"Hmm ...," jawabku pelan, "aku melakukan kesalahan karena adikku, tetapi adikku yang selalu dibela. Aku sudah muak dimarahi oleh orangtuaku karena masalah yang bukan seratus persen kesalahanku. Kamu sendiri ... kabur gara-gara di ... diperlakukan tidak baik lagi kah?"
"Hmm, yah lagi-lagi aku dipukul oleh orangtuaku. He he, aku sudah biasa," kata Jack sambil tersenyum kecil. "Aira, masalahmu tidak ada apa-apanya dibandingkan masalahku. Kembalilah ke rumahmu sekarang juga. Apapun masalahmu, aku yakin itu bukan masalah yang besar. Orangtuamu pasti sedang khawatir sekarang. Percayalah padaku."
Aku menatap tajam ke arah Jack. Aku baru memerhatikan ada lebam di wajah Jack. Air mata mengalir dari ujung mataku.Aku memeluk Jack sambil mengatakan terima kasih, lalu bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung disambut pelukan hangat orangtuaku. Mereka khawatir, seperti apa kata Jack. Aku pun membalas pelukan mereka, dan menangis sejadi-jadinya.
Tiga tahun berlalu, aku duduk di kursi panjang ini lagi. Ini adalah tanggal yang sama seperti ketika Jack memberikan kehangatan padaku dengan kata-katanya. Tanggal 23 Desember. Setiap tanggal 23 Desember aku selalu di sini, menunggu tepukan di pundakku. Berharap Jack kembali memberikan sepatah nasihat yang sangat berharga.Â
Namun, aku sadar itu mustahil. Jack meninggal tiga tahun yang lalu karena kecelakaan, tepat setelah aku sampai di rumah. Sudah dua tahun belakangan, aku selalu duduk di sini saat musim dingin tiba. Mengingat kembali Jack, dan kata-katanya yang menghangatkan jiwa. Terima kasih, Jack.