Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Harga Dada, Paha, Selangkangan dan Susu Naik Lho!

7 Juli 2011   05:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:52 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa saya siang ini pergi ke warung makan langganan saya. Apalagi kalau bukan untuk membeli lauk-pauk untuk makan keluarga saya. Terus terang saya memang jarang masak. Bukan karena malas, tapi memang saya kurang pandai memasak. Kalaupun memasak tidak pernah kelar-kelar karena selalu diganggu oleh anak saya. Kebetulan anak saya masih umur sekitar 2 tahun. Kalau saya masak bukannya dibantu, tapi diganggu melulu. Akibatnya bukannya masakannya matang, tapi malah bahan makanan yang akan dimasak berantakan. Itulah sebabnya saya hampir-hampir tidak pernah memasak sejak punya anak kecil lagi. Dan beli di warung makan langganan saya itulah solusinya. [caption id="attachment_118502" align="aligncenter" width="590" caption="warung makan langganan saya, masih belum terlalu ramai (foto dok.pribadi)"][/caption]

Mengapa saya pilih warung makan langganan saya itu karena disamping praktis, menu makanan yang disajikan lumayan lengkap. Saya kira ada kalau hanya 30 jenis menu makanan, sehingga kemungkinan bosan terhadap salah satu menu kecil sekali karena setiap hari saya bisa gonta-ganti menu sesuai selera saya. Selain itu dari pagi warung makan ini sudah buka melayani pembeli. Seperti pagi ini, pukul 10 saya sudah sampai di warung langganan saya itu. Sengaja saya pilih jam segitu karena kalau lebih siang lagi biasanya warung itu penuh dengan pembeli yang hendak makan siang. Memang sih pelayannya sudah ada beberapa orang, tetapi kalau penuh ya tetap antrinya lumayan lama untuk dilayani. Setelah melihat deretan menu yang ada, saya langsung didekati mbak-mbak yang biasa melayani saya. Siang ini saya pilih menu ayam goreng kesukaan anak saya. Saya minta beberapa potong ayam goreng khusus yang bagian dada dan paha. Begitu saya menyebut menu itu, sambil tersenyum mbak-mbak tadi langsung bilang begini : "mbak, hari ini ayam naik 1000 lho!" Saya pun langsung membalasnya begini : "wah, apa lagi yang naik nih selain ayam goreng?" Dan mbak-mbak tadi langsung menjawab : "hampir semua mbak, rata-rata 500-1000, habis di pasar hampir semua naik mbak harganya." Saya pun kemudian minta diambilkan beberapa potong daging rendang kesukaan suami saya. Suami saya suka rendang di warung ini karena selain empuk juga enak rasanya. Di warung ini rendang dagingnya biasa menggunakan daging has dalam (selangkangan sapi), makanya cepat empuk kalau dimasak. "Yang ini naik juga ya harganya?", tanya saya ketika mbak-mbak itu memasukkan beberapa potong daging rendang ke dalam plastik. "Ya jelas mbak, selain ayam, daging sapi juga naik mbak, perkilonya sudah naik 5000 tadi," jawabnya. Begitulah, setelah beberapa menu lagi saya pesan, akhirnya hari ini saya harus membayar beberapa ribu lagi dari biasanya gara-gara kenaikan harga tadi. Selepas dari warung makan langganan saya itu, pulangnya saya mampir di toko dekat rumah saya. Ada beberapa barang yang harus saya beli di toko itu, diantaranya adalah susu dan diapers untuk anak saya, telur, shampoo, pasta gigi, snack, dan beberapa bungkus mie instant. Ketika di depan kasir, sepintas saya lihat di monitor harga ada beberapa barang yang harganya naik dari biasanya. Susu untuk anak saya naik harganya dari yang semula Rp 54.500,00/kotak naik menjadi Rp 56.500,00/kotak. Diapers yang semula Rp 38.500,00/20 biji naik menjadi Rp 39.800,00/20 biji. Dan telur yang semula Rp 11.000,00/10 butir menjadi Rp 12.000,00/10 butir. Iseng saya pun bertanya kepada kasir yang kebetulan anak dari pemilik toko itu. "Susu sama telur naik ya mas?", tanya saya. "Iya bu, sudah dua hari ini naik," jawabnya. Walah-walah belum juga puasa, belum juga lebaran, tapi apa-apa sudah naik duluan, batin saya. Akhirnya siang ini mau tidak mau saya harus mengeluarkan ekstra uang lebih dari biasanya gara-gara kenaikan harga paha dan dada ayam, serta selangkangan (daging sapi has dalam) di pasar sehingga penjual di warung makan langganan saya terpaksa ikut menaikkan harga dagangannya. Sementara di toko dekat rumah saya juga menaikkan harga susu untuk anak saya gara-gara supplier juga menaikkan harga. Sebenarnya ini bukan hal yang baru bagi kita. Fenomena kenaikan harga barang memang sudah menjadi hal biasa menjelang bulan puasa dan hari lebaran. Hanya saja selepas bulan puasa dan lebaran, kenapa harga barang tidak turun ya? Dari waktu ke waktu memang harga dada dan paha ayam, selangkangan sapi dan susu anak cenderung naik. Apalagi fenomena ini berdekatan dengan tahun ajaran baru, dimana bagi keluarga yang kondisi perekonomiannya pas-pasan sementara anak juga perlu sekolah, tentu saja hal ini cukup merepotkan. Dan gara-gara kenaikan harga inilah, saya yang ibu rumah tangga ini harus pintar-pintar mensiasati agar gaji dari suami tetap cukup untuk kebutuhan satu bulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun