SPBU milik PT Pertamina Ritail di Jalan Ababil Kecamatan Sukajadi, Pekanbaru, ludes terbakar pada hari Jumat (1/1) pukul 23.55 WIB.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol. Nandang Mu'min Wijaya di Pekanbaru mengatakan api diduga berasal dari frekuensi handphone yang berbunyi dari dalam mobil yang sedang melakukan pengisian BBM. Ia menyebutkan frekuensi ponsel itu menimbulkan percikan api dan menimbulkan kebakaran.
PT Pertamina pernah menyatakan kebakaran SPBU juga terjadi di Pati dan Temanggung, Jawa Tengah, pada 2019. Â Dugaan juga disebabkan karena adanya aliran statis saat melakukan pengisian. Namun, tidak dijelaskan apakah listrik statis itu bersumber dari ponsel yang aktif.
Hingga saat ini perusahaan pelat merah itu tetap melarang penggunaan ponsel di kawasan SPBU. Disebutkan penggunaan gawai berpotensi menyebabkan kebakaran. Penjelasan Pertamina adalah saat pengisian, uap bensin kelaur dari nozzle. Kemudian uap itu terkena sumber panas maka bisa memicu kebakaran.
Penjelasan lain adalah ponsel merupakan portable electronic produck (PEP) yang tidak didesain dan bersertifikat untuk digunakan di kawasan yang Explosive Atmosphere.
Keterangan resmi Pertamina menyebutkan bahwa PEP di hazaroud zona 1 SPBU berpotensi tinggi mengakibatkan insiden serius seperti kebakaran dan ledakan.
Penjelasannya saat peralatan ponsel tersebut dalam keadaan aktif kemudian ada panggilan masuk, ada percikan api dari sirkuit batere dengan penutup atau casing yang didesain kedap gas maka berpotensi percikan api yang menyebabkan kebakaran.
Pertamina juga membantah bahwa penggunaan ponsel akan menganggu takaran dalam dispenser saat pengisian. Disebutkan server terpisah pada despenser sehingga tidak berpengaruh dengan frekuensi yang beda sirkuit.
Bahasa sederhananya yaitu ponsel yang memiliki sinyal yang menghantarannya melalui udara. Ketika ada pengisian BBM ada uap gas. Jika uap dan sinyal beberangen masuk, sinyal bisa mengantar api jadi percikan api.
Uap dari BBM mudah terbakar. Dapat masuk ke dalam ponsel, di mana di dalam ponsel terdapat aliran listrik yang cukup sebagai sumber percikan api.
Sebenarnya lampu LED yang menyala saat menerima telepon atau browsing menghasilkan frekuensi tinggi tetapi percikan api hanya seukuran 1 mikron sehingga tak mampu menyulut api bensin di udara terbuka.
Kesimpulannya Pertamina melarang penggunaan ponsel di kawasan SPBU. Terutama saat pengisian bahan bakar. Namun, sebenarnya belum ada investigasi mengenai bermain ponsel bisa berakibat kebakaran.
Mabes Polri menyebutkan  satu unit ponsel dapat mengeluarkan frekuensi yang cukup tinggi. Setiap ponsel juga mengeluarkan bunga api yang berukuran 1 mikron, atau setara seperseratus milimeter. Percikan ini kerap kali keluar di sekitar antena koil akibat perbedaan tegangan yang cukup tinggi.Â
Penjelasannya sederhana yaitu radiasi elektromagnetik yang ditimbulkan oleh telepon genggam yang ditimbulkan oleh telepon genggam sudah tercampur dan terurai dengan komponen di udara.
Pelarangan ponsel di SPBU lebih banyak ditujukan untuk melindungi akurasi takaran mesin elektrik pompa BBM. Gelombang elektomagnetik yang dikeluarkan handphone dapat mempengaruhi kinerja mesin elektrik pompa BBM.
Hal senada disampaikan Ikatan Motor Indonesia (IMI) yang menjelaskan bahwa tidak ada kaitan antara penggunaan ponsel di kendaraan dengan kebakaran di SPBU.
Meski demikian, pilihan bijak tetap pada diri kita masing-masing. Sebaiknya, memang hentikan aktivitas bertelepon di SPBU. Toh hanya sebentar. Sekaligus agar tidak mengganggu konsentrasi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H