With great power, comes great responsibility...
-Paman Ben dalam Film Spiderman-
Pada tahun 2021, Majalah Forbes menobatkan Jeffrey Preston Bezos atau Jeff Bezos sebagai manusia terkaya di dunia dengan total aset 2.550 trilyun rupiah. Jumlah itu setara dengan satu setengah kali APBN Indonesia tahun 2021. Bahkan di negaranya sendiri, kekayaan satu orang Bezos setara dengan 2.7 juta orang Amerika lainnya.
Bezos adalah sosok yang bertransformasi dari seorang kutu buku menjadi raksasa bisnis. Kekayaan Bezos telah memberinya kedigdayaan untuk mempengaruhi tidak saja jutaan orang, tetapi juga planet bumi sendiri. Dia punya pilihan untuk lebih banyak berbuat baik, atau lebih banyak berdampak buruk bagi manusia.
Melihat sepak terjang Bezos, sepintas kita akan menyimpulkan bahwa keberhasilan dia terletak pada karakternya. Bahwa dia adalah orang yang cerdas, ambisius dan memiliki semangat wirausaha tanpa batas untuk menaklukkan tantangan dan mengejar pertumbuhan. Bezos adalah disruptor.Â
Bezos adalah inovator. Ya, semua hal itu benar. Namun demikian, rahasia terpenting dari kesuksesan Bezos sebenarnya terletak pada obsesinya selama menjalankan Amazon, yaitu: fokus pada pelanggan. Pada hampir semua video Bezos mengenai bisnis, pertumbuhan Amazon, atau pelajaran hidupnya sendiri, maka dalam hitungan detik kita bisa menemukan dia berbicara tentang fokus pada pelanggan. Cara pandang Bezos terhadap pelanggan adalah faktor utama yang mendukung kesuksesan Bezos membesarkan Amazon[1].Â
Di saat sebagian besar perusahaan terobsesi dengan produk terbaik, pengetatan biaya serta mendorong tenaga penjualnya mencapai target setinggi-tingginya, Bezos selalu mengingatkan para eksekutifnya bahwa "orang terpenting di ruangan itu" adalah pelanggan. Dia membuat semua eksekutif seniornya menghadiri pelatihan call center sehingga mereka benar-benar dapat mendengar suara pelanggan secara berulang-ulang.Â
Dia sendiri juga membaca ratusan email pelanggan yang ditujukan langsung ke alamat emailnya. Bezos tahu bahwa jika bosnya adalah pelanggan, maka dia harus pergi keluar dan mendengarkan mereka serta mengingatkan semua orang di organisasi untuk melakukan hal yang sama. Bezos terobsesi menjadikan Amazon sebagai "Earth's most customer-centric company", sebuah perusahaan di muka bumi yang paling berfokus pada pelanggan. Dan dia berhasil mencapainya.
Obsesi Bezos untuk memuaskan pelanggan yang kemudian menjadikan Amazon sebagai raksasa e-commerce dunia, ternyata memiliki harga mahal yang harus dibayar. Pada tahun 2019, The National Council for Occupational Safety and Health (Dewan Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merilis apa yang disebut sebagai "Dirty Dozen" yaitu suatu daftar yang memuat selusin perusahaan yang menurut organisasi tersebut, gagal melindungi pekerja dari penyakit, cedera, dan kematian yang dapat dicegah; dan Amazon berada pada peringkat satu sebagai perusahaan terkotor[2].Â
Bahkan menurut laporan NCOSH, Amazon adalah perusahaan dengan angka percobaan bunuh diri yang tinggi karena tingkat stres karyawannya, termasuk adanya kesaksian mulai dari karyawan yang harus membuang air seni di botol karena takut untuk mengambil jeda istirahat hingga karyawan yang  mengalami kecelakaan karena mengantuk akibat beban jam kerja yang sangat tinggi[3]. Ini adalah salah satu kegagalan Bezos yang sangat memalukan.
 Memang tidak semua hal yang terjadi di Amazon merupakan tanggung jawab langsung dari Jeff Bezos. Namun demikian, sebagai CEO yang memimpin 1.355.000 karyawan, tentunya Bezos harus mengambil langkah untuk memperbaiki hal tersebut. Tidak saja mengenai bagaimana meningkatkan kesejahteraan karyawannya, tetapi juga memikirkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari operasional Amazon, yaitu jejak karbon.Â
Transportasi segala jenis barang dagangan pada dasarnya bergantung pada minyak dan karena Amazon mengirimkan apa pun ke seluruh dunia, dia menghasilkan jejak karbon yang sangat besar. Pada tahun 2018, Amazon memproduksi 44,4 juta metrik ton karbon dioksida, jumlah yang lebih besar dari jejak karbon yang diproduksi oleh satu negara Swiss[4].
Menjadi raksasa seperti Bezos mungkin adalah impian banyak orang. Dengan kekayaan sebesar itu, Â maka kedigdayaan sudah pasti melekat pada dirinya. Akan tetapi, semua itu tidak datang tanpa konsekuensi. Pelajaran bagi kita, bersama kedigdayaan, datang pula tanggung jawab besar yang harus diemban.
______________________________
[1] Ritson, Mark. "Jeff Bezos's success at Amazon is down to one thing: focusing on the customer". Â . Diakses pada 25 Agustus 2021.
[2] Poroko, Carissa. "National COSH Announces 2019 "Dirty Dozen" Employers. . Diakses pada 25 Agustus 2021.
[3] Why Everybody Hates Jeff Bezos (Sad Billionaire). Â Diakses pada 25 Agustus 2021.
[4] Murphy, Dave. How Amazon's Jeff Bezos should spend that $10 billion if he's serious about climate change. . Diakses pada 25 Agustus 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H