Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pelajaran Hidup dalam Semalam Untuk Danny

3 Mei 2012   03:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi malam saya sekeluarga menyempatkan keluar rumah untuk makan malam. Meskipun tidak malam minggu, tapi anak saya Danny tetap ikut dalam rombongan. Awalnya Danny menolak untuk ikut dengan alasan ingin makan dirumah aja. Tetapi ketika saya paksa untuk ikut, akhirnya dia menurut saja. Saya pikir daripada dia di rumah sendiri, mendingan ikut "jalan-jalan" sekalian mengurangi stressnya dalam belajar.

Memang hari-hari belakangan ini karena hendak menghadapi UN hari Senin nanti, Danny ini tampak sekali stressnya. Bagaimana tidak stress jika sepanjang hari di sekolah selalu diisi dengan latihan mengerjakan soal-soal ujian untuk persiapan UN yang hanya 3 mata pelajaran, yaitu Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Begitu terus setiap hari.

Oleh karena itu setiap hari libur, saya selalu menyempatkan untuk mengajak dia jalan-jalan guna kembali menyegarkan pikirannya. Tapi sepertinya hal itu masih kurang, Danny masih tampak seperti kelelahan sepulang sekolah. Oleh karena itulah, meskipun hari ini bukan hari libur sekolah, semalam Danny tetap saya paksa untuk ikut kami keluar rumah. Saya sendiri juga tak ingin memaksa dia untuk belajar selama di rumah. Kalau saya suruh belajar dan dia mau ya syukur, kalau tidak mau dengan alasan capek ya nggak masalah. Saya hanya menekankan bahwa sekolah itu buat dia sendiri, jadi kalau dia berhasil tentunya dia sendiri yang juga akan menikmati hasilnya. Saya juga selalu mengatakan jika dia tidak bisa dalam pelajaran, kalau di rumah dia bisa bertanya sama mama dan papa. Tapi kalau di sekolah kamu harus bertanya pada gurunya jika kamu kesulitan dalam pelajaran. Itu saja yang sering saya ingatkan padanya.

Dan malam tadi dengan sedikit terpaksa, Danny pun akhirnya ikut serta pergi keluar rumah. Berempat kami beranjak menuju ke warung tenda langganan kami. Danny paling senang kalau diajak ke warung tenda tersebut. Dan menu yang senantiasa dia pesan adalah pecel lele atau jika sedang habis dia memilih ikan baronang bakar. Danny memang tipe anak yang sulit dalam hal makan. Sukanya milih-milih dalam makanan. Sukanya makanan keringan dan susah makan sayur. Lain halnya dengan Darryl adiknya, penggemar segala makanan. Tidak pernah rewel dalam memilih makanan. Mau keringan okey, mau penuh kuah juga tetap enjoy. Memang dua anak saya itu saling bertolak belakang sifatnya. Danny cenderung mirip dengan papanya, pendiam dan milih-milih dalam hal makanan. Sementara Darryl lebih mirip saya, apa aja dilahap dan anaknya juga gaul.

Singkat cerita, sampailah rombongan kecil kami di tempat yang dituju. Suasana warung lumayan ramai. Kami pun langsung mencari tempat duduk dan meja yang kosong. Begitu dapat tempat, seorang pegawai di warung itu yang sudah hapal dengan kami langsung tersenyum dan mendatangi kami sambil membawa buku menu makanan. Beberapa menu makanan andalan kami pesan beserta dengan minumnya. Sambil menunggu pesanan matang, saya lihat Danny mulai mengeluarkan hapenya. Begitu pula dengan papanya. Keduanya yang memang duduk bersebelahan dan berhadap-hadapan dengan saya mulai menunduk dan asyik dengan gadgetnya masing-masing. Sementara saya dengan Darryl yang duduk bersebelahan asyik bercengkrama.

Belum berapa menit kami bercanda, tiba-tiba datang dua orang anak muda. Anak-anak muda yang kalau tidak salah umurnya sedikit diatas Danny anak saya. Saat ini Danny berumur 11 tahun, sementara kedua anak laki-laki itu mungkin sekitar 14 atau 15 tahun. Kalau ditaksir mungkin seumuran anak SMP. Salah satu diantaranya memegang gitar kecil seperti ukelele dan langsung memainkan alat musiknya itu. Sementara yang satunya langsung melantunkan suaranya. Dasar insting saya bemain, maka saya langsung buru-buru mengambil kamera saku saya di dalam tas. Beberapa jepretan berhasil saya abadikan. Si anak "penyanyi" tampak malu-malu begitu wajahnya saya foto.

[caption id="attachment_178948" align="aligncenter" width="640" caption="dua pengamen bocah, salah satunya malu-malu saat saya foto"][/caption]

Saat dua pengamen anak itu menyanyikan lagunya, saya lihat si kecil Darryl begitu terkesima. Dia begitu menikmati lagu yang mereka nyanyikan. Lain halnya dengan Danny, saya lihat dia hanya sekilas melihat ke dua pengamen itu dan kembali menekuni gadgetnya. Begitu selesai menyanyikan sebuah lagu, saya pun menyodorkan beberapa lembar uang ribuan.

"Makasih bu", kata mereka sembari beranjak kearah meja yang lain.

Begitu mereka pergi dari samping saya, Danny anak saya langsung nyeletuk "gak jelas, mosok yang satunya cuman pake tepuk-tepuk tangan"

"Gak jelas gimana? Masih mending mereka gak minta-minta. Lagian ini sudah malam, harusnya mereka belajar di rumah. Ini masih kerja nyari uang." Begitu jawaban saya untuk Danny dan dia pun kembali terdiam entah apa yang dipikirkannya.

Tak berapa lama, pesanan kami pun datang. Kami pun mulai menyantap hidangan yang tersaji diatas meja. Danny tampak lahap menyantap makanan andalannya. Senang saya rasanya menyaksikan pemandangan itu. Beberapa menit kemudian, acara santap malam di warung tenda pun selesai sudah. Semua yang tersaji dihadapan kami sudah ludes, tinggal tersisa tulang belulang ikan dan sedikit sambal. Selesai melunasi pembayaran, kami pun menuju tempat parkir kendaraan. Saya lihat jam di hape saya masih menunjukkan pukul 20.45 wita. Karena ada yang hendak saya beli, saya pun usul untuk ke supermarket di salah satu mall tak jauh dari tempat itu guna membeli keperluan rumah tangga.

Suami saya pun langsung mengarahkan kendaraan ke arah supermarket yang dimaksud. Tiba di tempat parkir, suasana tampak lenggang. Padahal biasanya di mall ini jika hari libur, ramainya minta ampun. Mau mencari tempat parkir aja sulit sekali sehingga terkadang harus parkir di luar areal mall. Tapi karena malam  tadi bukan malam Minggu mungkin parkiran terasa longgar. Kami pun bisa memilih tempat parkir yang kami inginkan, terutama yang dekat pintu masuk mall sehingga ketika kami pulang tidak perlu berjalan terlalu jauh menuju kendaraan kami.

Kami segera masuk ke supermarket dan ritual belanja pun segera dimulai mengingat waktu yang terbatas. Biasanya mall di tempat kami memang tutup sekitar pukul 22.00 wita dan sekarang sudah hampir pukul 21.00 wita. Itu artinya waktu yang tersisa buat kami belanja tinggal sekitar 1 jam saja. Dengan kilat kami mengambil beberapa barang yang kami butuhkan. Danny, Darryl dan papanya sibuk mengambil berbagai camilan. Sementara saya lebih intens pada barang kebutuhan sehari-hari seperti perlengkapan mandi dan bahan-bahan keperluan dapur serta keperluan si kecil Darryl (susu dan popok celana). Satu troli besar pun mulai penuh dengan belanjaan kami.

Begitu selesai belanja, saya lihat antrian di meja kasir tidak terlalu banyak. Saya pun bergegas menuju ke meja kasir. Petugas kasir pun mulai menghitung belanjaan kami. Sementara satu petugas lainnya bergerak memasukkan belanjaan kami ke dalam kantong plastik. Belum juga dua jenis barang dimasukkan ke dalam kresek, saya sudah nyeletuk "mbak taruh di dalam kardus aja kalo bisa, biar gak kebanyakan kresek." Lagi-lagi Danny sudah protes "mama ini lho mesti begitu!" Saya pun langsung menyahut "biarin!", sambil senyum-senyum.

[caption id="attachment_178949" align="aligncenter" width="384" caption="si kecil Darryl ikut mendorong troli menuju tempat parkir"]

133602157029598011
133602157029598011
[/caption]

Akhirnya dua kardus besar dan satu kresek kecil berisi kuenya Danny kembali masuk ke troli belanja saya. Ritual belanja pun usai dan kami segera menuju tempat kendaraan kami di parkir. Para petugas di mall itu pun juga mulai berkemas, memasukkan beberapa kotak barang obral yang terdapat didepan pintu masuk mall. Saya lihat kembali jam di hape saya, sudah hampir pukul 22.00 wita. Pantes tempat parkir pun sudah makin sepi, tinggal beberapa kendaraan roda dua dan beberapa kendaraan roda empat. Jumlahnya tak lebih dari 10 jari tangan saya.

Papanya anak-anak pun mulai memasukkan belanjaan kami ke dalam bagasi. Sementara saya dan anak-anak langsung masuk ke dalam kendaraan. Baru mau menyalakan kendaraan, tiba-tiba pintu jendela tempat suami saya di ketok-ketok oleh seseorang. Suami saya pun buru-buru menurunkan kaca jendelanya sambil bilang "ada apa dik?"

Seorang anak kecil perempuan yang kalau tak salah masih dibawah umurnya Danny, mengenakan baju warna krem bergaris-garis dan berjepit warna pink tampak tersenyum sambil berkata "korannya om." Entah mengapa kami begitu tersentuh melihat wajah polosnya. "Barukah?" tanya suami saya basa-basi. Saya tahu kalau suami saya pasti sedang basa-basi karena memang sebenarnya dia paling tidak tega melihat pemandangan yang model begitu.

[caption id="attachment_179126" align="aligncenter" width="480" caption="bocah perempuan penjual koran yang kami temui semalam"]

1336091578185468051
1336091578185468051
[/caption]

Seorang anak kecil berjualan koran, malam-malam pula. Hati siapa yang tega, meskipun tidak butuh pun saya yakin banyak yang "pura-pura" butuh. "Baru om!" kata anak kecil penjual koran itu sambil menyodorkan satu eksemplar koran. Saya lihat anak itu membawa beberapa lembar lagi koran yang tersisa di tangannya. Ah mungkin hari ini korannya kurang laku, makanya sampai malam ini ia masih menjajakan dagangannya, begitu batin saya. Suami saya pun menyodorkan satu lembar uang. "Gak ada kembaliannya, om" kata penjual koran itu. "Sudah ambil aja!" jawab suami saya sambil tersenyum. Sekilas saya lihat anak itu tersenyum riang dan segera bergegas meninggalkan kami. Anak-anak saya yang sedari tadi duduk di kursi belakang begitu terpaku menyaksikan pemandangan tadi. Sekilas saya dengar Danny sempat berkata "kasihannya..."

Seiring melajunya kendaraan kami meninggalkan pelataran parkir mall itu, saya berkata "Nah Dan, kamu hari ini lihat khan, betapa banyak orang-orang yang susah di depan kita. Tadi di warung ada anak-anak yang ngamen, barusan ada anak kecil yang jualan koran, perempuan pula! Makanya kamu harus bersyukur, tidak harus susah-susah seperti mereka. Jangankan untuk sekolah di tempat bagus sepertimu, untuk makan saja mereka harus bekerja seperti itu, malam-malam pula!" Saya lihat dari kaca spion di atas saya, Danny hanya terdiam. Pandangannya menatap keluar jendela. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

Ya di hari pendidikan kemarin, Danny anak saya menyaksikan sendiri betapa diluar sana masih banyak anak seusianya yang harus sudah bekerja. Usia yang seharusnya masih bermain dan belajar seperti dirinya, tapi harus berjuang untuk hidupnya. Bahkan sampai malam sekalipun. Satu pelajaran telah disaksikan sendiri dihadapannya. Paling tidak malam ini Danny dapat sedikit pelajaran berharga dalam dirinya. Paling tidak dia mendapat pelajaran hidup yang belum tentu bisa dijumpainya setiap saat.

Selamat siang dan selamat beraktifitas.

NB : Dalam rangka mengikuti tema di Grup Kampret yaitu Weekly Photo Challenge (WPC) BW Photo, maka foto-foto diatas saya ubah menjadi BW.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun