Mohon tunggu...
Edid Teresa
Edid Teresa Mohon Tunggu... Guru - Gak Ket Hai Gaku

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nadiem Makarim, "Pahlawan UN?"

13 Februari 2020   19:03 Diperbarui: 13 Februari 2020   19:03 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rupanya, logika saya dengan Mas Menteri Nadiem Makarim hampir mirip. Bedanya, saya masih saja berkutak-kutik berjuang masuk mKompasiana sementara Mas Nadiem sedang berjuang memperbaiki sistem pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Semangat Mas Menteri! Tidak semua orang dapat dinilai dari kacamata yang sama. Siapa bisa mengira, kacamata yang dipakainya adalah kacamata buatan tahun 1997? Kan perlu diganti. Frame kacamata tahun 1997 berbeda dengan frame kacamata tahun 2019 menuju tahun baru 2020.

Sistem pendidikan Indonesia yang terbentuk dalam sistem kurikulum sudah semestinya diganti. Ibaratnya, Negara berkembang sebisa mungkin begerak menuju tuntutan zaman agar bisa menjadi Negara maju. Harapan ini seolah Pak Jokowi sudah titipkan kepada Mas Menteri sapaan untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim. Seperti Gofood dikala lapar, Goride dikala macet, Mas Menteri kini telah meluncurkan program Merdeka Belajar salah satunya adalah mengapus UN.

 Lantas, pendiri Gojek mengatakan bahwa UN 2020 adalah UN terakhir. Selanjutnya tidak ada dan digantikan dengan sistem yang lain. Saya tidak membayangkan bagaimana bahagianya adik-adik SMP dan SMA ketika mendengar kabar ini? Sadar akan lemahnya karakter dalam diri siswa-siswi yang dicetak oleh dunia pendidikan menjadikan Pendidikan Karakter sebagai grand narative-nya mas menteri pendidikan kali ini.

Dunia tidak membutuhkan anak sekolah yang pintar menghafal.

Ketika karakter menjadi narasi agung dunia pendidikan, UN pun mulai diperdebatkan. Artinya, UN tidak boleh menjadi satu-satunya standar atau barometer.

Perkembangan pengetahuan dan karakter siswa-siswi dalam rentang waktu 3 tahun sekolah harus dijadikan pula sebagai pertimbangan kelulusan. Karena itu, penilaian para guru yang hari-hari hidupnya ada bersama para siswa harus menjadi sumber penilaian dalam menentukan kelulusan. Jadi, dengan sah menteri pendidikan menghapus UN, UN 2020 sebagai akhir dari perdebatan itu.

Segala momok dengan sejuta harapan menghapus UN akan segera berkahir, 2021 disambut dengan gembira karena tak perlu lagi kwatir  dengan nama UN. Mas Menteri ibarat penangkal rasa takut, bisa-bisa dijadikan sebagai pahlawan (?) karena telah mengobati pertanyaan sekaligus rasa takut. Salam Mas Menteri! Dunia pendidikan Indonesia butuh jamahan orang seperti Anda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun