Mohon tunggu...
Edi Taslim
Edi Taslim Mohon Tunggu... -

Lahir di Pulau Tello (Nias), besar di Padang, Surabaya, & Jakarta. Mulai menulis sejak bekerja di majalah komputer CHIP pada tahun 1997 diikuti dengan Majalah Computer Easy, CHIP FOTO-VIDEO digital dan CHIP Online. Sempat menerbitkan majalah CHIP di Malaysia dan Singapore tahun 2002 hingga 2004. Mulai bergabung bersama KOMPAS.com sejak Juli 2007.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kompas Augmented Reality: Mari Bermain Sekaligus Memanfaatkan Realitas Virtual

29 Mei 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:53 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan Wartawan Kompas, Bambang Sigap Sumantri

JAKARTA, KOMPAS.com - Manusia pada dasarnya suka bermain. Ahli sejarah Belanda lebih dari setengah abad yang lalu, Johan Huizinga, menyebutnya ”Homo Ludens”, ”Man the Player”. Melalui permainan terciptalah kebudayaan. Lebih dari itu, dengan menciptakan inovasi teknologi yang menghibur, tercipta pasar yang makin luas. Dengan tesis ini, tak hanya anak kecil, orang dewasa pun senang pada permainan. Di tengah zaman yang penuh persaingan yang menuntut konsentrasi dan keseriusan yang tinggi, perkembangan teknologi tak hanya membantu menyelesaikan permasalahan rumit tetapi juga diharuskan mampu memberikan permainan. Aplikasi realitas yang diperluas, begitu terjemahan augmented reality (AR), makin berkembang karena membuat pengguna (user) merasa asyik. Terhibur menikmati teknologi sekaligus memperoleh informasi konten yang bermanfaat, tak sekadar efek wauw (kekaguman sesaat) istilah Michael Budi, Direktur Augmented Reality and Co, di Jakarta beberapa waktu lalu. ”Apalagi, perkembangan teknologi itu tak bisa direm, yang kemarin tak mungkin sekarang mungkin. Harga netbook yang dulunya dirasa tak mungkin di bawah Rp 4 juta sekarang ini bisa lebih rendah. Teknologi akan semakin merasuk di masyarakat, kita tak bisa memprediksi perkembangan teknologi,” kata Michael. Teknologi AR dapat dikatakan merupakan lanjutan perkenalan pembaca dengan QR Code. Barkode yang berisi tambahan data, foto dan video, melalui PC dan telepon seluler. Kini pembaca Kompas dapat melihat 3D motion dan video tanpa dengan kode atau marker. Hanya dengan meletakkan foto berita di depan webcam, 3D interaktif dan video pun langsung muncul di layar komputer. Tentu hal itu dilakukan setelah mengunduh aplikasi AR yang disediakan melalui www.kompas.com/ar. Tak mengherankan jika banyak perusahaan memakai AR untuk memperkuat branding ataupun meningkatkan pemasarannya. Sebuah produk teh celup baru-baru ini memakai AR untuk menerobos pasar segmen muda. Di sejumlah gerai, dipasang komputer PC yang sudah dilengkapi dengan webcam, calon pembeli teh celup itu dipersilakan ”memainkan” bungkus teh celup itu, lantas muncul video gambar 3D di layar monitor. Banyak contoh menunjukkan, aplikasi AR juga dapat memberikan penjelasan yang kadang susah diperoleh dalam realitas yang sebenarnya. Seperti yang dialami Kompas meliput tradisi berburu paus di Lamalera, Nusa Tenggara Timur. Sekitar bulan Mei, masyarakat desa di Lamalera mengadakan upacara berburu paus yang sudah dilakukan turun-temurun sejak puluhan tahun. Kapal dengan penumpang nelayan yang siap memburu paus sebelumnya diberkati dengan misa yang dipimpin pastor setempat. Selanjutnya, kapal pun meluncur ke tengah laut. Dua wartawan Kompas yang mengikuti kapal selama 10 hari masih belum mendapatkan paus. Ketika paus muncul pada minggu keempat, ternyata pas wartawan tidak bisa ikut. Dengan teknologi AR, pembaca dapat diberi penjelasan animasi 3D bagaimana penangkapan paus di laut yang digabung dengan video upacara misa peluncuran kapal nelayan seperti yang bisa dilihat dalam tulisan Tanah Air (Kompas, 29/5). Penggabungan Ronald T Azuma, peneliti AR, menjelaskan, AR sejatinya variasi lain dari realitas virtual. Teknologi realitas virtual membenamkan pengguna secara total pada lingkungan sintetis. Ketika masuk dalam dunia buatan itu, kita tidak dapat mengenali lingkungan nyata di sekitarnya. Aplikasi AR yang awalnya dipakai untuk pembuatan pesawat Boeing tahun 1950-an ini justru sebaliknya. Ia tidak memisahkan yang nyata dengan virtual, malahan yang terjadi adalah penggabungan antara keduanya pada ruang yang sama. Survei Azuma atas pemakaian AR menunjukkan 3 hal yang menjadi ciri khususnya: AR menggabungkan antara realitas senyatanya dan virtual bersifat interaktif saat itu juga dan memakai gambar tiga dimensi. Pemakaian aplikasi makin meluas karena banyak sekali kegunaannya, selain sebagai permainan yang mengasyikkan. Di situs YouTube, kita bisa menyaksikan demo perbaikan mobil BMW memakai teknologi AR. Melalui kacamata khusus, pemilik BMW dapat memperbaiki kerusakan radiator tanpa harus ke bengkel. Video cara memperbaiki mobil itu setahap demi setahap memberikan petunjuk alat dan bagaimana cara memasang komponen kipas angin dengan menggabungkan gambar 3D dan video nyata mesin BMW. Di Jepang dalam situs web tobi.com, sebuah perusahaan bisnis pakaian menawarkan terobosan pemasaran baru. Sebagai pembuat pakaian yang memakai jasa internet untuk menjual produknya, tentu saja mereka kesulitan jika harus menyediakan fitting room. Perusahaan itu lantas memakai teknologi AR, calon pembeli di mana pun tak perlu masuk ke kamar ganti untuk mencoba pakaian yang hendak dibelinya. Cukup satu dua klik di komputer, mereka bisa mengepaskan pakaian yang diminati. Di Belanda, telepon seluler yang telah mengunduh aplikasi AR bernama Layar akan dapat ”menembak” bangunan atau restoran untuk mengetahui informasi tentang harga dan menu yang mereka suka. Akan tetapi, kata Michael, untuk AR yang dipakai sekarang ini di Indonesia agak berbeda dengan Belanda. ”Saat ini telepon seluler belum bisa dipakai untuk AR, mungkin menunggu sampai tahun depan setelah perangkat lunak dan chip processor makin murah,” ujarnya. Tulisan ini dimuat di Harian Kompas, Sabtu 29 Mei 2010.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun