Penulis H-1 sebelum Ramadhan sudah berniat untuk mengkhatamkan Al Qur'an dan buku bacaan. Oleh karena itu penulis menyempatkan untuk ke Gramedia untuk membeli stok buku bacaan. Penulis setidaknya dalam sebulan minimal membaca sebanyak 6-7 buah buku pada bulan biasanya, namun khusus Ramadhan penulis membeli sebanyak 10 buah buku.Â
Tentunya genre kesukaan penulis adalah terkait profesi guru, novel, agama, dan sejarah dunia. Alhamdulilah hingga hari ini penulis sudah mengkhatamkan sebanyak 2 buah buku yang berjudul "Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi" karya dari Prof. Dr. Sudarwan Danim dan Dr, H. Khairil serta buku berjudul "Guru Gembul Bicara Pendidikan" karya dari Irma Susanti Irsyadi dan Hermawan Aksan.
Sedangkan yang sedang berjalan adalah buku berjudul "Sistem Pendidikan Finlandia Belajar Cara Mengajar" karya dari Ratih D.Adiputi dan buku berjudul "Marketing 5.0 Teknologi untuk Kemanusiaan" karya dari Philip Kothler. Penulis membaca buku bacaan biasanya jika disekolah ketika tidak ada kerjaan yang penting dan mendesak, adapun jika dirumah adalah sore hari setelah mengajar anak-anak mengaji dan malam hari sebelum tidur. Setidaknya minimal membaca dalam sehari sebanyak 1 bab. Ternyata jika dibiasakan maka membaca itu mudah karena sudah menjadi kebutuhan.
Penulis kemarin melihat video instagram dari Maman Suherman mengatakan bahwa "literasi bukan cuma baca tulis, Indonesia baca tulisnya sudah dahsyat majunya. 2005 buta huruf di Indonesia masih 10 %, hari ini orang buta huruf di Indonesia tinggal 1,9%. Namun ternyata bisa membaca tapi tidak mengerti apa yang dibaca. Ini sebenarnya kritik untuk sekolah, 15 menit sebelum masuk kelas setelah dia membaca anak itu disuruh menceritakan ulang atau tidak ? Setelah menceritakan ulang bisa tidak dia tulis ? Setelah dia tulis bisa tidak dia praktekkan apa yang dia sudah baca ? Literasi itu tiga yakni mencerahkan, memperkaya wawasan, dan memberdayakan."
Dari pernyataan ini penulis pun tergerak untuk menjadikan literasi bukan sekedar membaca, namun minimal dapat menuliskan tentang apa yang menjadi diskursus hal tertentu. Penulis bersyukur tahun 2023 dipertemukan KBMN (Kelas Belajar Menulis Nusantara)melalui wasilah ibu Ruby kala itu yang mengirimkan broadcast ke grup. Akhirnya penulis dapat berkenalan dengan tokoh literasi nasional seperti OmJay, Bunda Kanjeng, Pak Ngainun Naim, Pak Adrinal, Pak Da'il Ma'ruf, Ibu Widya, Ibu NDY, Bapak Brian, Ibu Mutmainah, Ibu Lely, dan mente terhebat, tersabar penulis yakni Ibu Aam.Â
Oleh karena itu komunitas literasi menjadi penting menurut penulis untuk meningkatkan daya literasi kita agar ketika malas melanda, maka komunitas menjadi penyemangatnya dengan penuh dengan berbagai tulisan yang disajikan di grup komunitas tersebut.Â
Penulis pada tahun ini sedang menggarap menulis bareng (buku antologi) berjudul "Di Balik Ruang Kelas : Serba -Serbi Cerita Guru di Zaman Sekarang". Alhamdulilah antusias cukup tinggi, kemarin penulis membuka menulis bareng ini, sekarang sudah sebanyak 30 penulis dari berbagai daerah ikut berpartisipasi. Semoga Allah mudahkan.
Menurut Prof.KH. Dr.  Hamid Fahmy Zarkasy mengenai membaca bahwa "minat baca generasi millenial ini sangat rendah, namun minat membaca media sosial sangat tinggi. Ini penyakit, orang berjam-jam didepan handpohennya , tetapi dalam waktu 10 menit didepan buku ia sudah mengantuk, ini adalah tragedi zaman millenial. Indonesia secara umum tingkat frekuensi membaca masyarakatnya rendah. Kita di Asia nomor 65 dari negara  melek literasi, dibawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Di Malaysia dan Singapura  siswa itu minimal membaca 5 buku setiap tahun, jika di Eropa puluhan buku per siswa karena memang sistem di sekolah mengahruskan orang untuk membaca. Maka Pak Taufiq Ismail mengeluh orang Indonesia itu tuna baca"
Penulis pun pada minggu lalu ketika mendapat tugas mendesain infografis di kegiatan Kominfo Banjarmasin membuat infografis mengenai literasi di Kalimantan Selatan, hasilnya adalah sebagai berikut :