memberikan penjelasan bahwa mengapa guru tidak libur ? Karena sekarang dengan adanya PP Nomor 17 Nomor 2020 itu guru mendapatkan cuti tahunan yang mengakibatkan guru tidak libur, berbeda sebelum terbitnya PP tersebut guru tidak mendapatkan cuti tahunan makanya dapat libur bersama murid.

Adapun untuk libur guru itu tergantung kebijakan instansi dinas pendidikannya, jika terdapat surat edaran atau peraturan yang dibuat untuk libur guru maka BKD pun akan mematuhi hal tersebut. Kepala TAS (Tata Administrasi Sekolah) sekolah kami pun juga menambahkan bahwa aplikasi APIK( sebuah aplikasi absen yang dibuat oleh kominfo Kalimantan Selatan) yang direkap di E-Absen fitur untuk libur guru tidak ada, yang ada hanyalah libur cuti bersama dan libur hari besar lainnya, makanya sekolah pun mewajibkan guru untuk tetap masuk di sekolah.

Terlepas dari polemik liburan guru tersebut akan jauh lebih baiknya bagi seluruh guru untuk mempersiapkan pembelajaran bermaknanya untuk tahun ajaran baru. Pada artikel penulis sebelumnya menulis mengenai 

Penulis tadi ketika melihat instagram tercengang membaca tulisan mengenai guru sebagai arsitek peradaban. Tulisan itu bagi penulis terdapat makna ganda, disatu sisi guru adalah profesi yang mulia, disisi lainnya seakan-akan tanggung jawab peradaban hanya ada dipundak guru. Menyikapi pernyataan guru sebagai arsitek peradaban seharusnya menjadikan kita berpacu untuk menjadi selalu berusaha menjadi lebih baik dari hari sebelumnya minimal ada bertambahnya kebaikan di diri kita. Pernyataan tersebut pun dikuatkan dari tulisan Bapak Agustian  Deny Ardiansyah di Kompasiana mengenai menjadi guru yang dirindukan.

Lantas timbul pernyataan dari 2 pernyataan tersebut, apakah selama ini kita dirindukan oleh peserta didik ? Pembaca lah yang dapat menjawab itu. Penulis sendiri mempunyai sudut pandang lain mengenai hal ini. Penulis teringat bacaan mengenai "Kita tidak bisa merubah orang lain, namun kita memiliki kendali penuh untuk merubah diri kita". Dari pernyataan ini penulis berpendapat bahwa seharusnya kitalah yang harus merindukan hadirnya peserta didik di kelas kita. Apakah selama ini kita merindukan kehadiran bersama peserta didik ? Merindukan akan memfasilitasi kebutuhan peseta didik ? Atau malah sebaliknya kita malah ingin cepat-cepat selesai dari proses pembelajaran yang penting materi sudah disampaikan?

Peserta didik bukan hanya sekedar dari pelaksanaan modul ajar yang bersifat dokumen mati. Ia hidup, ia memiliki hati, ia mempunyai tujuan hidup yang masih dicarinya. Tugas seorang gurulah membersamai perjalanan hidup mereka di sekolah. Modul ajar dapat di copy paste namun menanamkan karakter anak butuh perjuangan dari seluruh komponen pendidikan termasuk guru. Oleh karena itu butuh kerjasama semua pihak dari orangtua, guru, dan lingkungannya untuk menciptakan generasi emas bukan generasi cemas.

Ajang MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) inilah yang harus direncanakan dengan matang untuk merekayasa lingkungan sekolah agar menjadi sumber peradaban yang baik. Tentunya berikut tips dari penulis untuk membuat MPLS lebih bermakna :

1. Utamakan Dialog antara Orangtua dan Pihak Sekolah

Penulis mengamati setiap pertemuan bersama orangtua murid terkesan berjalan satu arah. Tidak ada pembicaraan dua arah yang bermakna untuk sama-sama merancang kegiatan peserta didik dan sekedar mempersentasikan program sekolah. Padahal kita mengetahui akan lebih penting mendiskusikan tantangan pendidikan anak sekarang seperti candu handphone, pergaulan bebas, membangun spiritual anak,dan topik lainnya yang terkait tantangan masa depan anak. Kemungkinan tidak dilakukan hal tersebut adalah kurangnya kompetensi public speaking yang dimiliki oleh penyelenggara. Oleh karena itu seharusnya pemerintah khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan/workshop mengenai public speaking efektif dibanding hanya mengotak-atik pembuatan modul pembelajaran. Integrasi antara program sekolah dan kebiasaan murid di rumah yang dibentuk oleh orangtua itu lebih penting ketimbang hal-hal yang administrasi. Karena peserta didik dan orangtua adalah benda hidup yang harus dimanagemen dengan hati dan pikiran yang hidup pula.

2. Ajang mengklasifikasikan Bakat dan Minat Peserta didik

Tugas guru dan orangtua adalah mencari tahu bakat dan minat peserta didik. Sekolahan adalah sebagai tempat memfasilitasi bakat dan minat peserta didik tersebut. Oleh karena itu adanya ekskul harus berlandaskan hasil assesment bakat dan minat yang diselenggarakan oleh sekolah yang bekerjasama dengan pakarnya. Dari hasil tersebut dapat digunakan untuk penentuan ekskul yang diselenggarakan oleh peserta didik. Adapun ekskul yang tidak dapat dicover oleh sekolah dapat diadakan kerjasama dengan pihak-pihak yang ahli tentunya dengan perjanjian diatas hitam dan putih. 

Kita pun ditanamkan oleh Kemendikbudristek bahwa setiap anak istimewa. Oleh karena itu guru harus mengenali setiap peserta didiknya dan wajib dapat melakukan komunikasi dengan setiap orangtua peserta didik baik terkait perkembangan anak tersebut maupun segala kendala anak tersebut.

3. Ajang penanaman karakter

Dalam hal penanaman kebiasaan karakter baik ini alangkah lebih baiknya direncanakan dengan matang oleh seluruh pihak pelaksana. Bukan sekedar hanya keperluan dokumentasi dan formalitas belaka. Mungkin beberapa prinsip dari buku "Atomic Habits" dapat dijadikan kerangka dalam menanamkan kebiasaan karakter baik seperti ;

  • Menjadikannya Terlihat : Dalam konsep ini peserta didik baru dapat menuliskan niat implementasi dengan format " Aku akan {PERILAKU} pada {WAKTU} di {LOKASI}" Sebagai contoh "Aku akan mengucapkan salam ketika bertemu siapapun di sekolah". Merancang Lingkungan dengan menjadikan petunjuk kebiasaaan baik terlihat, sebagai contoh " Jika kita ingin membiasakan salam maka lingkungan sekolah termasuk guru harus juga mengucapkan salam atau ketika kita ingin membuat anak tidak membuang sampah sembarangan maka perbanyak tempat sampah di titik keramaian".
  • Menjadikannya Menarik : Dalam konsep ini kita cenderung mengambil kebiasaan yang dipuji dan diterima oleh kultur kita karena kita memiliki kecendrungan untuk menyesuaikan diri dan menjadi bagian dari kelompok. Oleh karena itu guru jangan sungkan untuk memuji peserta didik yang melakukan kebiasaan baik. Karena dengan memuji tersebut perilaku anak didik dianggap normal. Walaupun kita mengetahui bahwa kita meniru kebiasaan dari tiga kelompok ini ; (1) Yang akrab dengan kita (2) Yang Banyak (3) yang Berkuasa. Oleh karena itu manfaatkan ketiga hal ini dalam sekolah untuk membuat kebiasaan tersebut menarik.
  • Menjadikannya mudah : Dalam konsep ini adalah mengurangi hambatan dari kebiasaan yang ditanamkan. Dalam contoh diatas  seorang guru tidak perlu gemuk aturan mengenai kebiasaan, cukup 1 atau2 kebiasaan seperti sebarkan salam dan buang sampah pada tempatnya yang disosialisasikan secara berulang-ulang maka kebiasaan tersebut akan mudah diikuti oleh peserta didik.
  • Menjadikannya memuaskan :  Dalam konsep ini adalah menggunakan penguatan ulang. Beri ganjaran atau apresiasi pada peserta didik setiap yang menyelesaikan kebiasaan baik tersebut.

Semoga dengan artikel kali ini dapat bermanfaat dan kita sama-sama menjadi arsitek untuk membangun peradaban bukan hanya menajdi pengekor peradaban yang tidak berkualitas. Salam bahagia dan salam hebat untuk seluruh guru di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun