Entah mengapa kebanyakan penyair sering dikaitkan dengan 'hujan', 'gerimis','rindu','rintik','kata', malam, atau sejenisnya. Terlalu naif pula jika ada yang bilang penulis sajak sering identik dengan 'sebatang rokok', atau  'segelas alkohol'. Lebih ekstrum lagi jika penyuka sastra bebas. Freedom of Expression. Bebas berekspresi. Bisa lupa aturan. Tidak mau ikut aturan? Sering memberontak. Membela kebenaran dengan narasi melankolis plus syarat makna tentang kemanusiaan, perjuangan, cinta. Akh... Cinta banyak kata-kata akan muncul kalau orang sudah mencinta. Ini bukan tentang orang tetapi tentang apa yang harus dihidupi untuk menjadi bermakna. Bagi segilintir orang termasuk saya, menciptakan lirik (biar tidak dikata pujangga) berarti menjadi Lentera. Lentera di ujung tangan.
LenteraÂ
Malam perlahan-lahan tiba
kokok ayam di penghujung senja jadi isyarat
suara burung pulang ke rimba jadi tanda
anak-anak berlari pulang sehabis main
ibu-ibu menanak nasi
para ayah mematahkan ranting
Gelap menyelimutiÂ
ringkik jangkrik, kodok dan biota malam
rangkaian sonata malam
mamandu irama hati
damai bersama sungai yang mengalir.
Nyala lentera di tiang penyangga
bias memantul pada wajah
hangat dan cerah
membasuh dalam terang
mata bisa menatap
telinga tidak menerka
tangan tidak ragu merasa
Kala pagi,
minyak yang selalu siap
tuang dalam buli-buli
sumbu yang terjaga
tangkai yang menopang
kaca yang melindungi angin
Sebelum malam tiba
Langkah berjalan
tangan siap memegang lentera
benderang dalam semua
Lantai 2 Gatot Kaca 4
Pringgodani_Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H