Mohon tunggu...
Edi Woda
Edi Woda Mohon Tunggu... Penulis - Blogger Rasa Jurnalis

Teaching From Blog; sediakan bacaan bermutu Twitter: @edi_woda, IG: edi woda, FB: edi woda, Linkedln: edi woda,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Politik Beradab di Media Sosial

16 September 2020   23:16 Diperbarui: 16 September 2020   23:32 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Artikel ini pernah dimuat di Swarakampus.com dengan judul mengkampanyekan kebaikan

Memahami media sosial adalah sebuah tautologi. Sebab semua media bersifat sosial. Hal yang berkaitan dengan sosialitas senantiasa dimediasi. Secara pragmatis media sosial merupakan media online yang berbeda dengan jenis hiburan media dan jejaring sosial yang terhubung secara fisik (Hartley, 2018). 

Globalisasi dan kemajuan teknologi membuat masyarakat bebas berkomunikasi tanpa batas ruang dan waktu. Media sosial menghubungkan masyarakat tidak hanya dalam suatu kelompok atau daerah saja, tetapi media sosial menghubungkan masyarakat dengan semua orang di berbagai belahan dunia.

Masyarakat Indonesia baik individu maupun kelompok adalah pengguna aktif internet dan media sosial. Mereka nyaman untuk menggunakan internet dan media sosial sehingga menggunakannya untuk mencapai misi dan tujuannya (Utama, 2012).  

Masyarakat indonesia bebas untuk memperoleh informasi. Sebab hukum memberikan jaminan bagi setiap warga masyarakat untuk memperoleh informasi sebagai salah satu hak asasi manusia. 

Hal ini tertuang dalam Undang-undang No. 14 tahun 2008 ( Presiden Republik Indonesia, 2008), sebagaimana diatur dalam Undang-undang dasar 1945 pasal 28 F ( Presiden Republik Indonesia, 1945) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.  

Hal ini tanpa disadari sungguh menyebabkan hidup masyarakat menjadi bergantung pada internet dan media sosial. Manusia kemudian dibentuk oleh pengetahuan dan informasi yang diperolehnya melalui internet dan media sosial (Fadly, 2015). 

Tambahan pula aktivitas masyarakat banyak terjadi di ruang digital. Saat menggunakan perangkat selular untuk memeriksa teks, menerima panggilan, mengakses media sosial atau bernavigasi di website setiap orang terpengaruh dan terlibat baik secara sosiologis maupun psikologis (Scott W. Campbell, et al. , 2014).

Selain untuk berkomunikasi, berbisnis, media sosial digunakan untuk berkampanye dalam politik (Laeli, 2004). Kekuasaan diperoleh dengan menguasai media sosial. Kampanye yang awalnya terjadi di dunia nyata mulai beralih ke dunia maya. 

Masyarakat sosial sekaligus adalah masyarakat digital. Masyarakat digital merupakan masyarakat yang terbentuk oleh jaringan yang berbasis digital. Hal ini terjadi karena masyarakat terlibat aktif di media sosial. 

Kampanye melalui media sosial memang terasa aman karena tidak ada interaksi fisik yang kerapkali menyebabkan kekerasan. Namun tidak jarang konten di media sosial yang bernuansa politis menyulut permusuhan bahkan kematian, seperti yang terjadi di Sampang Jawa Timur. 

Perbedaan pandangan politik membuat orang kehilangan nyawa. Pendukung calon Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin menembak Simpatisan Prabowo Subianto- Sandiaga Uno dengan senjata rakitan karena terprofokasi oleh konten di media sosial facebook (Nathaniel, 2018).

Jejaring media sosial seperti facebook digunakan sebagai instrumen politik. Media sosial adalah media promosi efektif dalam dunia politik. Media berperan dalam dunia politik karena efeknya masif dan lebih cepat.

Media clearly perform important functions in politics. First, by the time we are teenagers, media are our most important source of political information. Second, media serve as potential sources of persuasion and decision making, both directly through endorsement and editorials, and indirectly, as a vehicle for candidates' and parties' speeches, platforms and advertisements. Finally, information and persuasion may lead to behavior or political activity (Lawrence Grossberg, et al. , 2006).

Opini publik dan politik dapat dibentuk melalui media sosial sebab hampir sebagian besar masyarakat (kaum milenial) menggunakan media sosial. Media sosial menjadi media promosi yang demokratis sebab media sosial menyediakan sumber informasi politik yang berpotensi untuk persuasi, pengambilan keputusan atau pilihan politik dan penggerak revolusi. 

The mass media not only play a decisive role in communicating political ideas and setting political agenda, they also serve to reinforce the personalization of politics...The medium is not just important in personalizing poitics; it also helps to constitute the audience (Street, 2001). 

Media sosial membuat masyarakat untuk berperan aktif, memberikan kontribusi dan feed back secara terbuka baik untuk memberikan informasi maupun respon. Komunikasi politik semakin terarah dan komunikatif melalui media sosial. 

Karena itu perkembangan teknologi informasi amat berpengaruh dalam proses kampanye politik. Pengaruh tidak hanya untuk hal-hal positif tetapi juga memantik penistaan, penghujatan dan pencemaran nama baik.

Demi terhindar dari bahaya dan efek negatif dibutuhkan kedewasaan khalayak atau masyarakat dalam bermedia sosial. Sebab media sosial tidak memiliki gate keeper. Dalam bermedia sosial setiap orang dapat mengakses setiap konten informasi  yang  di upload secara bebas oleh pengguna media sosial. 

Kurang adanya seleksi atau penyaringan dari pihak pemerintah atau lembaga terkait menambah daftar panjang kasus dalam bermedia sosial. Karena itu pemerintah dalam hal ini  Kementerian Komunikasi dan Informatika harus aktif untuk mendidik, membina, dan melindungi masyarakat dari dampak buruk media sosial. 

Masyarakat harus memiliki pengetahuan. Sebab pengetahuan adalah kekuatan, dan kekuatan datang dari kesadaran (Villanueva, 2012). Masyarakat yang sadar media akan menggunakan media sosial secara bertanggung jawab yang kemudian membuatnya memiliki  pengetahuan politik yang benar. (Budiyono, 2016). 

Selain itu  kekuasaan yang demokratis akan tercipta oleh kampanye politik yang damai. Kedamaian akan tercipta apabila masing-masing anggota masyarakat mengkampanyekan kebaikan di media sosial.

Daftar Pustaka

Budiyono. (2016). Media Sosial dan Komunikasi Politik: Media Sosial sebagai Komunikasi Politik Menjelang PILKADA DKI JAKARTA 2017. Jurnal Komunikasi, 11(1), 47--62.

Fadly, T. (2015). Strategi Kampanye Media Sosial (Twitter) Tim Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla Dalam Pemilihan Presiden 2014. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hartley, J. (2018). Pushing Back: Social Media as an Evolutionary Phenomenon. In T. P. Jean Burgess, Alice Marwick (Ed.), The Sage Handbook of Social Media (p. 13). Los Angeles, London, New Delhi, Singapore, Washington DC, Melbourne: Sage Reference.

Presiden Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Infomasi Publik (2008). Republik Indonesia.

 Presiden Republik Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 (1945). Republik Indonesia.

Laeli, I. N. (2004). Politik dan Internet Fungsi Internet Dalam Kampanye Pemilihan Anggota DPRD Kota Surabaya. Jurnal Politik Muda Universitas Airlangga, 3, 1--7.

Lawrence Grossberg, et al.. (2006). Media Making Mass Media in A Popular Culture. (J. M. W. Lawrence Grossberg, Ellen Wartella, D. Charles Whitney, Ed.) (Second Edition). Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications.

Nathaniel, F. (2018). Pilpres 2019: Ketika Beda Pandangan Politik Berujung Duel Maut. Retrieved November 27, 2018

Scott W. Campbell, et al. (2014). The Structural Transfornation Of Mobile Commnunication Implications For Self and Society. In A. A. R. Mary Beth Oliver (Ed.), Media and Social Life (p. 176). New York and London: Routledge.

Street, J. (2001). The Transformation of Political Modernity? In B. A. and R. Huggins (Ed.), New Media and Politics (p. 213). London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publications.

Utama, E. (2012). The Other Side of Social Media: Indonesia's Experiences. In S. Winkelmann (Ed.), The Social Media (R)evolution? Asian Perspectives On New Media (pp. 23--33). Singapore: Kondrad Adenauer Stiftung.

Villanueva, M. J. (2012). Social Media For Social Change. In S. Winkellman (Ed.), The Social Media (R)evolution? Asian Perspectives On New Media (pp. 175--182). Singapore: Kondrad Adenauer Stiftung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun