NAMANYA Ali Lubis. Ia kerap menyertakan singkatan ACTA di belakang nama pria berprofesi pengacara sekaligus Ketua DPC Partai Gerindra Jakarta Timur itu. Kabid Humas Lembaga Advokasi & Hukum DPP Partai Gerindra ini memang aktif sebagai penggerak organisasi Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
Ia pernah membela Ahmad Dhani dalam kasus ujaran 'idiot' di Surabaya, juga menjadi kuasa hukum Fadli Zon dalam kasus gugatan ancaman pemilik kaun Twitter @NathanSuwanto.
Kiprah Ali Lubis tergolong dekat dengan elite Partai Gerindra. Ketika kemudian mencuit bahwa sebaiknya Gubernur Anies Baswedan mundur karena meminta Pemerintah Pusat mengambil alih koordinasi penanggulangan Covid-19 di Jabodetabek, petinggi Partai Gerindra bagai kebakaran jenggot.
Setelah cuitan Ali Lubis Senin kemarin itu, sorenya Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman dikabarkan merapat ke Kantor Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria. Setelah itu Ariza memberikan pernyataan bahwa Partai Gerindra tetap mengawal Anies hingga 2022.
Habiburokhman yang dekat dengan Ali Lubis mencuit memberikan kartu kuning. Jubir Partai sekaligus Ketua Mahkamah Partai itu meminta Ali Lubis yang dekat dengan PA212 itu untuk setop bicara. Ia mendesak Ali Lubis bicara sesuai adab dan etika.
Pernyataan Ali Lubis didasarkan pada kasus Covid-19 di Jakarta yang terus meningkat. Ia pun menganalisis bahwa seharusnya upaya Anies didukung tetapi kenyataannya banyak warga yang melangagro protokol kesehatan. "Jangan-jangan warga Jakarta sudah tidak mendukung Anies sebagai gubernur," katanya.
Kemudian muncul pernyataan bahwa Anies meminta Pemerintah Pusat mengambil alih penanganan Covid-19 Jabodetabek di tengah melonjak kasus dan kian sesaknya pasien rumah sakit. Â
"Jika sudah tak sanggup, sebaiknya mundur saja dari Jabatan Gubernur..simple kan," cuit Ali Lubis di akun Twitternya @AliLubisACTA, sambil melampirkan link berita Kompas.com.
Ali Lubis adalah sosok yang pada 2016/2017 getol mendorong Anies menjadi gubernur. Melalui ACTA ikut berperan menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama dengan pelaporan-pelaporannya.
Anehnya, Â ia seolah berbalik arah. Bahkan cuitannya di atas membuat geger elite Gerindra juga membuat PKS harus membuat pernyataan tetap setia mendukung Anies hingga selesai. Meskipun kemudian menjadi olok-olok seperti oleh lain, seperti PDIP.
Pernyataan Ali Lubis bisa dianalisis mencerminkan kegelisahan di jajaran pentolan partai yang kemungkinan kurang puas dengan kinerja Anies. Setelah Ariza masuk sebagai wagub, pengamatan itu lebih seksama.
Selain itu, Partai Gerindra yang sudah menjadi bagian dari koalisi pemerintah telah membuat militansi para kader terhadap Anies luntur. Mereka tentu berputar haluan ke mana angin cenderung bertiup.
Pernyataan Ali Lubis dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPC Gerindra Jakarta Timur bukan lagi sebagai isyarat tetapi bisa diterjemahkan sebagai bagian dari penolakan atas kepemimpinan Anies sebagai gubernur.
Seorang pentolan partai pendukung membuat pernyataan vulgar tersebut adalah suatu kudeta langsung. Ia tidak lagi berbahasa dalam batas isyarat tetapi suatu ultimatum alias peringatan. Gaung dari pernyataan itu terlalu nyaring untuk tidak disimpulkan sebagai lonceng kematian politik Anies.
Pilkada 2022 sudah di depan mata. Hitung-hitungan mati-matika tinggal satu tahun lebih sedikit. Waktu yang singkat untuk melakukan konsilidasi partai. Sekaligus meminang calon gubernur dan wakil gubernur yang akan diusung.
Sebagai partai terbesar kedua di DPRD DKI Jakarta setelah PDIP, Gerindra yang memiliki 19 kursi legislatif di Kebun Sirih, akan mudah bermanuver. Apalagi Anies bukan kader Gerindra sehingga keterikatan emosional relatif kurang. Pada 2017, mereka diikatkan oleh perlawanan yang sama menendang Ahok dari Balaikota.
Kini di tengah kemesraan dengan PDIP, Gerindra semakin banyak pilihan dalam menentukan strategi politik 2022 mendatang. Tentu Gerindra berkeinginan kuat menjaga Ariza tetap di Balaikota karena baru masuk pada April 2020 lalu.
Cuitan Ali Lubis adalah pemanasan menuju 2020 sekaligus peringatan kepada Anies untuk tidak sebelah mata terhadap Ariza dan Partai Gerindra. Bisa jadi sebagai salam perpisahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H