Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Tadabbur Alam Liar di Palmerston North (PN) dan Keluarga Terry

6 Juni 2023   06:31 Diperbarui: 6 Juni 2023   12:36 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Catatan kecil perjalanan ke negeri Kiwi Selendia Baru #4)

Kehangatan sebuah keluarga di Selendia Baru sempat kurasakan disaat aku diundang bermalam dirumah Terry selama libur akhir pekan di Palmerston North (PN). 

Sebuah kota kecil berpenduduk 81.000-an jiwa yang terletak disebelah utara Wellington. Waktu tempuh diantara kedua kota tersebut kurang lebih 2 jam menggunakan bus atau kereta api.

Aku dijemput Terry langsung setelah bubar kelas di suatu Jumat sore menggunakan mobilnya  menuju PN.  Kami singgah sebentar menjemput istrinya Jenny di Upper Hutt sekitar setengah jam perjalanan dari tempatku menginap yang juga merupakan bagian Wellington region. Jenny, seorang warga senior yang masih tampak awet muda dan aktif. Sebelumnya ia bekerja sebagai pustakawan di Wellington National Library.

Selama dua jam perjalanan ke sebelah utara adalah perjalanan yang sangat mengasyikkan dan memanjakan mata. Ditambah cuaca sore itu sangat cerah dengat langit birunya membuat mataku seolah tidak berkedip. 

Rasanya tidak seorangpun meragukan keindahan bentang alam Selendia Baru yang seperti karya besar lukisan indah hasil kerja seorang maestro yang terhampar luas didepan mata kita . Tidak heran film kolosal box office Hollywood seperti The Lord of the Rings juga mengambil latar alam negeri Kiwi yang sangat menakjubkan itu. 

Lanskap alam mulai dari laut dengan langit birunya, perbukitan dan gunung-gunung yang membentang lengkap dengan ladang-ladang peternakan domba dan sapi dengan rumput hijau menghampar luas seperti permadani dengan hasil daging dan susunya yang berkualitas tinggi membuat negeri ini sangat dikenal dunia. 

Sesekali juga terlihat olehku hutan pinus dan mobil trailer pengangkut log kayu melintas dijalan raya yang mulus tersebut yang membuat negeri mungil ini juga pengekspor hasil kayu terkenal didunia selain madu Manuka nya yang banyak dijadikan oleh-oleh karena berkhasiat obat.

Bukit dengan pengembalaan ternak di Selendia Baru_Dok Pribadi
Bukit dengan pengembalaan ternak di Selendia Baru_Dok Pribadi

Disepanjang perjalanan ,Tery yang juga seorang lulusan sarjana biologi dengan tenang dan sabar menjelaskan segala hal keingintahuanku. Dengan kemampuan narasinya, terkadang aku seperti mengikuti sebuah mata kuliah dikelas yang penjelasannya sangat komprehensif. Kemudian sesekali Jenny yang duduk dibaris tengah mobil menimpali untuk memperkuat narasi yang disampaikan Terry sebelumnya.

Sesampainya dikediamannya, aku langsung diinapkan disebuah guest house yang terpisah dari bangunan rumah utama. Fasilitasnya cukup lengkap mulai dari ruang: kamar dengan alat pemanas ruangan,perpustakaan kecil, meja kursi tamu, toilet dan ruang kerja Terry.  

Dari ruang kamar melalui kaca jendela aku bisa melihat langsung halaman belakang rumah yang tertata apik dan berisi berbagai tanaman seperti: kebun anggur yang buahnya sangat lebat tetapi sayang belum waktunya panen, lemon serta tanaman sayur-sayuran untuk keperluan harian yang menyehatkan karena dipastikannya bebas kimia. Dari kebun itu juga saat pulang ke Wellington aku di bawakan sekantong besar sayur mayur segar untuk dapat kumasak sendiri di hotel. 

Ada cerita dibangunan guest house ini dan membuatku tersenyum sendiri jika mengingat peristiwa itu. Hal tersebut datang dari kekonyolan fikiranku sendiri saat berbaring dikamar malam pertama dibagunan mungil tersebut. 

Seolah-olah aku berada ditempat horor karena membayangkan film thriller seram barat yang pernah kutonton sebelumnya dan membuatku diawal malam agak sulit memejamkan mata.

Jumat malam sepertinya telah menjadi malam spesial bagi keluarga Tery. Waktu tersebut adalah waktunya kumpul keluarga dengan makan malam bersama keluarga terdekat.

 Menu tradisi seperti fish chips (ikan goreng tepung) dan kentang goreng disajikan dalam porsi yang besar dan ditutup dengan makanan penutup atau dessert coklat serta es krim yang nikmat.

Disaat makan malam tersebut aku dikenalkan dengan David, ayah dari Jenny yang 2 tahun lagi akan berumur 1 abad atau 100 tahun tetapi masih tampak fit dan sehat meski saat berjalan dibantu dengan tongkat. 

Sebenarnya David tinggal di komplek perumahan yang berdekatan tetapi ia memutuskan untuk tetap bertahan dirumah yang menyimpan kenangan banyak bersama istrinya saat membesarkan anak-anaknya. Hanya kalimat singkat so sweet yang berkelindan dikepala saat mendengar penjelasan menantunya Terry.  

David dulunya adalah seorang ahli pembangunan jalan lulusan Victoria University Wellington dan sebelumnya banyak mengerjakan proyek pembangunan jalan di Selendia Baru dengan jumlah pekerja yang cukup besar. 

David yang sangat senior ini juga terlihat antusias bertanya kepadaku tentang asal, keluarga, pekerjaanku dan bagaimana perjalananku sampai ke Wellington. Meski pada akhirnya aku dibantu Jenny menjelaskan asal tempatku tinggal di Kalimantan melalui sebuah peta Indonesia dengan sebuah buku yang dimilikinya.

Pada kesempatan itu juga aku diperkenalkan dengan putranya yang masih lajang alumni Massey University berusia sekitar 30 tahunan dan berkarir di bidang Informasi dan Teknologi di Palmerston North.  Sedang 2 anak lainnya yang telah bekeluarga tidak hadir karena tinggal dikota yang berbeda.

Setelah makan malam hari kedua dengan menu Indonesia yaitu sayur lodeh masakan olahan Jenny,  yang citarasanya persis sama yang kurasakan jika menyantapnya di Indonesia aku langsung diajak bermain Rummikub. 

Sejenis permainan menyusun angka secara series atau berurutan dan dilakukan secara bergantian namun tetap memerlukan strategi untuk menjadi pemenang.

David mengakhiri permainan paling awal dan sekaligus menjadi pemenangnya dengan hadiah sepotong coklat yang diberikan Jenny. Hal sederhana tersebut telah membuat lelaki tua itu sangat berbahagia dengan wajah berbinar diusianya yang sudah sangat senja tersebut.

Pagi hari di Paneiri Park di Palmerston North_Dok Pribadi
Pagi hari di Paneiri Park di Palmerston North_Dok Pribadi

Pagi hari setelah solat subuh kugunakan waktu untuk berjalan kaki disekitar lingkungan perumahan Terry yang sangat tertata rapi dan asri tersebut. Dididekat perumahan tersebut ada Paneiri Park, lokasi taman umum yang sangat luas dengan barisan rerumputan hijaunya yang sangat bersih dan rapi. Aku juga banyak mengambil foto bentuk rumah yang gayanya seperti bangunan rumah dinegara tropis dengan desain minimalis dan tampak sangat artistik tersebut.

Mengeksplore Palmerston North

Setelah sarapan pagi dengan roti bakar dan bubur oat, aku dan Terry langsung menuju pasar tradisional dipusat kota dan hanya buka dipagi hari saat akhir pekan saja. Jenis pasar yang selalu membuatku penasaran dimanapun aku berkunjung. 

Menurutku disanalah kita bisa mengetahui langsung sumber pangan lokal masyarakat sekitar dan hasil produksi utama masyarakat sekitar. Pasar ini menempati areal parkir yang telah diatur rapi agar pengunjung mudah berjalan, memilih ataupun sekedar berjalan-jalan melihat situasi pasar yang ada.

Pasar tradisional di pusat kota Palmerston North_Dok Pribadi
Pasar tradisional di pusat kota Palmerston North_Dok Pribadi

Dari pasar tradisional itu kemudian aku diajak Terry melihat kampus Massey University yang dari informasinya unggul dibidang inovasi pertanian, sains olahraga dan akhir-akhir ini juga sedang fokus mengembangkan riset energi terbarukan. 

Tidak heran kampus yang tampak asri dan sangat bersih ini menjadi pilihan tempat kuliah pelajar mahasiswa internasional termasuk dari Indonesia. Terry sangat mengenali setiap sudut kampus karena beliau pernah menjadi konselor rohani di kampus tersebut. Pagi itu kami mengeksplore beberapa tempat seperti pusat kegiatan mahasiswa, kantin, taman-tamannya yang luas serta asrama pelajar.

Salah satu sudut kampus Massey University_Dok Pribadi
Salah satu sudut kampus Massey University_Dok Pribadi

Aku juga dibawa ke Manawatu cycle bridge, sebuah jembatan besar yang membentang di sungai terbesar di Palmerston North. Di Selendia Baru sering kulihat tepian sungai dibangun pedestrian dan tempat bersepeda yang nyaman. 

Selain tempat aktifitas sosial dan olahraga penduduk, ia juga sepertinya sebagai strategi pemerintah untuk menjaga lingkungan sungainya karena tempat rekreasi tersebut otomatis akan dijaga bersama dengan memelihara kebersihan seperti tidak akan membuang sampah sembarangan disungai.

Pemandangan disekitar aliran sungai Manawatu yang asri_Dok Pribadi
Pemandangan disekitar aliran sungai Manawatu yang asri_Dok Pribadi

Mendaki gunung di Te Apiti

Salah satu view dengan lembah ngarai di Te Apiti_Dok Pribadi
Salah satu view dengan lembah ngarai di Te Apiti_Dok Pribadi

Matahari mulai beranjak meninggi dan kami harus bergegas ke Te Apiti satu agenda yang memang dijanjikan Terry jika aku sempat mengunjungi negerinya. Aku juga dibuat sangat penasaran dengan situasi hutan di wilayah Oseania negeri 4 musim tersebut. Wilayah tersebut adalah tempat konservasi flora fauna asli Selendia Baru. Untuk mengeksplore nya, kami harus mendaki karena wilayahnya berada di pegunungan yang cukup terjal. 

Aku diberitahu Terry bahwa Selendia Baru tidak hanya dianugrahi alam yang begitu cantik tetapi juga kita tidak akan menemukan hewan buas dan melata berbisa seperti dinegara lainnya. Sehingga hutan juga menjadi pusat rekreasi warga yang sangat menyehatkan.

Terry dengan background vegetasi hutan Podocarpus di Te Apiti
Terry dengan background vegetasi hutan Podocarpus di Te Apiti

Langkah kaki kami dimulai dari titik parkir mobil yang luas dengan fasilitas toilet serta papan informasi yang cukup bagi pengunjung. Kemiringan bukit yang harus kami lalui rata-rata diatas 45 derajat atau termasuk kategori sangat curam. Hutan asli ini tampaknya sering dikunjungi banyak orang. 

Hal itu terbukti dari seringnya kami berpapasan dan harus berbagi ruang jalan yang sempit dengan pengunjung lainnya yang akan turun kebawah. Tery selalu mengingatkanku untuk tidak membuang sampah baik dari bungkus makanan ataupun permen bekal yang kami bawa. Suatu sikap kesadaran yang luarbiasa terhadap lingkungan dan sangat menghargai alam.

Untungnya hutan ini disediakan track jalan yang nyaman buat pengunjung seperti jembatan-jembatan kecil penghubung yang dibawahnya aliran air deras dan jernih mengalir deras dan sampai kepada bantalan-bantalan  karet atau kawat yang disimpan dipijakan tanah untuk mencegah kaki kita saat melangkah tergelincir kebawah. 

Tanda arah dan informasi terkait flora dan fauna yang ada disampaikan melalui plank kecil yang menarik dan mudah dibaca sehingga pengunjung menjadi tahu apa saja yang menjadi kekayaan flora fauna yang mendiami hutan lebat yang sedang dilalui tersebut.

Salah satu titik observasi dan relaksasi pengunjung di Te Apiti_Dok Pribadi
Salah satu titik observasi dan relaksasi pengunjung di Te Apiti_Dok Pribadi

Hutan di Te Apiti didominasi jenis tanaman podocarpus yang memang tumbuh baik di wilayah selatan garis equator. Sedang agak keatas banyak ditemui jenis tanaman palem dan paku-pakuan. 

Tanaman paku (fern) ini juga menjadi salah satu symbol negeri Selendia Baru. Setelah hampir 1 jam mendaki akhirnya kami sampai di titik tempat kita bisa bersantai sejenak sambal menikmati pemandangan alam dengan hembusan angin segarnya dan suara jangkrik hutan tiada henti. Dari titik ini kita bisa melihat seperti :  kincir angin, sungai dengan arus air jeram yang mengalir deras sekaligus jalan raya yang sepertinya tidak digunakan lagi.

Sudut taman pusat kota yang teduh dan banyak dikunjungi warga_Dok Pribadi
Sudut taman pusat kota yang teduh dan banyak dikunjungi warga_Dok Pribadi

Perjalanan penuh kenangan itu kami lanjutkan dengan mengitari sejenak taman pusat kota, menikmati kopi hangat di sebuah cafe sambil mendengarkan kisah Terry akan perkembangan kota sejak dia masih kecil dan sore hari perjalanan kami tutup dengan berkunjung ke Rose Garden yang berisi ratusan varietas berbagai jenis mawar yang didekatnya juga ada taman hutan kota yang sangat ramai dikunjungi penduduk karena keasrian taman bunga serta pedestriannya yang sangat nyaman dilalui  membelah hutan kota yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun