Sedihnya Hari Ibu
Beberapa waktu yang lalu saya duduk sebagai peserta dalam sebuah kegiatan nasional di sana disampaikan bahwa tingkat kematian saat melahirkan cukup tinggi di negeri ini, tentunya itu terjadi di daerah-daerah yang pelayanan kesehatan tidak memadai, di tempat-tempat yang para pelayanan kesehatan seperti bidan dan dokter tidak ada disana. Di tempat seperti itulah para ibu bertarung dengan maut untuk melahirkan anak-anak mereka, sehingga anak-anak mereka sangat mencintai ibu mereka.
Kita bangga kepada mereka yang sangat mencintai ibu mereka, lantas bukan berarti kita tidak bisa mendorong dan mendesak negara kita mencintai ibu-ibu mereka. Kita dipaksa oleh nurani kita untuk mendesak pemerintah agar mengerakkan para pelayan kesehatan untuk melangkah ke pelosok-pelosok daerah yang sangat sulit dijangkau tersebut, agar ibu dapat melihat anak-anaknya dewasa, agar kita tidak lagi kehilangan ibu saat melahirkan anak-anak mereka!
Kita sadar bahwa luasnya negara ini, gunung dan lembah sangat mencekam sehingga terlalu sulit untuk dilalui oleh para bidan dan dokter untuk sampai ke tempat-tempat terpencil dimana persalinan akan terjadi. Tapi apakah itu kesulitan bagi pemerintah? Sulitkah pemerintah menghantarkan para bidan dan dokter kesana? Sulitkah pemerintah mencukupkan kebutuhan mereka disana? Sulitkah pemerintah mengangkat mereka menjadi pegawai tetap pemerintah disana? Ya, itulah kesulitan pemerintah kita, sehingga kita perlu menyadari dan mencintai ibu kita sepenuh hati, di tempat lain banyak anak-anak yang terlahir tanpa merasa kasih sayang ibu dan tidak dapat menyayangi ibunya, anak-anak itu hanya bisa melihat batu nissan ibu mereka.
Cintailah ibumu dan tolonglah ibu orang lain.
Selamat Hari Ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H