Kemudian saat eksplorasi selesai tanah itu dipakai kembali untuk menimbun lubang sekaligus ditanami pohon baru yang mungkin sempat tertebang saat eksplorasi dilakukan. Usaha semacam ini biasa dinamakan dengan reklamasi. Sehingga lingkungan yang semula telah rusak akibat penambangan bisa direhabilitasi atau dipulihkan kembali dengan penanaman pohon di lokasi penggalian.
Lokasi penambangan batubara di Bontang berjarak puluhan kilo dari pemukiman warga. Sementara lokasi penambangan di wilayah Samarinda dan sekitarnya banyak yang berada di dekat pemukiman warga. Akibatnya tak sedikit lubang-lubang bekas galian batubara yang dibiarkan menganga yang akhirnya menelan korban hingga meninggal dunia. Sampai saat ini tercatat lebih dari 24 orang anak (per Mei 2016) meninggal di bekas lubang galian batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara (sekitar Samarinda) karena bermain di sekitar lokasi penggalian yang tak ditimbun. Bekas lubang yang tak ditimbun ini pada akhirnya akan dipenuhi air saat hujan tiba.
Air yang tertampung di lubang ini sekilas tampak jernih sehingga memancing minat anak-anak untuk mandi atau berenang di bekas galian. Padahal lubang galian itu sejatinya sangat dalam dan pastinya sangat berbahaya jika berenang di dalamnya, apalagi kalau tak disertai kemampuan berenang yang baik. Tak hanya menimbulkan korban jiwa, banyak pula operasi pertambangan batubara di sekitar Samarinda yang menyasar hutan konservasi serta hutan lindung.
Program CSR sendiri adalah semacam tanggung jawab sosial dari sebuah perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan hidup atas imbas dari kegiatan-kegiatan usahanya. Perusahaan tambang batubara di wilayah Bontang umumnya mempunyai banyak mitra binaan, diantaranya adalah para peternak sapi, budidaya ikan lele, ikan mas, dan ikan gurami. Selain itu juga bantuan kepada para petani semangka, bantuan untuk pembangunan daerah desa tertinggal dan juga program penanaman 300 pohon pertahun yang di sebar di desa-desa binaan di sekitar Bontang.
Dengan adanya program CSR ini, setidaknya stigma negatif terhadap perusahaan tambang juga bisa dihilangkan. Karena bagaimana pun juga kita hidup sehari-hari ini tak lepas dari apa yang dihasilkan dari usaha di bidang pertambangan. Ibarat kata, mau makan saja, sendok yang kita gunakan berasal dari hasil tambang. Mau minum kita perlu merebus air dengan panci yang terbuat dari bahan tambang. Lampu penerangan yang kita gunakan juga listriknya berasal dari pembangkit bertenaga batubara yang notabene dari hasil pertambangan. Bagaimana pun juga kita hidup bersinergi dengan hasil tambang.
Tambang bisa akan sangat menguntungkan jika kita bisa memperlakukan secara benar. Bahan tambang seperti batubara ini juga akan cepat habis kalau kita tak pandai mengelolanya dengan baik. Adanya kebijakan Presiden Jokowi yang mengeluarkan moratorium lahan tambang diharapkan membawa angin perubahan.
Dengan adanya moratorium itu, lubang-lubang bekas galian harus direklamasi sehingga lingkungan yang sudah rusak bisa diperbaiki. Karena kalau tidak dampak dari eksplorasi ini, lubang bekas tambang batubara yang dibiarkan menganga tak hanya mampu menelan korban jiwa, tapi dapat juga mengakibatkan kerusakan lingkungan, bencana banjir dan juga tanah longsor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H