Menunggu Seraya Merindu itu Bberat, tetapi nikmat
Adalah penduduk Madinah, ketika menunggu kedatangan kekasihnya, manusia Agung yang dirindukannya. Mereka sedari pagi sudah menunggu di perbatasan, ada yang naik pohon, ada yang naik atap rumahnya, ada yang berdiri dari tanah yang lebih tinggi, padahal mereka tahu yang dirindu belum saatnya tiba.
Lambat laun, ketika diperkirakan saat kedatangan manusia agung yang dirindukan, penduduk Madinah semakin banyak yang berdatangan, berduyun-duyun ke perbatasan. Tua muda, laki-laki perempuan.
Dan begitu dari jauh tampak bayangan manusia agung yang dirindukan, yakni Rasulullah SAW, mereka menangis, berlarian menyambutnya. Mereka bergembira, dan menyambutnya, "thala'al badru alaina... ".
Begitulah keharuan Masyarakat Madinah menyambut kekasihnya, manusia agung yang telah lama mereka rindukan, Rasulullah SAW.
Kerinduan yang mengharukan juga dirasakan oleh jamaah Haji, khususnya jamaah yang sudah di Mekkah, termasuk yang sudah melaksanakan Umrah dan sedang menunggu proses ibadah hajian. Ibadah haji yang sudah tahunan bahkan puluhan tahun dirindukan.
Tidak sedikit jamaah menangis, bercucuran air mata, bersyukur dan terharu, karena bisa hadir di tanah Haram, bisa sholat di Masjidil Haram, bisa Umrah, bisa thawaf, bisa Sai.
Bisa merasakan perjuangan Ibunda Siti Hajar mencari air untuk buah hatinya. Bisa merasakan panasnya suhu tanah haram, tempat Rasulullah SAW berdakwah.
Begitu juga ketika di Arafah, jamaah terharu dan menangis. Bisa menunaikan ibadah haji, menyempurnakan rukun Islam. Yang tidak semua orang berkesempatan.