Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Setelah Setahun Berlalu, Merapi Masih Juga Mengancam

26 Oktober 2011   12:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:28 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi Merapi, 26 Oktober 2010 (image from http://2.bp.blogspot.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Erupsi Merapi, 26 Oktober 2010 (image from http://2.bp.blogspot.com)"][/caption]

Hari ini tanggal 26 Oktober 2011, tepatnya satu tahun yang lalu Gunung Merapi di Yogyakarta meletus. Seperti kita ketahui Gunung Merapi di Yogyakarta ini merupakan salah satu gunung teraktif di Indonesia, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7° 325' Lintang Selatan dan 110° 26.5' Bujur Timur. Secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta kala itu menyatakan bahwa Gunung Merapi meletus pada hari Selasa, 26 Oktober 2010, sekitar pukul 17.02 WIB dan mengeluarkan awan panas dengan jarak luncuran 1,5 hingga 2 kilometer. Munculnya awan panas kala itu juga dinyatakan lebih lama daripada erupsi Merapi pada tahun 2006. Hal itu menunjukkan bahwa energi Merapi yang dikeluarkan pada tahun 2010 itu jauh lebih besar daripada tahun 2006.

[caption id="" align="aligncenter" width="346" caption="material vulkanis berupa batu besar (dok. pribadi)"][/caption]

Awan panas pada erupsi Merapi tahun 2010 itu telah menerjang beberapa wilayah sekitarnya, termasuk Dusun Kinahrejo, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan. Di dusun inilah sang juru kunci Gunung Merapi, yaitu Mbah Maridjan ikut menjadi korban keganasan awan panas Merapi kala itu. Bersama Mbah Maridjan, puluhan  orang lainnya pun juga ikut menjadi korban. Selain korban jiwa, ada juga harta benda dan ternak warga di sekitar Merapi yang luluh lantak diterjang awan panas. Di samping awan panas, erupsi Merapi juga menumpahkan batu-batuan besar di sekitar Merapi. Akibatnya Dusun Kinahrejo terkubur material vulkanik, kosong tak berpenghuni, bagai 'dusun hantu' hingga sekarang.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Masjid di dekat rumah Mbah Maridjan (before and after) "][/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="hulu Kali Gendol dari Balerante, sekitar 3km dari puncak (dok.pribadi)"][/caption]

Letusan Merapi kala itu juga menimbulkan abu vulkanik yang mengguyur wilayah sekitar Merapi. Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara. Warga di sekitar Muntilan, Kabupaten Magelang, sempat merasakan hujan abu disertai kerikil kecil, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Bahkan pada siang harinya, debu vulkanik juga diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor. Akibatnya jika masyarakat hendak keluar rumah, mereka harus selalu mengenakan penutup kepala dan masker untuk menutup hidung.

Selain bahaya primer berupa awan panas, erupsi Merapi ternyata juga membawa bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin yang juga dapat mengancam beberapa kawasan yang lebih rendah. Salah satunya adalah kawasan Kali Code. Setelah terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi kala itu, aliran lahar dingin juga sempat meresahkan warga di sekitar aliran Kali Code.

Dan sekarang, setelah satu tahun berlalu, bahaya akibat erupsi Merapi kala itu masih tetap mengancam warga di pinggiran Kali Code. Apalagi ketika memasuki musim penghujan seperti saat ini. Saya ingat betul sekitar sebulan setelah erupsi Merapi, saya menyempatkan pulang kampung (ketika penerbangan ke Yogyakarta benar-benar dinyatakan aman) sekedar ingin melihat kondisi keluarga. Walaupun keluarga saya tinggal di radius yang dinyatakan aman, saya tetap saja pulang kala itu. Waktu itu sempat terjadi pula banjir lahar dingin di Kali Code yang selain membawa material vulkanis juga membawa batang-batang pohon yang mungkin ikutan tumbang diterjang awan panas. Saya juga sering melihat truk-truk pasir yang hilir-mudik setiap hari dari pagi sampai sore menuju ke Kali Code untuk mengambil material Merapi berupa pasir. Endapan material vulkanik berupa pasir ini jika terjadi hujan yang deras, bisa membuat air Kali Code meluap meski selama ini telah dilakukan pengerukan. [caption id="" align="aligncenter" width="483" caption="banjir lahar dingin di Kali Code (dok. pribadi)"][/caption]

Diperkirakan masih ada sekitar 90 juta meter kubik material vulkanik dari Merapi yang bisa meluncur menjadi lahar dingin disaat musim penghujan datang. Apalagi jika hujan deras, bisa dipastikan perumahan warga di sepanjang aliran Kali Code bisa terkena imbasnya. Banjir lahar dingin kemungkinan besar akan juga melanda perumahan warga. Oleh karena itu saat ini banyak warga di bantaran Kali Code Yogyakarta yang sudah bersiap-siap mengantisipasi datangnya bahaya banjir lahar dingin dari Merapi. Saat ini mereka mulai bekerja bakti guna memperbaiki tanggul-tanggul yang jebol hingga menyiapkan titik evakuasi warga jika banjir melanda. Setidaknya itulah yang saya lihat di tayangan berita tadi siang di salah satu televisi swasta. Dalam tayangan itu ditunjukkan bagaimana para warga di bantaran Kali Code bahu-membahu mempersiapkan kantong-kantong berisi pasir untuk dijadikan tanggul penahan untuk membendung aliran banjir agar tidak masuk ke dalam rumah. [caption id="attachment_139637" align="aligncenter" width="587" caption="Merapi dilihat dari atas jembatan layang Janti, awal Desember 2010 (dok.pribadi)"][/caption]

Gunung Merapi memang sudah meletus setahun lalu, tapi ternyata bahaya lain pasca erupsi kala itu masih saja mengintai warga sampai sekarang. Terutama warga yang tinggal di bantaran sungai-sungai yang berhulu di lereng Merapi. Di musim penghujan ini kewaspadaan memang diperlukan guna mencegah terjadinya banjir, setidaknya bisa diminimalisir. Jadi tidak ada salahnya khan sedia payung sebelum hujan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun