PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat membuka aib Korps Bhayangkara dalam kasus suap penghapusan red notice buron Djoko Tjandra. Meski baru dalam dakwaan jaksa penuntut umum, suap taipan yang diduga diterima jenderal polisi bikin mengelus dada. Selain karena nilainya  Rp 8,3 miliar tetapi juga karena tindak pidana dilakukan oleh dan di markas penegak hukum.
Memang, nilai gratifikasi tersebut masih akan dibuktikan dalam persidangan yang akan bergulir dalam pekan-pekan ke depan. Namun, penetapan tersangka polisi berpangkat jenderal bintang dua dan satu mewariskan catatan hitam perjalanan institusi penegak hukum tersebut.
Sidang Tipikor, Senin 2 November 2020 siang tadi, mendakwa Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte telah menerima suap sebesar Rp 6,1 miliar. Kemudian  Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri senilai Rp 2,2 miliar belum termasuk suap ratusan juta rupiah dalam kasus surat perjalanan palsu Djoko Tjandra.
Jaksa membeberkan bagaimana alur uang dari buron kasus pengalihan hak tagih cessie Bank Bali yang sudah buron 11 tahun itu mengalir ke kedua polisi itu sepanjang bulan April hingga Mei 2020. Bagaimana pejabat negara memalak suap dari angka Rp 3 miliar menjadi Rp 7 miliar. Â
"Ini apaan nih segini, gak mau saya. 'Naik ji jadi 7 (tujuh miliar) ji soalnya kan bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau "petinggi kita ini'," kata terdakwa jenderal bintang dua, Â saat berhadapan dengan kaki tangan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, seperti diungkap jaksa penuntut umum.
Bila benar apa yang disampaikan jaksa, betapa suatu kasus nyata benar diperdagangkan. Tanpa basa-basi, seperti sudah di pasar, jual beli itu benar adanya. Tanpa sungkan, menyeret nama lain yaitu 'petinggi' meskipun masih perlu diperdalam kebenarannya.
Padahal mereka adalah para elite di jajaran struktur organisasi kepolisian. Mereka telah melewati posisi Komisaris Besar (Kombes) yang konon membludak alias melebihi kapasitas jabatan di Trunojoyo, istilah markas besar Polri.
Brigjen Prasetijo, misalnya, merupakan perwira tinggi yang berprestasi. Ia seangkatan dengan Kabareskrim Komjen Pol Sigit Prabowo dari Akpol tahun 1991.
Banyak nama moncer dari 200 alumni seangkatan Prasetijo, misalnya Kapolda Jawa Timur Irjen M. Fadli Imran, Kapolda NTB Irjen M Iqbal. Hingga Brigjen Khrisna Murti yang menjabat Karomisinter Divhubinter Polri.
Dalam catatan Indonesia Police Watch (IPW), Prasetijo tegas menindak pengusaha asal Surabaya yang mengemplang pajak hingga Rp 200 miliar di tahun 2019. Ia menyita aset dan bangunan hotel milik pengusaha tersebut di Bali.
Pada tahun yang sama, Prasetijo juga menutup kegiatan reklamasi di Tegal Mas di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.