Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Paradoks Pendidikan, di Atas Kertas Bahagia, Realita Kehilangan Makna

29 Maret 2024   12:39 Diperbarui: 4 April 2024   18:15 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pendidik, mengajar di kelas. (DOK. Kemendikbudristek via kompas.com)

Di Indonesia juga mungkin yang penulis lihat adalah fokus penilaian disekolah hanyalah berbicara angka,angka, dan angka. Menjadi titik fokus bagaimana caranya agar diterima di universitas dengan angka yang setinggi-tingginya. 

Oleh karena itu terkadang pihak sekolah membudayakan katrol nilai agar dapat diterima di universitas. Padahal nilai yang dibuat terkadang tidak sesuai dengan keahlian atau keterampilan peserta didik tersebut. Apakah ini terjadi disekolah pembaca ? 

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pun masih menjadi kerangka berpikir beberapa pengelola sekolah walaupun pada kurikulum merdeka tidak ada KKM, akhirnya anak yang pada saat proses belajar dan ujian hasilnya tidak maksimal, katrol nilai KKM melalui sistem konversi atau apapun menjadi solusinya. 

Dengan harapan yang terkesan mulia agar mereka dapat diterima dipekerjaan minimal dapat diterima di supermarket. Dampak dari pola pikir seperti ini sekolah hanya sebagai pabrik produksi angka tidak berbasis nilai yang luhur dan mencintai pengetahuan yang hakiki.

Melihat fenomena diatas tadi penulis pun sempat putus asa, namun ketika melihat tulisan dari Ibu Ratih D. Adiputri semangat untuk mengabdi kembali lagi, beliau mengatakan "pertama yang harus anda sadari adalah bahwa Andalah sistem itu. Bahwa tiap orang yang ada di dalam sistem merupakan perwujudan sistem itu sendiri. JIka Anda mengubah tindakan Anda, maka Anda pun mengubah sistem itu."

Dekandasi Moral 

Hal terkait hilangnya karakter siswa sekarang banyak yang memperbincangan tidak terkecuali guru. Namun apa lebih baiknya kita berefleksi ,mungkin selama ini jangan-jangan kitalah penyumbang terbesar hilangnya karakter tersebut. 

Ketika penulis melihat tiktok terdapat guru yang memarahi siswanya tidak boleh menggunakan handphone didalam kelas, namun guru tersebut live tiktok saat menegur tersebut, apakah hal tersebut baik dari sudut pandang karakter?

Di sekolah guru pendidikan agama mengajarkan mengenai larangan berpacaran baik secara medis maupun agama, namun oknum kepala sekolah ketika sambutan banyak hal yang mengarahkan normalisasi pacaran atau gurunya pun tidak malu memosting pacarnya di media sosial padahal belum ada ikatan pernikahan. Apakah hal tersebut baik?

Kita marah sejadi-jadinya ketika pemilihan presiden kemarin terlihat jelas normalisasi nepotisme dalam prosesnya, namun ketika kita sebagai orang yang berpengaruh malah memasukkan sanak keluarga yang belum tentu berkompeten dalam hal pendidikan ke sekolah melalui orang dalam Dinas kita tampak biasa-biasa saja. Apakah hal tersebut baik bagi penyemaian karakter di sekolah ?

Di sekolah guru pendidikan agama mengajarkan agar tidak berpakaian ketat dan make up kepada siswanya dengan dalil-dalil yang kuat, namun oknum kepala sekolah atau guru malah mencontohkan berpakaian yang ketat serta make up yang berlebihan seperti artis. Apakah hal itu baik?

Padahal di dalam Al Qur'an sudah terdapat teguran bagi guru atau pemegang kebijakan yakni Q.S Al Baqarah : 44 bahwa " Mengapa kalian menganjurkan orang lain untuk berbakti, sedangkan kalian melupakan diri sendiri , padahal kalian membaca kitab suci ? Tidakkah kalian berpikir?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun