Mohon tunggu...
Edi Woda
Edi Woda Mohon Tunggu... Penulis - Blogger Rasa Jurnalis

Teaching From Blog; sediakan bacaan bermutu Twitter: @edi_woda, IG: edi woda, FB: edi woda, Linkedln: edi woda,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerbung: Riak di Ujung Telaga (1)

14 September 2020   20:28 Diperbarui: 14 September 2020   20:38 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: embung tambak boyo. traveltribunnews.com

Pagi belum juga legah. Mata masih enggan berbinar. Kantuk masih terasa. Langkah yang gontai bergerak menuruni tangga. Seteguk air putih bisa memulihkan dahaga sehabis tidur. Tangan menghampiri beberapa perkakas. Ada yang harus dikerja.

Sementara imajinasi masih membayang di alam mimpi. Sempat bertualang meski lelap. Lelah masih bisa dibawa pergi. Pejam semalam terbuka menyambut hari baru yang cerah.

"Semalam aku bermimpi. Kita menikah."Ujar Hilary. Tapi perayaanya agak sedikit beda. Setelah kembali dari Gereja. Kita menuju rumah.

Dalam upacara pernikahan hanya ada keluargaku. Keluargamu tidak ada. Sudah kuperhatikan tapi dimana mereka ya? Sesampainya di rumah di situ ada ayahmu. Ayahmu mananti di rumah menanti kita. Setelah mendekat lebih jelas ternyata itu ayahku. 

Mimpi telah menggiring Hilary dan Herman mengitari telaga. Berjemur di bawah matahari pagi. Sambil bergerak lari. Derap mengitari telaga.

Berjemurlah. Biar Sehat. Apalagi ada Covid-covid begini, Kata Herman. 

Udara pagi begitu segar. Pohon hijau mengitari genangan telaga. Jalan kecil penuh dengan orang yang lari-lari kecil. Berolahraga mencipta sehat. Sabtu yang ramai.

Ada sekelompok ibu-ibu asyik berfoto ria. Narsis. Lebih suka berfoto dari pada bergerak menyibak keringat. Nanti bedak dan gincu bisa luntur. Sepasang kekasih bersepeda sembari melempar senyum. Mengayuh sampai segar.

Matahari semakin meninggi. Menepi beristirahat. Herman dan Hilary duduk bercerita menikmati riak di ujung telaga. 

Suara air yang mengalir teduh ya. Bikin tenang kalau didengar.

Owh...ya, tapi tidak semerdu suaramu, Herman menimpali.

hehe, Muka Hila memerah. Merunduk malu sambil rebah di bahu Herman.

"Gimana harimu?"

"Biasa saja"

"kok biasa saja"

"tidak ada yang istimewa?"

"ya begitulah, serba Zoom. Kuliah dan kerja pake Zoom. Lebih lama untuk menatap layar".

oh gitu. trus, ada yang membuat bahagia?

"hmmm... ada"

"apa"?

"ya. bisa mencintai orang disebelahku dan melihat senyumannya".

ha..ha...ha..

Riak air terus bersuara. Air semakin menggenang telaga. Sementara kicau pipit bersahut menemani matahari yang semakin meninggi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun