Kondisi itu tercermin dari langkah pendiri PD Subur Sembiring yang bergerilya ke Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkum Ham Yasonna A Laoly. Ia menilai tidak sahnya Kongres dan keinginannya mengambil alih PD. Aksi Subur ini berujung pemecatan pada 12 Juni tahun lalu.
Upaya untuk melakukan perlawanan terhadap AHY terus mengkristal. Bahkan beberapa faksi yang sebenarnya saling berseberangan merasa dipersatukan setelah pengumuman AHY soal kudeta. AHY dinilai telah menyatakan perang terhadap siapa saja yang berniat mendelegitimasi kepemimpinannya.
Peristiwa tersebut juga dijadikan momentum penegasan bahwa PD berseberangan dengan pemerintah Jokowi. Artinya PD juga berlawanan dengan koalisi yang dibangun Jokowi. Terhadap kebijakan pemerintah, PD akan kian kencang untuk menentang dalam hari-hari mendatang.
Peristiwa politik ini tidak akan ada penyelesaian ke depan. PD hanya akan menindak kader yang aktif terlibat melakukan upaya kudeta. Sedangkan posisi Moeldoko tetap tidak akan tersentuh. Justru posisi mantan Panglima TNI itu makin mendapat tempat bagi pihak yang tidak satu barisan dengan PD. Sedangkan bagi pendukung Jokowi, PD kian menjadi musuh abadi.
Kebesaran PD akan didapatkan dari sejauh apa keberhasilan melakukan upaya pemihakan kepada masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah. PD menjadi kekuatan alternatif selain PKS. Pihak yang berseberangan dengan Jokowi tetapi tidak satu aliran dengan PKS akan menjadikan PD sebagai pilihan.Â
Apakah PD akan kembali menuju zaman keemasannya masih menjadi tanda besar. Kemungkinan pasti adalah SBY-AHY-PD akan makin meruncing perseteruannya dengan Jokowi-PDIP.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H