Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tukang Gigi, Profesi Aji Mumpung?

16 Januari 2012   13:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:49 8795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam minggu kemarin saya mengantar adik saya ke tukang gigi di salah satu kawasan di wilayah Balikpapan. Maksud dan tujuannya adalah untuk memasang behel atau kawat gigi. Kebetulan saudara saya punya kenalan tukang gigi yang bisa masang behel dengan harga murah. Kenapa saya katakan murah karena sebelumnya adik saya sudah pernah tanya ke seorang dokter gigi di Yogya sana, kalo biaya pasang behel gigi biayanya sekitar 7 juta rupiah perbiji (atas saja atau bawah saja). Sementara tukang gigi kenalan saudara saya itu memasang harga "hanya" 1 juta rupiah (harga teman) untuk atas saja atau bawah saja. Kalo tidak kenal harganya bisa 1,5 juta rupiah perbiji. Kalo untuk pasang atas sama bawah sekaligus biayanya 2,5 juta rupiah. Masih jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di dokter gigi yang ditawarkan ke adik saya di Yogya sana.

[caption id="attachment_156366" align="aligncenter" width="376" caption="peralatan yang dipakai oleh tukang gigi (dok.pribadi)"][/caption]

Memang sebenarnya kami tidak yakin apakah dengan dipasangnya behel di gigi adik saya itu akan mampu memperbaiki susunan giginya yang memang kurang rapi. Tapi berhubung kami pikir itu bukan untuk pengobatan (hanya untuk estetika), makanya kami pun berangkat menuju tempat praktek tukang gigi yang dimaksud. Sesampai di tempat yang dimaksud, kami disambut dengan ramah oleh si empunya rumah. Tidak seperti biasanya, kali ini tukang gigi yang kami datangi membuka prakteknya di rumah sendiri. Sebuah rumah yang boleh dibilang mewah untuk ukuran tukang gigi. Halaman rumahnya pun sangat asri dengan ditanami tumbuh-tumbuhan beraneka macam. Beberapa diantaranya sempat saya lihat bibit tanaman kelapa sawit menggerombol di salah satu bagian halaman rumah tukang gigi itu. Usut punya usut ternyata si tukang gigi ini yang belakangan saya panggil Mbak Jessi ini, bersuamikan pengusaha kelapa sawit dan pengusaha tambang batu bara. Pantesan rumahnya terlihat mewah.

[caption id="attachment_156379" align="aligncenter" width="376" caption="Mbak Jessi sedang melaser braket gigi (dok.pribadi)"]

13267015201630731600
13267015201630731600
[/caption]

Begitu mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan kami, Mbak Jessi langsung memeriksa gigi adik saya, apakah langsung bisa dipasang behel atau tidak. Sebab menurut informasi yang saya dengar, Mbak Jessi ini tidak sembarangan mau memasang begitu saja kawat untuk "pasien"-nya. Jika dirasa perlu untuk konsultasi ke dokter gigi, misalnya untuk pemasangan behel perlu mencabut gigi yang dirasa "mengganggu", maka Mbak Jessi meyarankan untuk mencabut giginya dulu ke dokter. Tapi kalo dirasa tidak perlu ke dokter, maka Mbak Jessi akan langsung menggarap "pasien"-nya.

[caption id="attachment_156392" align="aligncenter" width="376" caption="Mbak Jessi sedang mengganti karet pada behel (dok.pribadi)"]

13267024451957195895
13267024451957195895
[/caption]

Ternyata setelah diperiksa, gigi adik saya layak dipasangi behel. Mbak Jessi langsung membersihkan gigi adik saya dengan alkohol dan selanjutnya menempelkan satu persatu braket gigi ke masing-masing gigi dengan bantuan "lem" khusus dan laser. Begitu teliti sekali Mbak Jessi menempelkan braket itu satu demi satu. Setelah itu baru dipasang kawat membujur di sela-sela braket yang sudah terpasang. Baru kemudian yang terakhir dipasanglah karet di masing-masing braket sesuai warna yang dikehendaki "pasien". Maka sekitar satu setengah jam kemudian, selesailah tugas pemasangan behel gigi adik saya untuk bagian atas saja. Tak lupa Mbak Jessi juga mengingatkan agar adik saya mengontrol kembali behel giginya itu untuk ganti karet tiap 2 minggu sekali.  Juga disarankan untuk mengkonsumsi vitamin C, guna mencegah sariawan yang biasanya terjadi pada orang yang baru pertama pasang behel gigi. Selain itu juga harus tetap menyikat gigi dengan teratur, tetapi harus menggunakan sikat gigi yang bulunya halus.

[caption id="attachment_156432" align="aligncenter" width="376" caption="karet behel aneka warna (dok.pribadi)"]

13267086641588882309
13267086641588882309
[/caption] [caption id="attachment_156439" align="aligncenter" width="376" caption="karet behel aneka motif, ada mickey mouse dan hello kitty lho (dok.pribadi) "]
1326709851802280508
1326709851802280508
[/caption]

Sebenarnya ini bukan pengalaman yang pertama bagi adik saya dalam memasang kawat gigi. Dulu ketika masih sekolah, adik saya pernah pasang kawat gigi pada seorang dokter gigi, yang model kawatnya biasa (hanya kawat saja yang sifatnya tidak permanen, bisa dilepas sendiri tanpa bantuan dokter). Tapi justru karena sifatnya yang tidak permanen karena bisa dilepas saat mau gosok gigi sehabis makan, maka hasilnya pun kurang maksimal. Selain itu, adik saya ini juga orangnya kurang telaten. Maka dari itu dengan memasang kawat model behel ini diharapkan hasilnya bisa lebih maksimal mengingat sifatnya yang permanen, hanya dilepas jika masa perawatan sudah dirasa cukup (bisa sekitar 2 tahun lamanya).

Kembali ke masalah Mbak Jessi, seorang tukang gigi yang saya datangi kemarin. Setelah saya pikir-pikir, profesi tukang gigi ini bisa dibilang sangat menjanjikan. Selain tidak harus melalui proses "belajar" di bangku perkuliahan, dalam hal ini tidak seperti dokter gigi. Proses belajarnya pun tidak terlalu sulit menurut saya. Setidaknya itu yang saya lihat dan juga menurut penuturan Mbak Jessi sendiri. Pada awalnya Mbak Jessi ini hanya sering melihat bapaknya bekerja sebagai tukang gigi. Lama-lama setelah bapaknya mulai tidak awas lagi matanya, Mbak Jessi mulai berani membuka praktek sendiri. Tepatnya sekitar 2 tahun yang lalu. Bahkan hanya dengan melihat saja, anak Mbak Jessi yang masih sekolah SMP saja saat ini sudah bisa menggantikan tugas ibunya mengganti karet behel para "pasien" jika kebetulan ibunya sedang berpergian. Selain bisa memasang behel gigi, Mbak Jessi juga melayani pemasangan gigi palsu. Sementara bapaknya sudah tidak sanggup lagi melayani pemasangan behel gigi dan hanya melayani pemasangan gigi palsu.

[caption id="attachment_156441" align="aligncenter" width="376" caption="aneka model dan ukuran gigi palsu (dok.pribadi)"]

13267103572004616302
13267103572004616302
[/caption]

Peralatan yang dipakai pun tidak serumit dokter gigi. Selain alat laser dan semacam gerinda untuk merapikan gigi, juga beberapa pinset dan gunting. Tidak butuh modal yang banyak menurut saya. Hanya saja dibutuhkan ketelatenan atau ketelitian dalam menangani "pasien", itu saja kuncinya. Dan hasilnya bisa dilihat sendiri. Sekali pasang behel, Mbak Jessi mematok harga 1,5 juta rupiah. Sementara untuk ganti karet dikenakan biaya 50 ribu rupiah. Lumayan khan.

Apalagi di jaman sekarang, memakai behel sudah jadi trend tersendiri di kalangan muda. Memakai behel tidak semata-mata untuk pertimbangan kesehatan dan perawatan gigi, melainkan lebih pada gaya hidup. Sekarang anak muda sudah tidak malu-malu lagi mengenakan behel atau kawat gigi. Memakai behel seringkali justru untuk gaya-gayaan. Apalagi kalo sudah behelnya berwarna-warni dengan motif yang beraneka macam pula, makin tampak keren malahan. Beda sekali dengan jaman saya dulu. Dulu orang memakai kawat gigi rasanya malu sekali. Pengalaman saya pribadi misalnya, dulu jaman SD sekitar tahun 1985 saya pernah memakai kawat gigi yang dilakukan oleh seorang dokter gigi terkemuka di Yogya sana. Tapi jangan dibayangkan kawat giginya seperti model sekarang. Saat itu kawat gigi yang saya pakai modelnya masih simpel. Hanya berupa kawat biasa dan sifatnya tidak permanen (tidak menempel seperti behel dan bisa dilepas sendiri oleh pemakai). Jujur saya malu memakai kawat gigi pada saat itu. Habis sering dibilang "tutik" alias untune methu sithik (giginya keluar sedikit alias tongos). Karena itulah saya juga tidak telaten memakainya. Kawat gigi saya lepas dan tidak tahu lagi dimana rimbanya. Akhirnya pas saya SMA, saya pakai lagi kawat gigi dengan model yang sama. Waktu itu sudah mulai banyak orang yang memakai kawat gigi seperti saya. Saya sudah tidak malu lagi memakainya. Tapi lagi-lagi karena kecerobohan saya waktu menyikat di kamar mandi, kawat gigi saya jatuh dan patah. Kemudian pas saya kuliah saya mulai lagi pasang kawat gigi untuk ketiga kalinya. Ternyata saya tetap tidak telaten sehingga hasilnya kurang maksimal.

Bisa dibilang profesi tukang gigi saat ini sedang menjamur di seluruh pelosok tanah air. Orang beramai-ramai memilih memasang kawat gigi pada tukang gigi yang notabene tarifnya lebih murah dibandingkan dengan dokter gigi. Orang tidak peduli lagi apakah material yang digunakan oleh tukang gigi itu "layak" atau tidak bagi kesehatan, misalnya jenis kawat atau karet yang digunakan apakah sudah memenuhi standar kesehatan atau belum. Yang penting harga murah dan bisa tampil trendy. Bisa dibilang profesi tukang gigi ini sedang memanfaatkan "aji mumpung". Mumpung orang sedang tertarik dengan pemakaian kawat gigi. Mumpung orang sudah tidak malu lagi memakai kawat gigi. Bagi orang seperti Mbak Jessi, kondisi yang demikian justru sangat menguntungkan. Bagaimana tidak untung jika biaya pemasangan saja sekitar 1,5 juta rupiah. Sementara material (kawat atau braket) yang digunakan, menurut informasi yang saya peroleh tak lebih dari 800 ribu rupiah. Entah betul atau tidak, yang jelas saat ini di berbagai situs online juga ditawarkan pemasangan behel dengan harga murah. Di situs online pula juga dijual berbagai macam jenis behel, baik yang harganya ratusan ribu rupiah hingga yang jutaan rupiah, baik yang dibeli secara eceran maupun harga grosir. Apa tidak aji mumpung itu namanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun