Hujan mengguyur deras diambang sore itu. Meski demikian, perbincangan terasa penuh semangat dengan ditemani oleh  kopi latte hangat versi warung kaki lima.
Gasing. Tema tidak biasa yang menjadi topik pembicaraan sore itu. Sebuah permainan tradisi yang masih ramai dipermainkan di berbagai pelosok desa di Sambas. Sebuah negeri yang dulunya diperintah oleh raja Islam dengan balutan budaya Melayu yang kental tepatnya di pesisir utara pulau Borneo bagian barat.
Syamsir seorang pensiunan ASN guru sekolah dasar beberapa tahun lalu tampak berperawakan kecil. Ia seperti berusaha menerawang kembali kehidupan masa kecilnya. Memori ingatannya diarahkan kepada permainan tradisional gasing yang  dipermainkan ditengah budaya agraris bertani yang  kental. Gasing, sejenis permainan yang telah membawanya berkelana di berbagai daerah di Kalimantan Barat demi mengikuti berbagai ajang lomba gasing yang sangat disenangi dan menjadi passion dalam hidupnya.
Sekelumit asal usul kisah permainan gasing sempat juga diceritakan ditengah lebat deru hujan sore itu dan kopi yang masih hangat dicecapnya sesekali sambil ia berkisah penuh semangat.
Tersebutlah  pada zaman dahulu kala. Ada sebuah kampung  disalah satu sudut pulau Kalimantan yang ramai dihuni oleh penduduk.
 Pada suatu waktu salah seorang dari penduduk tersebut duduk diberanda rumah, seketika itu juga terlihat sepotong kayu bulat  yang panjangnya sekitar 20 sentimeter dan berdiameter kurang  lebih 10 sentimeter.Ia mulai berfikir keras bagaimana kayu tersebut dapat berputar dan dapat dijadikan suatu permainan. Ia berusaha membentuk seonggok kayu tadi menyerupai sebentuk gasing kendati bentuknya belum semirip gasing saat ini.
Selanjutnya secara naluriah ia mencoba melilitkan tali kepada kayu  yang sudah menyerupai gasing tadi dan mencoba melemparkannya kearah depan dan ternyata benda kayu bulat menyerupai gasing  tadi dapat berputar seperti putaran gasing saat ini.Benda yang dapat berputar tersebut seperti dapat memberikan hiburan baginya. Hari-hari berikutnya ia kemudian teru s memperbaiki bentuk gasing nya dan menambah jumlahnya. Kemudian teman dan tetangga diajak serta bermain ditengah lapang  dengan aturan permainan yaitu: ada seseorang melemparkan gasing pertama yang disebut dengan memasang dan orang berikutnya memukul gasing yang sedang berputar sebelumnya  dan disebut dengan memangkak.
Ternyata permainan tersebut sangat digemari oleh hampir sebagian besar penduduk masyarakat. Dan terus berkembang sampai dengan saat ini sehingga menjadi permainan tradisional yang tetap digemari oleh masyarakat luas.
Orang yang paling pertama menciptakan benda serupa gasing diatas bernama Pak Gangsing. Kemudian permainan berkembang menjadi permainan Pangkak Gasing.
Itulah sekelumit kisah asal usul permainan gasing agar dapat dilestarikan bersama agar tidak punah ditelan zaman. Â Â
Kisah ditutupnya seperti dengan perasaan puas. Ia menambahkan, sepertinya permainan gasing bukan masalah menang atau kalah. .Naluri seperti selalu memanggil  jika ada pertandingan kejuaraan gasing. Mungkin itu yang disebut dengan mengabdi demi budaya agar tetap hidup dan rasanya sampai saat ini masih menjadi hiburan yang tetap digemari ditengah masyarakat yang modern.
Lahir dan besar di desa Seburing Kecamatan Semparuk Sambas 64 tahun yang lalu. Sejak kecil permainan gasing telah menarik perhatiannya. Mulai dari membuat, bermain sambil bergembira dengan jenis permainan yang banyak memberikan efek positif bagi kehidupannya dikemudian hari.
Diceritakan gasing  dibuat dari bahan lokal terpilih yang berasal dari pohon dengan bentuk serat kayu saling silang atau berserabut dan kayu berwarna putih seperti dari berbagai jenis tanaman jeruk berkayu dan pohon asam jawa. Dengan tangan-tangan terampil masyarakat membentuknya menjadi  jenis gasing Rindu yang permainannya berdasarkan lamanya durasi benda itu berputar diatas benda lain yang keras dan licin. Selanjutnya gasing Remot adalah jenis lokal Sambas yang dimainkan dari berbagai strata usia mulai anak-anak sampai dengan yang  berusia sepuh. Terakhir gasing  Jantung adalah jenis gasing yang bentuk dan ukurannya  telah dibakukan oleh Persatuan Gasing Seluruh Indonesia(PERGASI).
Dikisahkan oleh Syamsir ,menurut pengalamannya sebagai pelaku tradisi gasing bahwa permainan tersebut dapat memberikan manfaat positif  dalam menjaga dan memelihara kultur khususnya budaya Melayu ini. Kemudian dengan bermain dalam kegembiraan tentunya akan dapat memperbanyak serta merekatkan lagi rasa pertemanan. Ia juga menambahkan bahwa rasa kita juga akan terus diasah karena seorang pemain yang baik harus mampu menimbang sempurna berat beban gasing kiri dan kanan saat berada di kepalan tangan sebelum diayunkan dalam sebuah permainan. Malam hari setelah waktu Isya atau setelah penat bekerja seharian di sawah adalah waktu yang disepakati bersama untuk  bermain gasing pada umumnya oleh masyarakat Melayu di Sambas.