Roma di Italia,biasanya fikiran kita langsung teringat akan pemain atau klub sepak bolanya yang terkenal seantero dunia. Kota Roma juga sering disebut dalam pelajaran sejarah disekolah. Meski sedikit ironi,karena nama Romulus dan Remu pendiri kota Roma itu sendiri seolah tenggelam oleh ketenaran raja fenomenal yang memerintah Roma yang bernama Julius Caesar . Seorang raja diktator sekaligus sangat dicintai oleh rakyatnya.
Adalah satu anugerah karena diberikan kesempatan oleh penguasa alam dapat melihat langsung Caput Mundi atau ibukota dunia julukan lain kota klasik Roma disaat hari natal di tahun 2012. Suhu saat musim dingin itu berkisar 15 derajat celsius yang merupakan rentang suhu yang sangat aman untuk kita yang terbiasa dengan suhu harian 30 derajat celsius.
Keputusan harus diambil. Apakah tetap duduk manis seharian menatap langit-langit kamar penginapan yang terasa hangat ditubuh?. Atau memutuskan untuk berkelana kemana saja ditengah cuaca dingin sejauh dan sekuat kaki bisa melangkah. Pertimbangannya kesempatan tidak datang dua kali. Seperti bak pepatah banyak jalan menuju Roma.Dan aku memutuskan ” banyak cara menjelajah Roma”.
Spirit kota dengan lika liku sejarahnya yang panjang melintas ribuan tahun. Senada dengan panggilan lainnya sebagai kota abadi itu seperti memanggil-manggil untuk aku segera menjelajah kota yang tampak didominasi oleh bangunan berarsitektur kuno namun tetap elegan diabad 21 ini.
Perjalanan seharian penuh mulai dari terbit fajar sampai dengan lampu-lampu mulai menerangi kota antik mahakarya manusia yang indah. Sebuah petualangan yang benar-benar menggunakan kekuatan dua tungkai kaki. Semua berkelindan sempurna antara takjub karena banyaknya pilihan situs bersejarah yang bertebaran disepanjang perjalanan. Semuanya memberikan ambience khusus kota yang dijuluki ibu kota dunia tersebut sekaligus rasa lelah fisik yang mendera. Tetapi semuanya berakhir dengan terkumpulnya seluruh memori yang terpatri abadi dapat ditangkap selama perjalanan ngebolang tidak biasa itu.
Perjalanan yang berbekal informasi awal dengan bertanya melalui petugas hotel sebelumnya, peta kota, serta sarapan pagi risotto untuk mengisi pundi-pundi tenaga yang terasa creamy bagi lidah Asia .Sesaat fajar masih malu-malu untuk menanampakkan dirinya di ufuk timur. Sedang kabut tipis masih menyelimuti kota dengan butiran-butiran embun melayang halus terasa segar menyapu wajah , seketika itulah aku melihat mahakarya manusia bernama Colosseum. Bangunan raksasa berbentuk lingkaran dengan tampilan seperti jejeran ventilasi jendela-jendela besar yang mengelilingi seluruh situs yang dibangun pada 70 Masehi itu. Colosseum sebuah panggung raksasa nan akbar di zamannya sebagai tempat menonton adu kuat: manusia vs manusia, dan bahkan dengan lawan seorang narapidana dan atau binatang buas . Sebuah bangunan situs paling mahsyur dan menjadi simbol utama Roma.
Bahkan dikatakan bahwa seseorang belum menginjakkan kaki ke Roma jika ia belum ke Colosseum!. Sebuah trik dan branding jitu dalam pemasaran pariwisata dunia. Kerapuhan diberbagai sisi situs sepertinya tidak menyurutkan sedikitpun akan kemegahannya. Ia seperti tetap terus abadi dan berusaha menantang zaman ditengah pusat kota metropolitan yang pedestrian dan alun-alun kotanya luas dan terasa lapang. Sebuah bangunan spektakuler yang memang mengandung narasi sejarah tak ternilai dalam perkembangan sejarah Roma yang melintas ribuan tahun tersebut. Bangunan kuno yang juga biasa disebut Teater Flavia tersebut dulunya dapat menampung sampai dengan 80.000 orang . Sehingga kemudian dijadikan salah satu situs milik masyarakat dunia yang dilindungi oleh lembaga PBB UNESCO.
Menyusuri kota dengan berjalan kaki menikmati denyut wilayah urban masa silam, tetapi dapat dinikmati sampai era modern ini sungguh suatu pengalaman yang mengasyikkan. Kita merasa langsung terlempar ke peradapan lampau lengkap dengan berbagai imajinasinya karena dikuatkan oleh berbagai tontonan atau bacaan yang berhubungan dengan sejarah kotanya. Apalagi ditunjang dengan cuaca yang mendukung karena matahari yang bersinar cerah, meskipun sesekali tubuh dihinggapi rasa dingin yang terasa menggigit. Dengan suhu udara kota Roma yang hari itu masih sekitar 15 derajat celsius, artinya cuaca alam hariannya masih cukup bersahabat untuk tubuh kita yang terbiasa didaerah tropis bersuhu rata-rata 27-30 derajat celsius.
Tidak jarang perjalanan berhenti sejenak untuk sekedar mengambil beberapa citra gambar. Sesekali juga ingin mengistirahatkan kaki sambil menghidu lebih banyak spirit lagi kota kuno yang penuh narasi. Mata seakan tiada lelah dan selalu penasaran melihat kota yang bagaikan ruang pamer terbuka dengan bangunan berpilar kokoh dan berbagai jenis patung bergaya realis-yang banyak kita temui disepanjang jalanan kota yang tertata apik itu. Bangunan tua yang masih tegap dan megah itu biasanya merupakan gereja yang penampilnnya sangat khas dibandingkan dengan bangunan sekitarnya. Selain itu di Roma sering kali kita juga akan melihat kata piazza dengan bangunan penanda seperti tugu atau gereja lengkap dengan alun- alun luas yang bisa diakses oleh semua orang. Sedang kata palazzo juga akan sering kita lihat yang merupakan property bangunan Istana bangsawan. Sesuatu penanda kuat bahwa Roma adalah wilayah dibawah kuasa raja yang memerintah dalam durasi waktu yang sangat panjang.
Disaat melangkah untuk menjejak sejarah Roma itulah aku teringat akan film-film aksi kebut-kebutan dengan latar Roma. Akan sangat jelas dimana ban mobil yang melaju kencang menjejak bata-bata yang disusun khusus dan banyak memenuhi jalanan Roma akan menghasilkan derap bunyi sangat khusus. Sedangkan dikiri kanan jalanan utama Roma sering kulihat pohon berkayu dengan tajuknya yang berwarna hijau pekat menyerupai payung raksasa.
Waktu terasa melambat. Eksotisme Roma bagaikan modal energi untuk menjejak setiap jengkal jalanan yang bangunan megah dengan pilar-pilar kokoh yang mentereng. Sampai aku melihat orang berjejal di satu titik pusat keramaian di tengah kota. Fountain Trevi, bagaikan sebuah dinding bangunan dengan berbagai ornamen patung realis manusia yang artistik berpadu dengan air terjun mini lengkap dengan kolam penampung dibagian depannya. Bunyi gemerisik air bening yang mengalir secara perlahan dan terus menerus ditengah bangunan yang mengelilinginya membawa terasa membawa kedamaian dan ketenangan setiap orang yang memandangnya. Atraksi lempar koin dari beberapa pengunjung yang terlihat antusias karena percaya tuah akan kembali lagi ke kota bersejarah itu.
Spanish steps atau terjemahan bebasnya tangga Spanyol sepertinya bangunan yang menjadi kerumunan orang berikutnya saat menjelang siang itu. Orang tampak menuruni dan menaiki anak tangga berjumlah 135. Diujung tangga terakhir terdapat gereja tua. Sedang persis didepan Spanish steps, ditengah jalan raya Roma akan terlihat kolam dengan beberapa air mancur disekelilingnya. Rehat sejenak disini adalah pilihan tepat persisnya disamping kolam kecil yang selalu mengucurkan airnya sambil melihat turis berlalu lalang.
Aku merasa beruntung melihat langsung vespa yang terparkir rapi ditepian jalanan Roma. Negeri tempat asalnya vespa dicipta hingga menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesa. Dijalanan Roma yang tampak sedikit lengang siang itu aku melihat kereta kuda tanpa atap seperti melengkapi wajah klasik kota Roma yang cantik.
Rasanya tidak sia-sia Roma menyandang sebagai Kota Abadi (Aeterna) karena saat berada didalamnya kita merasa dapat memutar waktu karena nuansa kuno nan artistik langsung tercipta di metropolitan Roma. Dan sepertinya tepatlah juga Roma biasa disebut sebagai Caput Mundi atau ibu kota dunia.Sedikit ironis dinegara kita dimana semangat membangun fisik kota dengan konsep modern biasanya disertai dengan meninggalkan serta memusnahkan ciri khas lokal yang sebetulnya memberikan identitas dan narasi sejarah yang menarik bagi kegiatan turisme kedepan.
Diujung senja. Perjalanan seharian penuh itu kututup dengan memesan pizza hangat bertabur daun oregano dan saos pedas yang terasa datar dilidah. Bentuk roti pizza yang kupesan pada dasarnya lebih tipis dibanding dengan yang ada di Indonesia. Rasa keju yang menggigit dan roti khas Eropa seolah mencoba mengendapkan semua pengalaman perjalananku hari ini. Sebuah perjalanan sehari penuh yang perfecto numero uno.
Sambas, 08-02-2022
#Serpihan Kenangan Teroka Benua Biru#