Mohon tunggu...
Eddy Susanto
Eddy Susanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana, Program Studi S2 Ilmu Manajemen, Universitas Pendidikan Ganesha

Suka dengar musik, metafisika dan spiritual. Motto : Hidup sampai tua, belajar sampai tua

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pentingnya Literasi Keuangan Digital, Kunci Tak Terjerat Pinjol Ilegal

10 Oktober 2023   10:10 Diperbarui: 10 Oktober 2023   10:43 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

2.3  Financial Technology (Fintech)

Fintech telah menjadi salah satu teknologi yang akan mengubah secara fundamental industri perbankan. Salah satu bentuk fintech yang sedang populer di kalangan masyarakat adalah peminjaman secara peer to peer atau pinjaman secara online (Santoso, Trinugroho, & Risfandy, 2020). Peer to peer lending atau pinjaman online disebut layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis teknologi yang merupakan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet (Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2020). Semakin bertambahnya jumlah perusahaan pemberi pinjaman melalui platform online, semakin banyak juga masyarakat yang tertarik dengan program yang ditawarkan karena persyaratan yang relatif mudah dan proses yang sangat cepat. Seolah-olah, mereka bahkan mengabaikan fakta bahwa suku bunga pinjaman bank umumnya lebih tinggi (Wahyuni & Turisno, 2019).

III. Pembahasan

Beberapa tantangan finansial yang dihadapi orang, terutama generasi milenial dan generasi Z meliputi: pengeluaran uang yang tidak terencana, pendapatan yang cepat habis, tabungan yang minim dan kebiasaan boros yang sulit dikontrol. Bahkan di negara-negara dengan tingkat pendapatan tinggi, literasi keuangan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Beberapa upaya literasi keuangan juga telah dilakukan dengan fokus pada berbagai kelompok di masyarakat. Masalah serius yang harus dihadapi adalah kurangnya pemahaman tentang literasi keuangan, karena hal ini dapat berdampak negatif pada perilaku dalam mengelola keuangan. Seseorang atau keluarga yang kurang paham akan literasi keuangan cenderung tidak memiliki strategi perencanaan keuangan untuk jangka panjang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Tahun (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03 persen dari total penduduk Indonesia yang memiliki tingkat literasi keuangan. Jumlah ini setara dengan sekitar 137 juta dari 275.77 juta penduduk Indonesia. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat kita masih dalam kategori rendah (<60%) walaupun sudah meningkat dari tiga tahun sebelumnya. Data ini menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang signifikan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terkait keuangan.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan bertumbuhnya perusahaan-perusahaan rintisan yang bergerak di bidang fintech, semakin besar pula perkembangan layanan pinjaman online di Indonesia. Mereka menawarkan pinjaman tanpa agunan yang prosesnya dilakukan secara online melalui website atau aplikasi smartphone. Setelah melewati berbagai proses, dana yang dibutuhkan akan langsung ditransfer ke rekening milik nasabah. 

Hal mendasar yang membuat pinjaman online marak di masyarakat adalah menawarkan kemudahan. Kebanyakan pinjaman online cukup mensyaratkan calon penggunanya untuk mengisi data diri yang kemudian dilanjutkan dengan mengirim swafoto (selfie) bersama Kartu Tanda Penduduk (KTP). Setelah itu, tinggal tunggu beberapa saat saja, dana yang dibutuhkan sudah ditransfer ke rekening pengguna. Sayangnya, kemudahan ini juga dimanfaatkan oleh beberapa individu yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai praktik pinjaman online tanpa jaminan yang tidak sah dan tidak berizin dari OJK.

Maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia diduga mendapat dukungan dari asing. Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing menyebutkan 34% dana berasal dari luar negeri. Pada bulan Juni 2021 lalu, Tongam mengatakan hanya 22% server dari Indonesia. Sedangkan 40% tidak diketahui asalnya karena melakukan aktivitas melalui media sosial dan sisanya dari luar Indonesia. Saat itu Tongam menyebutkan server dari luar tercatat berasal dari Singapura, India serta China.

Banyak kasus pinjaman online ilegal yang merugikan penggunanya. Tidak hanya merugikan secara finansial, keberadaan pinjaman online ilegal begitu meresahkan. Dilansir dari CNBC Indonesia, Satuan Tugas Waspada Investasi telah menutup 3.784 pinjaman online ilegal sejak 2018 hingga Februari 2022. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa pemerintah akan memberantas keberadaan praktik pinjaman online ilegal. Menko Mahfud MD menilai pinjaman online ilegal sebenarnya adalah rentenir yang bertransformasi di era digital.

Lalu bagaimana cara kita membedakan antara pinjaman online resmi dan ilegal yang lagi marak saat ini? Mari kita bedah lebih detail lagi.

Selain telah terdaftar secara legal di OJK, pinjaman online resmi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menawarkan bunga rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun