Pernah merasakan kelangkaan BBM? Bagaimana kira-kira rasanya, sudah capek-capek antri bensin begitu sampai giliran ternyata hasilnya zonk alias nihil karena ternyata stok sudah tak mencukupi? Marah, sebel, jengkel dan seringnya sambil mengumpat-umpat, di medsos khususnya *upss keceplosan.  Ya iyalah, hari gini gitu lho paling enak kan memang mengumpat di medsos hehehe. Termasuk saya ini, berapa kali saya "curhat" tentang kelangkaan bensin di medsos?Â
Berkali-kali! Kalau tak percaya intip saja FB saya hehehe. Tingggal mainkan jari tangan, tanpa pikir panjang yang penting publish kelar urusan hahaha. Yakin, kelar urusan? Ya enggaklah! Emang medsos bisa apa coba? Ehh, jangan salah lho kalau pas "beruntung" curhatan kita di viral di banyak medsos paling tidak kan ada tindak-lanjutnya.
Saya masih ingat pada bulan Januari lalu ada seorang dokter yang membuat surat terbuka untuk presiden tentang kelangkaan BBM di Bontang yang ternyata di viral kemana-mana. Dengan viralnya curhatan dokter itu setidaknya mulai adalah perubahanlah. Antrian tetap ada, tapi sudah tak berjam-jam seperti dulu. Ehh, tapi emang benar ya di Kalimantan Timur juga ada kelangkaan bensin? Yaelah...meski katanya sumber minyak, di Kalimantan Timur juga ada kelangkaan BBM bro! Serius? Suerrr!!!
Koq bisa ya, Kalimantan Timur yang kaya minyak bisa terjadi kelangkaan BBM? Sementara di Jawa yang minim sumber minyak bisa tetap lancar jaya pasokan BBM-nya? Ya, kenyataannya memang demikian koq! Dan orang-orang semacam saya, masyarakat awam ini kan bisanya cuma berkeluh-kesah.
Masyarakat kan tahunya stok harus selalu ada dan tidak boleh dibeda-bedakan antara wilayah Jawa dan luar Jawa. Titik! Nah, ini yang tentu saja membuat pemerintah, dalam hal ini Pertamina kewalahan memenuhi ketersediaan BBM di seluruh wilayah tanah air, tak terkecuali di pelosok sekali pun! Bagaimana Pertamina tak kewalahan mengingat kondisi geografis negara tercinta ini?
Berpegang pada UU No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, Pertamina memang satu-satunya "pemain" yang mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah NKRI. Baru pada saat berlakunya UU No.22 Tahun 2001, ketika pasar telah dibuka seluas-luasnya, perusahaan-perusahaan swasta nasional pun mulai tumbuh dan berkembang cukup pesat.
Setidaknya ada sekitar 200 badan usaha swasta nasional yang bergerak di sektor hilir migas ini. Hanya saja tidak semua perusahaan swasta itu berkembang seperti seharusnya. Hal ini lebih disebabkan oleh rantai distribusi yang rumit. Boleh dibilang distribusi migas di Indonesia adalah yang terumit di dunia. Mengapa?Â
Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan 2.342 diantaranya merupakan pulau berpenghuni. Bayangkan saja bagaimana rumitnya harus mendistribusikan BBM ke pulau-pulau yang dipisahkan lautan luas. Untuk menjelajah satu pulau ke pulau lainnya, Pertamina harus mengarungi lautan luas itu. Kondisi alam yang menantang dan kadang tak bersahabat merupakan salah satu kendala utamanya.Â
Selain itu masih banyak daerah-daerah di Indonesia ini yang belum memiliki lembaga penyalur seperti SPBU, APMS (Agen Premium dan Minyak Solar), dan SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan). Dan untuk membangun itu, badan usaha yang bersangkutan harus kuat dari berbagai segi baik itu finasialnya, SDM-nya, maupun teknologinya.
Dengan kata lain industri migas memang padat teknologi, modal, dan resiko. Sampai saat ini tercatat hanya PT. Aneka Kimia Raya Corporindo (AKRA) yang masih bertahan untuk ikut mendistribusikan BBM. Yang lainnya, ya wassalam deh! Akhirnya Pertaminalah yang harus melakukan itu semua. Tentu saja dengan segala keterbatasannya. Meski Pertamina sudah bekerja secara maksimal, tetap saja di wilayah terpencil akan sulit untuk terpenuhinya kelancaran penyediaan dan pendistribusian BBM yang merata di seluruh wilayah NKRI.
Kebetulan pak suami bekerja di salah satu perusahaan migas di Bontang. Pernah suatu ketika saya tanyakan mengenai distribusi BBM oleh Pertamina ke daerah-daerah. "Wah, jangan dikira gampang mendistribusikan BBM ke pedalaman. Gak usah pedalamanlah. Di tempat kita ini (Bontang) saja sudah makan waktu berapa lama coba? Dan mereka (Pertamina) kerjanya kontinyu lho! Terus-menerus sepanjang hari." Dan Jawaban suami saya itu membuat saya sedikit merenung.Â