Mohon tunggu...
Edi Winarno
Edi Winarno Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selain di kompasiana ini, saya juga mengelola blog di www.ediwinarno.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bonek Melawan

3 Desember 2016   11:18 Diperbarui: 3 Desember 2016   11:24 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PUNYA tali rafia, Kang?" Mas Bendo mertamu   sambil membawa kain putih yang sudah ia   tulisi dengan cat hitam.

"Untuk apa?"

"Untuk pasang ini di pinggir jalan,"   dengan bangga Mas Bendo membentang kain putih itu di hadapan Kang Karib. Kain   putih dengan kalimat yang sering Kang Karib baca belakangan ini di sekujur tubuh   Surabaya. Yang berisi kecaman tertuju kepada PSSI (sering ditulis sebagai   P$$I)   dengan bumbu umpatan khas Surabaya.

"Kamu itu", ujar Kang Karib, "sudah   jalanan dibikin rapi dan ditata serta dijaga kebersihannya   kok malah semua jadi   gak nyaman dipandang gara-gara   spanduk dipasang pating crentel   dan penuh pisuhan".

"Ini perjuangan, Kang", sergah Mas Bendo.   "Jangan dipandang sebagai mengotori keindahan dan sejenisnya. Saya ini, sebagai   Bonek, sedang melawan." 

"Tetapi melawan kan bisa dilakukan secara   elegan, nDo."

"Di saat PSSI melakukan tindakan   sedemikian jahat kepada Persebaya, mosok kita melawannya dengan lembek. Bisa-bisa kita malah   diremehkan dan tidak direken sama   sekali. Sekali lagi, saya ini bonek, Kang, dan ada darah Surabaya di tubuh saya.   Darah Surabaya adalah darah pejuang, darah pahlawan. Dan ingat, bangsa yang   besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan", oceh Mas Bendo melebar   tak karuan.

"Pahlawan? Bukankah pahlawan adalah   bertujuan luhur demi kemerdekaan, misalnya, dan untuk itu rela berkorban jiwa   raga?"

"Saya, sebagai bonek sejati juga rela   mati, Kang. Rela berjuang sampai titik darah penghabisan demi   Persebaya..."

"Sungguh, nih? Sungguh rela mati cuma demi   bal-balan?   Mbokya jangan segitulah, nDo.   Santai saja. Lagian apa sih yang   kamu dapat dari membela tim kesayanganmu itu?"

"Kebanggaan, Kang. Dan itu tidak dapat   dihitung nilainya", dalih Mas Bendo. "Sudah, Sampeyan ini punya tali   rafia apa tidak sih?"

Setelah menerima tali rafia pemberian   Kang Karib, Mas Bendo pergi menuju perempatan dimana ia akan memasang spanduk   berbahan kain mori murahan itu disana. 

Dua hal yang membuat Kang Karib prihatin   adalah, ulah para (oknum) suporter sepakbola yang acap menerapkan fanatisme secara   kebablasan, dan menempatkan pendukung tim lain sebagai musuh abadi dengan tingkat kebencian yang sampai merasuk ke sumsum tulang, dan atau   ngepruki kaca mobil yang dijumpai   di jalanan dengan tanpa alasan. Kedua: pihak Satpol PP yang sering terlihat   mencopoti spanduk yang telah habis masa ijinnya, (dan apalagi spanduk liar tak   berijin yang dipasang di sudut-sudut jalan) kali ini terlihat seperti sedang   melakukan pembiaran terhadap para bonek yang makin hari makin banyak saja   memasang spanduk penuh pisuhan di   jalanan. ***** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun