Melupakan Sensitivitas Umat
Kasus tersebut merupakan bentuk kurangnya sensitivitas dari manajemen Holywings. Masih ingat, bagaimana heboh nasi padang 'babiambo' kemudian 'nasi uduk Aceh'. Pasalnya, karena nasi Padang baca Minang juga nasi uduk 77 identik dengan halal. Harap maklum jika kemudian menuai kecaman hingga anggota DPR.
'Babiambo' yang sudah dua tahun lalu tutup di kawasan Kepala Gading tetapi tetap menyulut heboh pada awal Juni lalu, menunjukkan betapa kerasnya lapisan masyarakat yang selalu merasa gerah jika isu keagamaan itu diusuik.
Ustaz Gus Miftah yang mencoba mentralisir dengan mengatakan 'sejak kapan rendang punya agama' malah kemudian menjadi sasaran cercaan masyarakat hingga kaum ulama.
Hal utama yang kemudian harus diperhatian dalam kehidupan masyarakat di Tanah Air adalah mengasah sensitivitas. Banyak hal yang sangat sensitif jika menyangkut SARA di Indonesia, terutama terkait agama dan seluruh aspeknya, baik aturan ataupun atribut keagamaan.
Bahkan, untuk sebuah konotasi saja bisa mencederai kehidupan keagamaan atau kehidupan kemasyarakatan. Termasuk dalam hal ini, memberikan penawaran gratis minuman beralkohol yang kemudian seolah dikonotasikan promosi kepada umat Islam karena ada nama Muhammad.
Meski demikian, penyelesaian seharusnya dilakukan secara musyawarah atau upaya hukum. Langkah GP Ansor yang hendak  konvoi di tiga titik Holywings di Jakarta, seperti di Gatot Subroto, Senayan, dan PIK patut dihindarkan.
Apapun masalahnya, masyarakat sepakat sebagai negara hukum. Sikap jumawa dan mayoritas hendaknya tidak kemudian mengabaikan prinsip hukum dan keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H